11 - Demam

10.1K 578 7
                                    

Note : Cerita ini sudah saya remake sedikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note : Cerita ini sudah saya remake sedikit. Mulai dari part pertama sampai part sepuluh. Sama sekali tidak mengubah jalan ceritanya, sehingga tidak perlu membaca ulang. Boleh diteruskan mulai dari part ini. Tapi bisa juga dibaca dari awal, supaya feel-nya dapet lagi.

Itu saja, terima kasih:)

Happy reading guyss:)

***

Surya tertidur. Itu perkiraan Embun. Di bahunya.

Embun tidak mengerti pada dirinya sendiri, kenapa ia sama sekali tidak bisa menolak semua perlakuan Surya terhadap dirinya. Surya sering melakukan hal tidak senonoh terhadap Embun, tapi tak pernah sedikitpun Embun mampu melawan. Atau karena sedikit demi sedikit dari dirinya mulai terbiasa dengan perlakuan Surya. Dan Embun, menikmatinya.

Terlalu munafik jika Embun tidak tersihir dengan wajah Surya. Bagaimanapun Surya adalah salah satu dari sekian banyak laki-laki yang begitu digilai kaum hawa di sekolahnya. Dan Embun tidak bisa mengelak saat ia menyadari bahwa dirinya merupakan salah satu kaum hawa itu.

Entah kenapa, sudut hati Embun meyakini jika Surya juga memiliki sisi baik yang benar-benar tulus. Buktinya, kalaupun Surya menjadikannya mainan atau yang sering dia sebut perempuannya. Surya tidak pernah benar-benar berbuat macam-macam pada Embun. Padahal kalau Surya mau, dia bisa saja meniduri Embun sejak awal. Iya, kan?

Tapi bahkan Surya sama sekali tidak melakukan hal itu.

Pelan-pelan tangan Embun mulai melepaskan Surya yang masih memeluknya. Merebahkan Surya dengan hati-hati saat Embun baru menyadari sesuatu.

Kening Surya panas sekali. Ohh, jadi cowok itu demam? padahal tadi siang kan baik-baik saja, kenapa sekarang bisa demam?

Pantas saja tadi Surya terlihat lebih kalem dan... Bolehkah Embun menyebutkan dengan sebutan manja?

Karena ruangan yang gelap, Embun berusaha bangkit dan meraba-raba dinding saat tangannya menemukan saklar lampu.

Seketika matanya mengerjap-ngerjap karena ruangan yang tiba-tiba terang. Embun menyapu sekeliling setelah menyesuaikan diri dengan cahaya. Matanya membola, mungkin kagum sekaligus terkejut.

Embun tidak pernah menyangka jika kamar Surya akan serapi ini. Ruangan luas yang sedang ia perhatikan bernuansa hitam, sama seperti lantai satu. Ada satu pintu yang Embun yakini merupakan pintu toilet. Tidak ada hiasan dinding atau frame foto. Disudut ruangan, ada lemari besar yang berisi berbagai macam buku dengan meja belajar yang tepat berada di sampingnya, menghadap langsung ke jendela berukuran besar. Sedangkan lemari pakaian tepat berada di depan ranjang berlapiskan sprei abu berukuran besar.

"Ternyata kak Surya rajin beresin kamarnya sendiri," gumam Embun tanpa sadar.

Embun masih berdecak kagum saat kepalanya menoleh ke atas. Rasanya belum cukup mengurai kekaguman saat matanya disugukan pada pemandangan langit malam berlapiskan bintang-bintang dan bulan yang terlihat cerah. Tidak, itu bukan loteng yang dilukis sedemikian rupa. Tapi genting tranparan yang membuat Embun bisa melihat dengan jelas pemandangan langit malam.

A Dangerous Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang