19 - Pengakuan

8.1K 529 7
                                    

***

Rasanya Embun memang harus terbiasa dengan tatapan yang ditujukan untuknya. Entah tatapan tidak suka yang berisi cacian, makian, rasa iri, atau sekedar tatapan sinis.

Mereka hanya terlalu mengedepankan pendapat masing-masing tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Surya.

Kakinya tetap melangkah tenang disamping Surya menuju ke satu meja yang sudah di duduki teman Surya. Embun masih tenang, sampai sebuah suara membuatnya menghentikan langkah.

Dia tuh pasti pake sesuatu buat dapetin Surya, atau malah rela di apa-apain.

Dan Embun hanya bisa menghembuskan nafasnya lelah. Tanpa berniat melawan dan mengatakan yang sebenarnya.

"Gak usah lo dengerin." Itu suara Surya. Tepat di telinganya.

Lalu tangan besar itu terulur untuk merangkul bahu kanan Embun. Membuat siswa yang tadi berbicara semakin dibuat geram oleh kelakuan Surya.

Surya tahu bahwa itu adalah suara Elena. Untuk itulah ia langsung menarik Embun untuk cepat mengikuti langkahnya.

Mereka duduk di satu meja yang hanya di duduki Ali.

"Yang lain kemana?" tanya Surya.

Tangan Ali terangkat untuk menunjuk satu meja yang berisikan empat orang. Dua di antaranya adalah Nano dan Dika, sedangkan dua lainnya adalah siswi kelas Embun. Pacar mereka.

"Kakak mau makan apa?" tanya Embun.

"Batagor aja. Sekalian pesenin buat Ali. Minumnya air putih aja."

Embun mengangguk, ia bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menjauh. Dibarengi dengan Ali yang pamit ke toilet sebentar.

Sepeninggal Embun dan Ali, Elena datang dan langsung duduk di kursi yang di duduki Embun. Cewek yang diketahui sangat berambisi untuk mendapatkan Surya itu tanpa tahu malu menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Surya.

"Lo gak kebagian kursi atau gimana?" tanya Surya.

Tangan Elena mulai menggerayangi tangan Surya, berusaha mengambil alih perhatian cowok itu.

"Apa, sih, yang kurang dari gue sampe lo nolak gue terus-terusan?" tanya Elena.

Surya memamerkan senyum hangat nan memabukkan itu. "Bisa enggak? Gak usah grapa-grepe gue? Ini lagi di kantin. Gue punya malu kalo lo perlu tau, beda sama lo." Ujarnya mengabaikan pertanyaan Elena barusan.

"Gue yakin gue cukup cantik buat dapetin lo." Ucap Elena percaya diri. Dengan keangkuhan tinggi mulai mengangkat dagu.

Tapi sayangnya Surya tidak butuh kecantikan untuk melayaninya. Ia hanya perlu menunjuk perempuan manapun dengan kapasitas cantik seperti apa yang ia inginkan, lalu banyak perempuan akan dengan senang hati menjadi miliknya. Tanpa diminta.

Lagipula selain memiliki sifat angkuh dan kepercayadirian yang tinggi, Elena hanyalah satu dari jutaan manusia di luar sana yang memiliki wajah biasa saja menurut Surya. Apalagi sifat tidak tahu malunya semakin menambah saja jika teman sekelasnya itu memang tidak pantas bersanding dengannya.

Karena Surya... Memang tidak butuh kekasih.

"Kayanya gue perlu bilang sekali lagi sama lo. Karena mungkin lo belum bisa terima atau gimana, gue gak ngerti. Sekali lagi gue tegesin, gue udah punya pacar." Kata Surya tenang.

Elena berdecih sinis, "Lo gak usah sok kegantengan gitu, ya? Jangan mentang-mentang karena lo ketua OSIS, lo bisa nolak gue gitu aja," katanya geram.

A Dangerous Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang