Surya membuka matanya perlahan, menoleh ke arah tubuhnya yang sudah terbalut selimut, lalu memegang dahinya yang terdapat handuk kecil. Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas siang.
Rasa pening di kepalanya sudah agak mendingan. Mungkin karena kompresan dari Embun. Ahh, entahlah, Surya tidak mau mengakuinya.
"Kakak udah bangun?"
Suara itu mengagetkan Surya. Ia menoleh ke sumber suara. Melihat Embun yang baru saja masuk ke rumahnya. Ia tidak mau bertanya darimana cewek itu. Melihat plastik kecil yang ditenteng di tangan kiri, Surya menyimpulkan bahwa Embun habis keluar.
Embun kemudian berjalan mendekat, menaruh plastik yang ia bawa di meja yang berada di depan sofa lalu berjalan ke arah dapur. Ia kembali dengan membawa mangkuk berisi bubur dan segelas air putih.
Karena tadi Surya terlelap lagi, Embun jadi harus menghangatkan kembali bubur yang sudah ia buat.
"Aku udah buatin bubur buat Kakak," kata Embun.
Surya mendengus, ia bangkit dari duduknya. Memegang kembali kepalanya yang lagi-lagi berdenyut, yang seolah dengan sengaja membuatnya terduduk kembali. Lalu melemparkan handuk kecil itu ke sisi lain sofa.
"Gue gak mau."
Embun mengernyit, "kenapa? kata ayah aku, kalo orang lagi sakit itu makanannya bubur."
"Tapi gue gak sakit."
"Emang enggak. Cuma demam."
Astagfirullah. Berhadapan dengan Embun memang menguji kesabaran. Surya bahkan sulit membedakan apakah Embun itu betulan polos atau bodoh.
"Ayo makan!"
Surya mengalah. Ia duduk bersila di sofa. Membiarkan saja Embun beralih duduk di sampingnya dan menyuapinya dengan perlahan. Padahal Surya berniat mengambil alih mangkuk itu, tapi Embun sudah lebih dulu menyodorkan sendok berisi bubur itu ke mulut Surya. Alhasil, membuat Surya dilayani oleh tangan kecil nan lembut itu.
Jadi, apakah Surya harus memuji jika bubur yang Embun masak memang benar-benar enak. Ia bahkan tidak mengira bahwa ia sedang memakan bubur yang biasanya terlihat menjijikan, namun justru ia nikmati di setiap kunyahan.
Entah apa yang Embun masukkan ke dalam bubur itu saat memasak, tapi Surya bisa merasakan ada suir ayam di dalamnya, ada wortel dan sayuran lain yang dipotong kecil-kecil. Apalagi rasa bubur itu tidak hambar seperti bubur biasanya, bubur yang dibuat Embun justru memiliki perpaduan cita rasa yang pas di lidah Surya.
Kali ini Surya menyadari bahwa ia mulai menjadikan setiap makanan Embun sebagai favoritnya. Surya tidak lagi perduli apa yang akan dimasak Embun, ia hanya akan menikmatinya. Karena Surya tahu bahwa lidahnya benar-benar cocok dengan masakan Embun.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dangerous Boy (TAMAT)
Teen Fiction18+ BAGI YANG MEMILIKI MENTAL LEMAH DIHARAP JANGAN MEMBACA! Karena setelah mengenal sosok Surya, jangan harap bisa lepas darinya. Silakan arungi, dan kendalikan diri agar tidak tenggelam. Rank : # 1 in Kelam 30/04/2021 # 1 in Secret 2...