48 | Penyesalan?

136K 8.4K 336
                                    


"Mereka selalu punya cerita"

-----

Rena dan teman-teman nya yang lain dengan segera mengemasi barang-barang mereka. Kini Rena sadar kalau selama ini dia selalu meninggalkan Vanya untuk bertemu teman-temannya yang lain. Mengingat itu membuatnya sungguh merasa bersalah. Bodoh sekali dia sampai tidak sadar kalau Vanya ternyata sudah pergi lebih dulu dari kegiatan kemah ini.

"Vanya.. udah balik duluan ya?" tanya Fia pelan pada Rena. Mereka bertiga, Rena, Fia, dan Riza memang masih berada didalam tenda sembari mengemasi barang-barang mereka.

"Ada apa Lo nyari Vanya?" tanya Rena sinis.

"Gue mau minta maaf sama dia soal foto itu." ujar Fia lebih pelan dari sebelumnya.

Riza yang juga ikut andil dalam rencana itu, ikut mendekat ke arah Rena. Rasa benci sesaat sudah menghilangkan rasa empati dalam diri mereka.

"Terlambat." sahut Rena santai.

Fia dan Riza yang mendengarnya saling menoleh bingung. Terlambat? Benarkah?.

"Vanya beneran udah pulang ya?" tanya Riza kembali memastikan.

Rena mengangguk, bukan hanya Fia dan Riza saja sebenarnya yang ingin meminta maaf pada Vanya, dia pun ingin segera menemui Vanya lalu meminta maaf padanya.

Hening

"Gue denger-denger sembil-eh sepuluh siswa-siswi yang hilang udah di temuin." ucap Riza berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

"Mereka memang sengaja ya?" sahut Fia dengan raut wajah tidak habis pikir.

"Ya gitu deh." balas Riza malas.

Rena bernafas lega ketika telah selesai mengemasi semua barang-barangnya.

"Gue nggak habis pikir kalian bisa setega itu pada Vanya." ujar Rena yang rupanya kembali ke topik awal mereka.

"Kalian tahu nggak sih alasan Vanya pakai masker sampai sekarang?" tanya Rena.

"Apa kalian juga tahu kalau Vanya selalu pakai masker itu udah bertahun-tahun? terus dalam semalam kalian sebarin foto dia!" ucap Rena tidak tahan lagi.

-----

Sementara itu, dirumah sakit, Ryan akhirnya mengalah dan memilih menemani Vanya hingga mendapatkan hasil nya besok. Dalam hati Ryan terus saja berdoa semoga saja Vanya tidak jadi menjadi pendonor kulit untuk Dira.

Rasanya ini adalah kali pertama Ryan mendengar kalau ternyata kulit pun bisa didonorkan, berkat hasil pencariannya di internet, Ryan jadi tahu beberapa hal kalau seharusnya yang menjadi pendonor itu adalah mereka yang sudah meninggal. Ryan percaya itu, walaupun sumbernya tidak jelas karena siapa saja bisa menuliskan hal seperti itu di internet.

"Lo batalin aja janji itu." kata Ryan tiba-tiba setelah kurang lebih satu jam mereka diam saja di depan kamar Dira.

"Tapi kasihan Dira..."

"Dia masih punya masa depan yang cerah." lanjut Vanya lagi.

"Tapi nggak harus lo yang berkorban buat dia." kata Ryan berusaha mengutarakan maksudnya.

Vanya diam, tak ingin membalas lagi perkataan Ryan padanya. Memang benar yang dikatakan Ryan, tidak seharusnya dia berkorban, tapi dia sudah berjanji, dan bagaimanapun Vanya ingin menepati janji itu.

"Kita tunggu sampai besok." kata Vanya mengakhiri perbincangan mereka.

Ryan memijit pelan pelipisnya, hari ini terasa sangat melelahkan, untung saja siswa-siswi yang sempat hilang itu sudah ditemukan.

Vanya yang sedari tadi memperhatikan Ryan menjadi prihatin melihatnya.

"Pasti capek banget ya?" tanya Vanya.

Ryan menoleh dan kemudian menggeleng pelan.

"Nggak kok, cuma lagi banyak pikiran." jawabnya.

"Hmm kamu bawa Hp tidak?" tanya Vanya pelan mengingat sekarang sudah hampir pukul 11 malam, nyamuk-nyamuk pun sudah mulai berlomba-lomba mencari darah segar.

Ryan merogoh saku celananya dan mengambil Hp nya.

"Aku pinjam sebentar ya buat nelpon mama Tya." izin Vanya ketika Ryan menyerahkan Hp itu padanya.

.

Sementara itu, didalam kamar rawat Dira, Lia terus saja terbayang pada masa lalunya saat Vanya masih tinggal dengannya, entah berapa tahun yang lalu.

Lia mengamati telapak tangannya sendiri, tangan yang pernah dia gunakan untuk menyakiti Vanya, hah rasanya dirinya sungguh benar-benar sudah kehilangan akal.

Dira yang kebetulan masih belum tidur padahal jam sudah menunjukan pukul 11 malam dengan jelas dapat melihat mamanya yang sedari tadi melamun.

"Mah.." panggi Dira berusaha mengalihkan fokus mamanya.

"Mama..." panggil Dira lagi ketika tidak mendapat respon apapun dari Lia.

Merasakan tangan seseorang menepuk pelan lengannya, Lia akhirnya tersadar jika sedari tadi dirinya tengah memikirkan hal yang sudah lama dilupakannya.

"Ada apa sayang?, ada yang sakit?" tanya Lia lembut.

Dira menggeleng pertanda tidak apa-apa.

"Kak Vanya nanti datang lagi?"

Lia tidak menggeleng ataupun mengangguk, sekarang dia bisa menyimpulkan kalau Dira belum tahu perihal Vanya yang akan mendonorkan kulit. Dan tentu saja Lia tidak akan memberitahu Dira hal itu, bisa-bisa Dira tidak jadi di operasi.

"Kamu tidur ya sayang, besok kita bicara lagi." perintah Lia pada Dira yang menurut saja.

------

Sedari tadi Satya hanya memperhatikan saja Leya yang berjalan mondar-mandir di depannya, beginilah Leya kalau sudah merasakan panik.

"Kamu bisa tenang nggak sih?" tanya Satya tidak tahan lagi.

"Gimana mau tenang? kalau mereka lapor kepala sekolah gimana?" balas Leya marah.

"Dari awal aku udah nggak yakin sama rencana itu." ucap Satya menambahkan, bukannya memberi solusi.

"Tapi aku bakal ngomong langsung sama Ryan buat tidak memperpanjang masalah ini sampai ke kepala sekolah." ucap Satya lagi, selama ini pertemanannya dengan Ryan masih terhitung baik-baik saja, mungkin.

"Oke, sebelum mereka lapor ke kepsek, kamu harus secepatnya bicara sama Ryan." putus Leya menyetujui ide Satya.

Satya mengangguk, mungkin besok pagi dia akan langsung bergegas menemui Ryan sebelum kemah di bubarkan.

"Sekarang tinggal satu orang lagi yang jadi masalah kita."

"Siapa? soal apa?" tanya Satya bingung, setahunya tidak ada lagi yang perlu di khawatirkan.

"Rayya, dia yang udah buat foto Vanya kemarin hilang nggak bersisa." jelas Leya.

"Nggak papa juga, yang penting fotonya udah sempat tersebar di forum sekolah." balas Satya santai.

"Kita lupain aja soal Rayya, Dara, dan siapapun yang pernah kerjasama sama kamu."

"Yang lebih penting sekarang adalah tentang kemah ini." jelas Satya lagi.

"Tapi kamu yakin nggak kalau Ryan bisa batalin laporan ke kepala sekolah?"

"Yakin nggak yakin sih, yang penting udah coba, tinggal lihat aja besok." kata Satya berusaha optimis.

Karena waktu yang sudah semakin larut malam, Leya memutuskan untuk kembali ke tendanya, lagi pula, malam ini terasa sangat dingin dari pada malam malam sebelumnya.

"Besok kita pulang bareng." teriak Satya pada Leya yang sudah berjalan cukup jauh. Leya yang mendengarnya hanya membalas dengan lambaian tangan, memangnya dengan siapa lagi dia pulang kalau bukan bersama Satya?

----

Jangan lupa tinggalkan jejak^^

My Wife's Secret (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang