43 || Rumit

134K 9.3K 653
                                    

-----

Keesokan harinya, Vanya sengaja bangun pukul 05.00, suasana yang banyak memberikan ketenangan.

Kini pikirannya kembali di penuhi dengan Lia, mamanya. Hari ini adalah hari terakhir dari hari yang sudah dia janjikan, tepatnya hari ini adalah hari ketiga setelah perjanjian saat di gedung lama itu.

Vanya merapatkan jaket yang di kenakannya ketika merasakan udara cukup dingin, bagaimana tidak, matahari saja belum menampakkan sinarnya.

Berjalan tak tentu arah membuat Vanya sedikit khawatir kalau dirinya tersesat. Untuk itu Vanya sengaja menghentikan langkahnya tepat di atas bukit, yah walaupun tidak setinggi bukit-bukit lain yang ada di sekitarnya.

Tak ada yang istimewa yang dilakukan Vanya, hanya sekedar memandang langit gelap dan rumput yang bergoyang. Vanya sengaja tidak membawa Hp untuk menghindari teror pesan yang tidak di kenal yang datang sejak kemarin. Mengingat itu membuat Vanya jadi bingung sendiri.

Sekarang Vanya hanya perlu memantapkan pilihannya untuk ikut bersama mama kandungnya, karena dengan begitu Leya mungkin akan menghilangkan rasa dendam padanya, Dara pun akan bisa memperjuangkan kembali perihal rasa yang dimilikinya, dan Rena.. tidak perlu terbebani dengan adanya dirinya, tapi bagaimana dengan Ryan?, Vanya hanya berharap semoga saja Ryan dengan mudah melupakannya, karena itulah hal terbaik yang harus dilakukan.

Berulang kali Vanya menepuk dadanya, rasa sesak di hatinya seperti tidak terbendung lagi, rasa sakit di hatinya membuat isakan yang selama ini di tahannya akhirnya keluar juga, isakan pilu yang terdengar sangat menyakitkan itu membuat yang mendengarnya bisa saja merasakannya. Termasuk Rayya, seseorang yang sedari tadi memperhatikan Vanya sejak duduk di sana, seorang diri, di hari yang masih gelap dan dingin.

Sejak kemarin setelah mendengar dengan jelas bagaimana mama kandung Vanya menginginkan Vanya untuk menjadi pendonor kulit untuk anaknya, membuat Rayya menjadi tidak tega pada Vanya, rasanya semua hal yang dia lakukan selama ini tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan mama kandung Vanya. Pantas saja saat itu Vanya terlihat sangat ketakutan.

Dan sejak kemarin juga Rayya mulai memperhatikan segala gerak-gerik Vanya, hingga sekarang, ingin sekali rasanya Rayya berjalan kesana dan mendekap Vanya dalam pelukannya, menyalurkan rasa aman padanya. Walaupun hanya sebentar saja.

Namun, tentu saja Rayya tidak berani melakukan hal itu, hanya satu hal yang perlu di lakukan ya sekarang, yaitu mencari Ryan dan menceritakan semua yang di ketahuinya pada Ryan sebelum terlambat.

------

Tepat jam 07.00 pagi, Fia telah bersiap untuk menemui seseorang yang sudah mengirimnya pesan tadi malam. Dia akan pergi sendiri tanpa mengajak Riza.

Tak perlu waktu lama, akhirnya Fia sampai di kelas X ipa 2 sesuai yang di beritahu di pesan itu semalam.

"Jadi lo yang namanya Fia?" tanya Rayya sinis, dirinya sengaja mengajak Fia untuk mempengaruhi Fia agar tidak menyebarkan foto Vanya dan juga menghapus foto itu secara permanen.

"Lo pasti udah kenal gue." kata Rayya seraya menunjuk dirinya sendiri.

Fia diam, hanya memperhatikan saja seniornya itu.

"Sekarang juga hapus foto Vanya!" perintah Rayya langsung tanpa basi-basi.

"Kak Rayya nggak berhak dengan apa saja yang ada di dalam Hp ini, termasuk foto Vanya." jelas Fia tidak mau kalah.

"Lo harusnya bisa menjaga privasi orang lain, bukannya menyebarkannya."

"Itu bukan urusan Kak Rayya."

Mendengar jawaban Fia, membuat Rayya jadi geram sendiri, apa harus pakai cara kekerasan agar dia mau menghapus foto itu?

"Kayaknya bicara baik-baik emang nggak mempan ya sama lo." kata Rayya dengan perlahan berjalan mendekat ke arah Fia.

Melihat Rayya mendekat, membuat Fia jadi merasa terintimidasi. Rasa takut dalam dirinya perlahan keluar, namun sebelum Rayya benar-benar berada di hadapannya, seseorang tiba-tiba menghampiri mereka.

"Rayya Rayya, lo itu bisanya cuma ngacauin rencana aja ya." Rayya menoleh ketika mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya, suara Leya.

"Leya?" gumam Rayya.

"Lo!" tunjuk Leya pada Fia yang saat ini masih diam di posisinya.

"Tetap lanjutin rencana lo buat sebarin foto Vanya itu." lanjut Leya yang membuat Rayya langsung protes tidak terima.

"Nggak, lo nggak boleh lakuin hal itu, nggak boleh." peringat Rayya pada Fia sebelum termakan omongan Leya.

Fia yang mendengar mereka jadi merasa bingung sendiri, sekarang apa?, tahu begini lebih baik tadi dia mengajak Riza saja untuk ikut.

-----

Terlalu lama berdebat dengan Leya dan Fia, membuat Rayya jadi lupa dengan tujuannya yang lain, yaitu mencari Ryan untuk menjelaskan semuanya.

"Lihat Ryan nggak?" tanya Rayya pada salah satu siswi yang kebetulan lewat.

Siswi itu menggeleng pertanda tidak lihat, dan kembali melanjutkan langkahnya.

Rayya memutuskan untuk berhenti sejenak. Mencoba memikirkan di mana posisi Ryan di saat jam begini.

Dan sekarang Rayya tahu harus mencari kemana.

Tenda utama, tenda yang berisi banyak barang-barang persediaan kemah yang sudah di sediakan oleh anggota Osis.

Di dalam sana cukup Ramai, Rayya jadi ragu untuk masuk, Alhasil Rayya memilih untuk menunggu saja sampai Ryan keluar dari sana.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Ryan keluar juga, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dengan cepat Rayya mengikutinya.

"Gue perlu bicara sama lo." kata Rayya cepat sebelum Ryan melanjutkan langkahnya.

"Nggak ada lagi hal yang perlu kita bicarakan." kata Ryan karena tak ingin gosip-gosip aneh tentang dirinya dan Rayya kembali tersebar.

"Tapi ini penting banget."

Ryan kembali melanjutkan langkahnya, tak berniat sedikitpun untuk mendengar apapun yang ingin di sampaikan oleh Rayya.

"Ini tentang Vanya." sahut Rayya cepat sebelum Ryan berjalan lebih jauh.

-----

"Kenapa nggak pernah cerita?"

Vanya mengernyit bingung, tidak mengerti sama sekali dengan arah pembicaraan Ryan padanya. Terutama ketika Ryan tiba-tiba membawanya kembali ke gedung sekolah lagi.

"Cerita soal apa?" tanya Vanya menanyakan kebingungannya.

"Jangan pura-pura nggak tahu." balas Ryan dingin.

Mendengar nada bicara Ryan yang sudah tidak bersahabat, membuat Vanya merasa was-was jikalau Ryan sudah tahu perihal mama kandungnya.

"Aku benar-benar tidak tahu apa yang kamu maksud."

Harusnya Ryan sadar, tidak mudah membuat Vanya bercerita tentang masalahnya.

Grep

Vanya terdiam kaku ketika tiba-tiba saja Ryan memeluknya, erat, sangat erat.

"Apa lo tega ninggalin gue kayak gini?" Tanya Ryan pelan.

Vanya diam, tidak menduga jika ternyata Ryan benar-benar sudah tahu perihal kepergiannya.

Dengan ragu, Vanya membalas pelukan Ryan dengan tak kalah erat. Untuk sekarang Vanya lebih memilih diam atas segala hal yang akan di tanyakan Ryan padanya.

"Gue nggak akan biarin lo pergi, gimanapun caranya." kata Ryan lagi dan Vanya masih betah dengan keterdiamannya.

-------

Jangan lupa Vote dan komen yah :)

Follow juga boleh, lebih banyak lebih bagus, wkwkwk

Terima kasih untuk pembaca yang masih bertahan hingga part ini, dan juga mohon di maafkan jika cerita ini banyak basa-basinya.

⚠️(Otw menghilang lagi😂)⚠️

My Wife's Secret (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang