33 - Rapuh

7.1K 660 71
                                    

Tak apa, katamu.
Aku hanya perlu waktu.
Lalu, bolehkah aku meminta agar kau selalu ada di sela waktuku?

-Alias Surya Gerhana

***

Kalo mau nge-feel, bacanya pelan-pelan, terus hayati. Walaupun pendek, aku nulisnya berat banget. Asli deh:')

Langkah Surya cepat saat menuruni motornya. Ia mengabaikan kunci motor dan melemparkan helm begitu saja. Membuat Embun hanya bisa mendesah dan mengambil kunci dan helm Surya. Untunglah saat mereka di perjalanan pulang, Surya bisa membawa motornya dengan baik. Sehingga mereka sampai di rumah dengan selamat.

Hati Embun ikut nyeri. Apa yang dialami oleh Surya hampir serupa dengan kisahnya. Ia juga dulu hancur saat ayahnya pergi, karena memang hanya pria itu yang mengakui keberadaannya. Dan saat ini, saat ia melihat langkah Surya yang menyusuri lantai satu. Ia seolah kembali dilemparkan pada masa lalu.

Surya kehilangan arah. Dan Embun tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi saat tangan Surya menyapu apapun yang ada di meja. Piring dan gelas yang belum sempat Embun rapikan tadi pagi berakhir mengenaskan di lantai. Ponsel yang berada di saku kemeja cowok itu ikut terjatuh, lalu terinjak saat Surya berjalan ke arah lain. Tak lama, Surya berjalan ke arah lemari yang berisikan penuh piala miliknya. Ia mengobrak-abrik piala itu dan melemparkannya ke sana ke mari. Tidak perduli bahwa itu adalah bentuk penghargaan dari kerja kerasnya.

Embun pikir sudah cukup, tapi saat Surya berdiri di depan tembok, yang bisa Embun lakukan hanyalah menahan teriakan sekuat tenaga saat Surya memukul tembok itu berulang kali. Dengan gerakan cepat dan kencang.

"BERENGSEK!" teriaknya frustasi.

Mau sekuat apapun Surya menyesali apa yang sudah terjadi, ia tetaplah manusia biasa. Rasanya berlebihan saat ia meminta pada Tuhan untuk kembali membangunkan ayahnya lagi setelah ia menganggap jika Tuhan tidaklah adil.

Ketakutannya kali ini benar-benar nyata. Ia bukan hanya kehilangan semangat untuk menjalani hidup ke depannya, tapi juga menerima jika orang yang paling berharga sudah tidak ada. Dan yang lebih parahnya lagi, itu semua juga berdampak pada Embun.

Gadis itu hanya mampu memperhatikan setiap gerakan Surya. Tangisnya pecah melihat Surya harus mengalami semua kehancurannya di satu waktu yang sama. Sampai ketika Surya jatuh terduduk dengan bahu disandarkan ke tembok, Embun tidak tahan lagi untuk berdiam diri. Cowok itu terus saja mengusap wajah dan membenturkan kepalanya ke tembok.

Ia mendekati Surya dengan tubuh gemetar. Saat berada tepat di depan cowok itu, Embun Duduk dengan lutut yang menahan tubuhnya.

"Kak," panggil Embun lembut.

Surya mendongak. Matanya memerah dengan pipi basah. Kedua tangannya menggantung dengan lutut sebagai penyangga, membuat darah menetes dari punggung tangannya. Menambah linu yang saat ini Embun rasa.

"Kakak gak bisa kaya gini, Kak. Kakak harus kuat!"

Di luar perkiraan Embun, Surya justru tertawa. Satu hal yang terdengar mengerikan di telinganya.

"Tuhan jahat ya, sama gue? Dia ngambil semuanya dari gue. Dia ngambil eksistensi gue, dia ngancurin gue, dan sekarang dia ngambil bokap gue."

Embun semakin terisak mendengar pernyataan itu. Wajah galak dan tanpa ekspresi yang selama ini ia lihat kini berganti dengan raut menyedihkan.

"Tuhan gak jahat, dia lagi bangun Kakak supaya jadi pribadi yang lebih kuat lagi."

Tidak ada jawaban.

A Dangerous Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang