Jangan lupa vote yah
-----
"Satya?" tanya Ryan memastikan.
"Iya"
"Nggak! Satya nggak mungkin ngelakuin itu!" seru Ryan yang sebenarnya percaya sama Vanya, namun dirinya sudah lama mengenal Satya, dan Satya bukanlah orang seperti itu.
"Aku nggak maksa kamu buat percaya kok." ucap Vanya pelan, namun sejujurnya dia merasa sangat kecewa karena Ryan meragukan ceritanya.
Vanya bangkit dari duduknya, kemudian mengajak Ryan untuk pulang kembali ke apartement.
"Kita balik aja yuk!" Vanya melangkahkan kakinya, jujur saja inilah salah satu alasan yang membuatnya ragu untuk bercerita pada Ryan.
Hingga tiba di apartement, tak ada pembicaraan satu pun yang mengalir diantara mereka berdua.
-----
-----Vanya merapikan jas lab yang di pakainya, sebentar lagi kelasnya akan masuk lab untuk kegiatan membedah katak.
Vanya menggeleng, pelajaran biologi memang pelajaran yang paling mengasah ketelitian, menurutnya.
Dengan tergesa-gesa Vanya berjalan menyusul langkah Dara yang berjalan paling depan bersama Lisa.
"Dar.." panggil Vanya namun tak di hiraukan oleh Dara.
"Dara!" kata Vanya yang akhirnya berhasil menggapai bahu Dara dan menepuknya pelan, mungkin saja sedari tadi Dara tidak mendengar panggilannya.
Dara menoleh sebentar, tak lama kemudian dirinya menarik Lisa untuk berjalan lebih cepat lagi meninggalkan Vanya bersama kesendiriannya, tanpa kata, tanpa penjelasan, dan Vanya tahu pasti ada ada sesuatu yang membuat Dara marah padanya.
Beberapa teman sekelas nya yang lain hanya memperhatikan saja, menurut mereka Vanya adalah makhluk tak kasat mata.
Vanya diam terpaku di tempatnya, pikirannya kembali melayang pada saat pembagian kelompok untuk pelajaran bahasa indonesia tadi pagi.
Bu Indah, guru bahasa indonesia di kelasnya memilih untuk siswanya menentukan sendiri kelompok mereka, alhasil Vanya sendirilah yang tidak memiliki teman sekelompok, karena jumlah mereka yang ganjil.
"Vanya?" tanya seorang guru yang kebetulan lewat.
"Eh ibu.." kata Vanya sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kamu tidak masuk kelas?"
"Masuk bu, ini saya mau pergi ke lab." jawab Vanya sopan kemudian berpamitan pada gurunya tersebut sebelum akhirnya menyusul teman sekelasnya menuju lab.
"Ryan!" panggil Vanya ketika melihat Ryan baru akan menuruni tangga dari lantai 3.
Sama hal nya dengan Dara, Ryan pun tak menghiraukan panggilannya, seolah-olah Vanya benar-benar tidak ada.
Disisi lain, Ryan sebenarnya mendengar panggilan Vanya, hanya saja dirinya masih belum percaya mengapa Vanya berkata bahwa Satya bisa melakukan semua itu? Ada apa sebenarnya dengan mereka bertiga?
-----
Sedih
Satu kata yang menggambarkan perasaan Vanya saat ini, tanpa berlama-lama lagi dirinya pun masuk ke dalam lab dan mencari tempat yang tersisa untuknya membedah katak.
Bu Tini datang, guru biologi untuk nampak membawa sebuah botol berisi entah cairan apa di dalamnya. Selanjutnya kegiatan membedah katak pun di mulai.
"Baiklah anak-anak, setelah kalian membedah kataknya, silahkan gunakan microskop yang ada di sana.
Setelah selesai, mereka semua akhirnya kembali ke kelas mereka, Vanya menjadi siswi yang terakhir keluar karena masih membereskan barang-barangnya.
"Gue pengen denger alasan Satya bisa kerjasama sama Leya." kata Ryan tiba-tiba yang membuat Vanya tersentak kaget dan sampai menjatuhkan bukunya.
"Yaudah, kita ke rooftop." ajak Vanya.
-----
Sesampainya di rooftop, Vanya memilih tempat yang sudah menjadi tempat favoritnya, sudut sebelah kiri.
"Kamu denger baik-baik, dan jangan motong perkataan aku sampai aku selesai cerita." peringat Vanya yang tentu saja di angguki Ryan.
Ryan sebenarnya sudah mencoba mencari tahu sendiri, namun Satya yang di tanyai pun hanya diam seolah-olah tak ingin membahas hal itu, bahkan deril dan Putra pun juga tidak tahu apa-apa.
"Jadi sebelum pindah ke Semarang, Leya udah kenal duluan sama Satya, aku juga nggak tahu sih gimana mereka bisa saling kenal. Dan nggak lama setelah itu mereka pacaran."
"Waktu itu beberapa kali Satya mampir ke rumah untuk bertemu Leya, tapi karena Leya sering banget jalan keluar sama teman-temannya, Satya jadi susah buat ketemu.
"Dari situ aku tahu kalau Satya emang sayang banget sama Leya, Sampai Leya pindah ke Semarang pun dia juga ikut menyusul.
"Kenapa Leya pindah ke Semarang?" tanya Ryan ketika melihat Vanya yang sepertinya sudah selesai bercerita.
Vanya menggeleng, dirinya belum siap untuk menceritakan hal itu, karena hal itu ada hubungannya dengan insiden saat dirinya duduk di bangku SD. Alasan yang membuat Vanya sampai saat ini terus saja mengenakan masker.
"Tapi kenapa Satya nggak pernah cerita ke gue?" gumam Ryan yang tentu saja masih di dengar Vanya hingga membuatnya menoleh.
"Aku rasa sih, pasti Leya yang tidak ingin hubungan mereka di ketahui orang lain." asumsi Vanya.
Ryan menoleh, sesaat pandangan mereka bertemu, namun detik selanjutnya Vanya langsung memutuskan pandangan mereka dan beranjak pergi.
Vanya berbalik, di lihatnya Ryan yang juga akan beranjak.
"Kamu udah nggak ingin tanya apa-apa lagi?" tanya Vanya sebelum memutuskan kembali ke kelas.
"Nanti aja, gue akan tanya kalau udah pulang sekolah." kata Ryan kemudian berjalan mendahului Vanya.
"Kalau ada orang lain yang ceritain sama kamu tentang aku, Leya ataupun Satya, tolong kamu jangan percaya." peringat Vanya sebelum Ryan benar-benar pergi.
Ryan mengeryit bingung dan mengangguk samar, dia juga tidak bisa berjanji karena setelah ini dia ingin bertanya langsung pada Leya.
-----
Pelajaran ketiga sudah di mulai, untung saja Ryan tidak terlambat karena setelah beberapa detik dia mendudukan dirinya, terlihatlah Bu Jela di depan kelasnya.
Hingga pelajaran berakhir, Ryan segera mengambil tasnya dan berniat pergi.
"Loh Yan, lo mau kemana pake bawa tas segala?" tanya Deril bingung.
Putra yang duduk di depan pun ikut menoleh mendengar suara emas Deril.
"Gue mesti urus sesuatu, kalian izinin gue ya." kata Ryan yang kemudian berjalan keluar kelas.
Putra dan Deril saling berpandangan, kemudian mengangguk dan setelahnya berlari menyusul Ryan.
"Ryan pergi kearah mana nih?" tanya Deril ketika mereka sampai di depan kelas dan tidak menemukan Ryan di manapun.
"Cari aja deh!" putus Putra sebelum akhirnya menyusuri koridor.
-----
"Lo kan yang namanya Leya?" tanya Ryan tiba-tiba ketika menemukan Leya tengah menikmati makanannya di kelas yang di bawakan oleh Satya.
"Iya" jawab Leya acuh.
"Apa yang udah lo perbuat pada Vanya kemarin?!" tanya Ryan dengan sedikit meninggikan suaranya, untung saja kelas Leya tengah sepi.
"Ohh, jadi ini soal Vanya?" tanya Leya dengan senyum sinisnya.
"Pasti Vanya udah ceritain beberapa hal sama lo." lanjut Leya yang kemudian berdiri dari duduknya.
"Satu hal yang perlu lo tahu, kalau Vanya itu seorang pembohong." ucap Leya seraya berbisik tepat di samping telinga Ryan.
"Kalau lo mau tahu lebih banyak lagi, datang ke Taman Anggrek besok sepulang sekolah, sen.di.ri!" jelas Leya.
-----
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife's Secret (COMPLETED)
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP] "Buka masker lo!" "Nggak" "Yaudah, lo tinggal diluar aja" "Nggak akan" Vanya veranya, seorang cewek yang di juluki gadis misterius disekolahnya karena Selalu mengenakan masker serta jaket bahkan ketika jam pelajaran. Ryan Keanno...