24 - Mata-mata

7.4K 611 13
                                    

Embun tidak mengerti kenapa ia harus menangis. Tapi saat punggung tegap itu kembali memutar ke arahnya. Yang ia temukan adalah tatapan tajam penuh kebencian.
Dan Embun tahu, bahwa dirinya kembali menemukan sosok Surya yang lain.

Derap langkahnya terdengar jelas. Begitu jelas. Sampai Embun rasanya ingin memejamkan mata dan menutup telinga. Agar tidak perlu berhadapan dengan sosok Surya yang seperti ini. Atau kalau boleh Embun meminta, ia ingin memutar waktu. Beberapa menit sebelum ia membukakan pintu. Satu saja. Memaksa diri untuk berpura-pura tuli misalnya.

"Lo tau kesalahan lo apa?" Tapi rupanya memang tidak bisa. Keterlambatan yang Embun tidak tahu akan membangkitkan kemarahan.

"Aku minta maaf, Kak..." cicit Embun.
Surya menjepit paksa pipi Embun.

"KARENA LO PUNYA HATI YANG TERLALU LEMBUT, DAN GUE GAK SUKA HAL ITU. BELAS KASIHAN LO TERLALU BANYAK." teriaknya membuat mata Embun kembali memanas.

Lalu apa salahnya? Embun hanya tidak bisa membiarkan wanita itu terus mengetuk pintu. Lagipula itu memang hanya seorang wanita. Apa yang membahayakan?

"Tiga tahun gue ngehindar dari orang yang tadi elo sebut tamu. Dan elo dengan mudahnya biarin dia masuk gitu aja?"

"A-aku minta maaf, Kak."

"Maaf lo gak bakal bikin gue lupa sama muka dia, bangsat!"

Embun memegang tangan Surya yang mencengkeram pipinya. "Kak, aku gak tau bakal kaya gini. Aku minta maaf," katanya banjir air mata. Mungkin baru tahu jika Surya bukan hanya menakutkan saat marah tapi juga menyeramkan.

"Lo tuh emang bego. Terlalu bego buat nyimak perintah gue!"

Surya menghempaskan wajah Embun kasar. Tangannya bergerak ingin menampar namun ia urungkan. Setelah mengusap wajahnya frustasi, Surya duduk di sofa. Menyapu kasar apapun yang ada di atas meja. Membuat vas bunga dan cangkir yang belum sempat disesap oleh Sinta melayang di udara lalu berakhir mengenaskan di lantai.

Surya tahu ia sudah sangat keterlaluan pada Embun. Tapi luka yang sudah ia tutup sejak lama kini harus kembali menganga hanya karena Embun yang tidak mau mendengarkan ucapannya.

Tidak mau berlaku lebih kasar lagi, Surya akhirnya memutuskan untuk menaiki anak tangga. Meninggalkan Embun yang mulai membersihkan pecahan beling dengan derai air mata.

***

Surya kacau. Ia perlu pelarian. Surya kesal dan ia perlu pelampiasan. Untuk itulah setelah mandi dan rapi berpakaian  ia langsung menyambar kunci motornya yang tergeletak di atas nakas. Jam dinding masih menunjukkan pukul tujuh malam saat ia sampai di lantai satu.

Harusnya Surya langsung pergi saja tanpa berpamitan. Tapi matanya justru melirik pada Embun yang sedang berkutat di dapur. Sejak kejadian tadi sore, Surya memang belum keluar kamar lagi.

"Embun,"

Panggilan itu membuat Embun yang sedang mengaduk sesuatu di wajan menoleh. Ia menunduk takut-takut saat Surya berjalan mendekat.

Setelah mengecilkan api yang masih menyala, Embun memutar tubuhnya agar bisa berhadapan dengan Surya. Dan karena hal itu Surya harus mendesah kecewa saat tidak sengaja melihat tangan Embun. Dua jarinya di perban.

"Ini karena lo bersihin pecahan beling tadi?" tanya Surya menarik tangan kanan Embun. Di mana luka itu berada.

"Gak pa-pa kok, Kak. Cuma luka kecil."
Embun berusaha menarik tangannya namun ditahan oleh Surya.

"Maafin gue, gue gak seharusnya marah-marah sama lo. Lo gak tau apa-apa."

Di luar dugaan, Surya justru menarik tangan Embun mendekati mulutnya. Membuat Embun harus menahan nafas karena tindakan Surya yang tiba-tiba menciumi dua jarinya yang terluka secara bergantian.

A Dangerous Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang