Surya lupa kapan terakhir kali ia mendapatkan alasannya untuk bahagia.
Semenjak ayahnya masuk rumah sakit jiwa, tidak ada lagi alasan baginya untuk tertawa.
Banyak dari dunianya hilang seketika. Tertutup oleh luka yang ia yakin tidak bisa sembuh begitu saja.-Alias Surya Gerhana
***
Ramai di sekelilingnya terabaikan begitu saja oleh Embun. Tidak ada yang bicara sepanjang lorong mereka lewati. Hanya ada suara ketukan wedges yang dikenakan Embun, sepatu Surya di depannya, juga petugas yang mengiringi langkah mereka.
Matanya menatap sekitar yang begitu asing. Dalam hati Embun bersyukur karena orang-orang itu tidak menjambak atau bahkan mengejarnya. Karena mungkin, pada lorong yang sedang ia lewati, hanya dirinya dan Surya lah makhluk waras yang berada di sana.
Tadi, setelah menyapa seorang wanita yang menjaga meja resepsionis, Embun dan Surya langsung diantar oleh salah satu petugas.
Mereka berhenti pada salah satu pintu yang berada di ujung lorong. Embun bahkan tidak mengira jika di pojok tembok terdapat sebuah pintu. Mungkin karena pintu itu seolah menyatu dengan tembok, sehingga hanya handle pintu yang membuatnya terlihat.
Setelah si petugas membuka kunci pada handle pintu, mereka dibiarkan masuk. Bau cat yang masih baru menyeruak ke indera penciuman Embun. Khas dengan suatu ruangan yang sepertinya tidak pernah ditempati.
"Tolong jangan terlalu dekat," si petugas memperingatkan.
Kini, Embun hanya ingin pulang saja. Tidak ingin berada di dalam ruangan yang menyerupai penjara itu. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jika dirinya yang berada di ruangan serba putih itu. Bukan hanya akan merasa tersiksa dan terisolasi, tapi orang waras pun mungkin akan menjadi gila.
Ada jendela kecil di tengah ruangan yang menjadi satu-satunya hiasan pada kamar persegi itu. Terdapat ranjang berukuran sedang pada sudut ruangan, dengan seorang pria paruh baya yang sedang menatap hampa keluar jendela.
Sinar matahari membantu menyinari kamar yang terang oleh lampu di bagian atas. Embun menyimpulkan bahwa lampu itu sengaja dibiarkan menyala.
Si petugas mendekati Surya. "Pihak rumah sakit sengaja memindahkannya ke sini karena pasien kemarin sempat melukai pasien lain di lorong. Ada tiga pasien lain yang terkena pukulan brutalnya. Jadi, kami terpaksa mengurungnya di sini dengan pengamanan ketat."
Mendengar kata 'pengamanan' dari si petugas, Embun menyapu pandang. Matanya menemukan CCTV di bagian pojok atas. Selain itu, pengamanan yang dimaksud mungkin ruangan yang sedang mereka tempati. Berupa penjara terkunci.
"Pasien seringkali meraung-raung di malam hari. Kami, para petugas bahkan harus menyuntikkan obat penenang agar pasien bisa tertidur dan tidak menganggu pasien lain."
Embun terus memperhatikan Surya yang kini berjalan mendekati pria paruh baya itu.
"Bisa tinggalkan kami?" tanya Surya.
"Maaf, saya tidak bisa meninggalkan kalian di sini. Karena saya tidak bisa menjamin jika pasien tidak akan berbuat hal yang tidak diinginkan lagi." Si petugas kelihatan menolak. Ia bahkan menarik tangan Surya yang hendak duduk di tepi ranjang.
"Dia akan baik-baik saja jika ada saya. Anda bisa pergi."
Si petugas menggeleng, "Maaf, tapi saya benar-benar tidak bisa."
Surya memutar bola matanya malas, "Anda tidak perlu khawatir. Saya yang akan menanggung resikonya jika terjadi sesuatu."
"Maaf, tapi saya---"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dangerous Boy (TAMAT)
Ficção Adolescente18+ BAGI YANG MEMILIKI MENTAL LEMAH DIHARAP JANGAN MEMBACA! Karena setelah mengenal sosok Surya, jangan harap bisa lepas darinya. Silakan arungi, dan kendalikan diri agar tidak tenggelam. Rank : # 1 in Kelam 30/04/2021 # 1 in Secret 2...