32 - Garam yang Ditaburi di Atas Luka Menganga

7.4K 670 84
                                    

Persiapkan diri kalian, Guys:')

***

Pagi itu, saat Surya baru saja akan berangkat sekolah. Ia duduk di sofa, sementara Embun mengambilkan sepatu miliknya. Ponselnya bergetar lama, menandakan sebuah panggilan masuk.

Satu nama bertuliskan 'Petugas Rumah Sakit' tertera di sana. Surya baru saja akan mengangkatnya saat panggilan sudah lebih dulu dimatikan. Detik berikutnya panggilan yang sama dengan nomor yang sama kembali muncul.

Tidak mau membuang waktu, Surya langsung menggeser ikon hijau. Ia meletakkan ponselnya di telinga, mengangguk saat Embun duduk di sampingnya dan memberikan sepatu untuknya.

"Pagi, Pak. Ada apa?" Surya membalas sapaan suara di seberang sana. Satu sepatunya sudah terpasang, dan saat ia baru akan memasang sepatu yang satunya lagi. Gerakannya tiba-tiba terhenti. Sepatunya kembali terjatuh di lantai.

Kedua matanya membola, dadanya bergemuruh, wajahnya pucat dengan bibir membentuk garis lurus.

"Ada apa, Kak?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Surya mengerjapkan mata. Ia mengabaikan suara dari orang yang belum mematikan panggilan. Ponselnya ia masukkan ke dalam saku dengan tergesa.

Surya memasang sepatunya dengan cepat. Talinya ia tarik cepat dan mengikatnya asal.

"Kenapa buru-buru sih, Kak?" Embun semakin kebingungan saat melihat Surya bangkit dari duduknya dengan wajah tanpa ekspresi. Cowok itu mengabaikan tas punggungnya dan menarik Embun agar mau mengikutinya.

Piring dan gelas yang mereka gunakan untuk sarapan bahkan belum sempat Embun rapikan.
Meskipun bingung, Embun tetap berjalan tanpa bertanya lagi. Surya memaksa Embun agar segera naik ke atas boncengannya. Tapi Embun justru mematung di tempat.

"Tas aku masih di dalem, tas Kakak juga."

Dan hanya dari pelototan Surya saja Embun langsung diam. Ia menaiki motor Surya setelah sebelumnya menerima sodoran helm.

Mereka melesat cepat meninggalkan pekarangan rumah Surya.
Degup jantung Embun menggila. Tidak menyangka jika Surya akan mengendarai motor dengan kecepatan tidak seperti biasanya. Ia seolah sedang diajak terbang. Hembus angin bahkan terasa begitu kencang menerpa wajahnya. Ia mengencangkan pegangan di pinggang Surya, menutup mata takut-takut ada batu besar masuk ke sana.

Berlebihan mungkin, tapi itulah yang Embun rasa. Ia ketakutan. Apalagi saat Surya bergerak gelisah di lampu merah. Waktu empat puluh dua detik berhasil membuat Surya mendengkus berkali-kali. Dan tiga detik sebelum lampu berubah hijau, Surya sudah lebih dulu menarik gas menerobos lampu merah.

Embun tidak mau bertanya dan masih menduga-duga saat beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah rumah sakit.

Selepas memarkirkan motor dan melepas helm, Surya bergerak tidak sabaran. Embun bahkan harus berlari untuk mengimbangi langkah lebar Surya. Mereka memasuki rumah sakit, menyusuri koridor dengan tatapan aneh dari semua orang. Mungkin karena sikap Surya yang terburu-buru.

Nafas keduanya terengah. Beberapa menit dan tiba-tiba Surya berhenti. Tepat di depan ruang UGD. Ada dua petugas yang pernah Embun lihat di rumah sakit jiwa waktu itu. Di kursi panjang yang berada tak jauh dari pintu yang baru saja terbuka, Ada Sinta bersama dengan sosok laki-laki yang lebih tua dari mereka.

Satu dokter dan tiga suster berjalan di masing-masing ranjang yang sedang di dorong itu. Ada sosok yang sedang berbaring dengan wajah tertutup kain putih sepenuhnya. Sosok yang belum Embun tahu siapa, sampai tiba-tiba Surya berteriak.

"ADA APA INI? JELASIN SAMA GUE, BANGSAT!" desaknya pada salah satu petugas rumah sakit jiwa. Satu tangannya menahan ranjang yang sedang didorong suster agar berhenti.

A Dangerous Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang