45 || Masa Lalu (3)

130K 8.2K 269
                                    


Jangan lupa Vote ya sebelum baca.

------

"Nggak usah keluar dari kamar ini sampai kita ke rumah sakit!" finish Lia pada Vanya yang hanya diam saja. Setidaknya tak ada makian dan juga senjata tajam lagi.

Tak berselang lama, wanita paruh baya yang bertugas menjaga Cio akhirnya datang menyusul ke kamar tamu, kamar yang ditempati Vanya saat ini.

"Begini--." belum sempat wanita paruh baya itu melanjutkan lagi ucapannya,. Lagi-lagi Lia memotongnya.

"Bi Mina diam saja, ini urusan saya sama anak tidak tahu diri ini." telak Lia, tanpa memperhatikan kehadiran Cio di gendongannya.

Wanita paruh baya yang di panggil Bi Mina itu memilih menurut saja, walaupun dijelaskan pasti Lia tidak akan mau mendengarnya.

"Kamu jauhkan Cio dan Vio dari dia." perintah Lia seraya menyerahkan Cio kepada Bi Mina. Tentu saja dia yang di maksud adalah Vanya. Setelahnya Lia berlalu pergi.

"Cio sama Vio kembar ya?" tanya Vanya penasaran namun hanya mendapat tatapan acuh tak acuh dari BI Mina yang seperti nya tidak ingin ikut campur dengan urusan Lia dan Vanya, lebih baik dirinya fokus menjaga Cio dan Vio. Mengenai Vio, saat ini anak itu tengah berada di rumah sakit, katanya dia ingin menjaga kakaknya di rumah sakit hingga sembuh.

"Ayo sayang, kita main di bawah ya." ajak Bi Mina pada Cio yang sepertinya ingin kembali bermain-main.

Vanya menghela nafas pelan, kemudian menutup pintu kamar dan langsung merebahkan dirinya di kasur yang cukup empuk dan besar.

"Diam memang hal terbaik yang harus aku lakukan." gumam Vanya yang kini kembali merasakan kantuknya. Sepertinya tidur sebentar tidak apa-apa.

.
.
.

"Mah, aku nggak mau berangkat sekolah bareng dia lagi." ucap Leya yang saat itu masih duduk di bangku SMP.

"Loh, kenapa sayang?, kenapa nggak mau berangkat bersama Vanya?" tanya Tya lembut, berusaha memberi pengertian pada Leya.

"Gara-gara dia aku jadi di jauhi teman-teman di sekolah." lapor Leya seraya menunjuk Vanya dengan jari telunjuknya, sedang yang di tunjuk hanya diam saja, tak berani mengadu, karena memang benar yang dikatakan Leya.

"Maafin aku, besok aku berangkat sendiri saja." kata Vanya berusaha membuat Leya tidak marah lagi.

Tya yang mendengar jawaban Vanya menjadi merasa tidak enak. Dengan perlahan Tya mendekat ke arah Vanya dan mengajaknya pergi jalan-jalan sebentar, selagi Leya masih di penuhi dengan amarahnya. Leya yang merasa di abaikan oleh mamanya sendiri akhirnya mulai membenci Vanya.

Rasa kasihan yang begitu besar pada Vanya, membuat Tya jadi lebih memperhatikannya.

Setelah kejadian itu, Vanya dan Leya tidak pernah terlihat berangkat bersama ke sekolah, tentu saja Leya  berangkat bersama ayahnya dan kalau tidak mamanya.

Ayah Leya, Fero, sejak awal kedatangannya, Vanya sudah merasa jika Fero sangat tidak suka Vanya berada di keluarga mereka. Hal itu lah yang membuat Vanya memilih untuk mencari pekerjaan agar bisa menghasilkan uang sendiri dengan jerih payahnya, tanpa perlu merasa takut lagi apabila tidak di beri uang jajan oleh Fero. Tya pun kadang memberi Vanya uang jajan, namun Vanya menolaknya dengan alasan kalau dia masih punya uang tabungan sendiri.

Sejak duduk di bangku SMP kelas dua, saat dimana Leya tidak ingin lagi berangkat bersama dengannya, Vanya berangkat dan pulang sekolah dengan jalan kaki atau pun naik bus sekolah, dan dengan itulah Vanya bisa mendapat kesempatan bekerja sebagai pencuci piring di sebuah Cafe yang ramai pengunjung dan sangat terkenal. Lagipula bekerja sebagai pencuci piring merupakan pekerjaan yang sangat cocok untuk anak SMP.

Saat SMP kelas tiga, ketika Leya mulai mengajak teman-temannya main kerumah, dan meminta Vanya untuk tidak keluar kamar selama teman-temannya masih ada di rumahnya. Dan saat itu juga berita Leya berpacaran dengan salah seorang siswa di SMA Harapan membuat Leya menjadi lebih sering memanfaatkan Vanya agar bisa bertemu pacarnya, Satya.

"Vanya!, temenin aku yuk!!" ajak Leya yang tengah menarik Vanya yang sedang mengerjakan PR nya.

"Tunggu sebentar, aku selesaikan ini dulu." balas Vanya yang mencoba konsentrasi dengan tugasnya.

"Tapi Satya udah nungguin dari tadi." balas Leya tidak mau kalah.

"Yaudah, bentar ya aku mau ganti masker dulu, yang ini udah kotor." kata Vanya namun Leya masih tetap menahannya.

"Udah, nggak usah ganti, kalau perlu buka aja lagi!!" kata Leya lagi.

"Duh, nggak bisa, tunggu, bentar, nggak lama kok--" perkataan Vanya terpotong ketika tiba-tiba Leya menarik maskernya.

"Tuh kan, ini tuh--"

"Vanya!"

"Vanya!"

Berulang kali Leya menepuk pipi Vanya, karena tak kunjung bangun, Leya berdiri dan memanggil orangtuanya.

"Mah Vanya pingsan!" kata Leya yang terlihat sangat panik.

Tya yang sedang memasak di dapur, langsung mematikan kompor dan berlari melihat Vanya.

"Vanya, bangun sayang!"

"Leya, bantu mama bawa Vanya ke kamar!"

Karena khawatir, tanpa berlama-lama lagi Tya langsung membawa Vanya ke rumah sakit, dan saat Vanya tengah di periksa dokter, disitulah Tya mulai memarahi Leya karena selalu berbuat seenaknya pada Vanya, dan tak tahan dengan perilaku Leya, Tya akhirnya menelpon saudaranya yang ada di Semarang dan memberi tahu padanya agar membawa Leya ke Semarang saja. Fero yang tidak terima dengan keputusan sepihak itu jadi lebih sering memarahi Vanya.
.
.
.
Vanya terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara ribut di depan kamar. Sepertinya Cio sedang bermain.

Karena penasaran, Vanya bangkit dan langsung membuka pintu kamar yang kini memperlihat kan Cio dan anak perempuan yang seumuran Cio, dan Vanya yakin kalau anak perempuan itu bernama Vio.

Vanya merasa terhibur melihat dua bocah itu bermain, walaupun Vio beberapa kali menangis karena Cio yang selalu mengambil mainannya.

Tengah asyik memperhatikan kedua anak itu, atau lebih tepatnya kedua adiknya, Vanya jadi lupa waktu, dan sepertinya sekarang hari sudah menjelang sore.  Mungkin sebentar lagi mamanya akan datang dan membawanya ke rumah sakit.

Bi Mina yang kebetulan telah selesai membuat makanan untuk Cio dan Vio akhirnya membawa kedua anak itu ke ruang makan.

Dan sekarang Vanya baru ingat kalau dirinya juga belum makan sejak pagi, karena di tempat kemah selalu saja ramai. Vanya mengambil ransel nya dan mengecek uang yang masih di simpannya, cukup banyak, jadi Vanya tidak perlu khawatir jika ingin membeli makanan.

Ceklek

Vanya menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka, di depan sana rupanya mamanya datang.

"Siap -siap, kita akan kerumah sakit." kata Lia dan kemudian langsung menutup kamar.

Vanya berdiri di hadapan cermin yang cukup besar, melihat pantulan dirinya, sepertinya Vanya cukup berganti pakaian saja.

-----

.

Next Part :

Kepergiannya
.
.
Berbalik.

Sabtu, 14 Maret 2020

My Wife's Secret (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang