57 || Pilihan Mereka

130K 9.2K 636
                                    

Sebelumnya terima kasih untuk semua yang masih bertahan di cerita ini^^

------

Seperti yang Vanya duga, Hari ini mereka tidak terlambat datang ke sekolah, yah walaupun sebenarnya memang mereka sangat jarang terlambat sih.

Seminggu lagi ujian sekolah akan dilaksanakan, beberapa guru pun sudah disibukkan dengan soal-soal yang akan mereka persiapkan untuk ujian nanti. Tidak terasa sudah hampir setahun Vanya bertahan disekolah ini, walaupun sering mendapat tatapan tidak suka dari beberapa murid, namun Vanya sudah merasa terbiasa dengan hal itu.

"Nanti pulang tunggu disini ya, ingat jangan kemana-mana." peringat Ryan sebelum berlalu lebih dulu menuju kelasnya.

Vanya berjalan pelan ke kelasnya, rasanya dirinya belum siap bertemu dengan Dara dan Kinan, apalagi jika mereka mempertanyakan soal apartemen Ryan dan kehadirannya disana.

"Vanya...!" mendengar seseorang menyerukan namanya, Vanya berbalik, rupanya Rena juga baru datang.

"Pulang nanti kita jalan yuk." ujar Rena berjalan bersisian dengan Vanya.

"Kita aja baru datang Ren, dan kamu udah bahas jalan aja." Vanya menggelengkan kepalanya, sepertinya Rena suka sekali memikirkan hal seperti itu.

"Gimana kalau selesai ujian aja?" tawar Vanya mengingat ujian hanya tinggal menghitung hari.

"Boleh deh, yaudah gue masuk dulu ya." ucap Rena melambaikan tangannya singkat dan berlalu masuk kedalam kelasnya.

Vanya memasuki kelasnya, rupanya sudah banyak teman-teman sekelasnya yang datang, termasuk Dara dan Kinan.

Baru saja Vanya duduk di bangkunya, tiba-tiba saja Kinan datang dan langsung menanyakan hal yang sudah dihindarinya sejak kemarin.

"Lo bohong ya soal Kak Ryan itu sepupu lo?" tanya Kinan tepat sasaran.

"Itu--" Vanya ingin menjawab, namun terpotong ketika guru mata pelajaran pertama memasuki kelas mereka.

"Istirahat nanti, gue tunggu jawaban lo." ucap Kinan sebelum berlalu menuju bangkunya.

Vanya menghela nafas lega, kemudian memperbaiki posisi maskernya yang terasa miring, setelahnya barulah Vanya berusaha fokus mengikuti pelajaran hingga selesai.

-----

Sepertinya hari ini Vanya akan banyak menghadapi hal yang tidak di duganya. Seperti saat ini, Ryan datang ke kelasnya untuk mengajaknya makan di kantin. Tentu saja Vanya dengan keras menolaknya, bisa-bisa seisi kantin akan terus memandanginya, lumayan tontonan gratis, kapan lagi melihat gadis yang selalu pakai masker itu makan di kantin. Pasti banyak yang penasaran dengan cara makan Vanya.

"Sama aku aja yuk kak!" Dara menyahut dengan antusias, berjalan mendekat kearah Ryan. Memulai drama.

Sebisa mungkin Vanya menahan diri, dihadapkan pada dua pilihan sulit seperti ini sungguh membuatnya tidak nyaman.

Kalau Vanya tidak ikut, pasti Dara akan berduaan saja dengan Ryan, membayangkannya saja Vanya merasa.. entahlah.

Tapi kalau dia ikut, pasti banyak yang memperhatikannya. Baik Vanya makan atau tidak sekalipun, keadaannya akan tetap sama.

"Gue juga ikut ya." satu lagi suara datang, rupanya Kinan juga ingin bergabung.

"Yaudah, aku ikut juga." pasrah Vanya pada akhirnya.

Baru saja mereka keluar dari kelas Vanya, ternyata Putra dan Deril sudah menunggu di luar kelas.

"Lama banget sih, udah laper nih gue." ucap Deril dengan nada kesal yang dibuat-buat.

"Yang suruh nungguin siapa? Nggak ada." balas Ryan seraya berlalu lebih dulu layaknya seorang pemimpin.

"Lo masih hutang penjelasan ke gue." Kinan berbisik pada Vanya, kembali mengingatkan Vanya akan hal yang masih membuatnya bingung. Lagi-lagi Vanya hanya balas mengangguk.

------

Vanya duduk di bangku kantin dengan gelisah, pasalnya dirinya pun ikut memesan makanan. Dan hanya menunggu sebentar saja hingga makanan yang mereka pesan akan di sajikan.

"Ak-aku nggak jadi makan deh." ucap pelan Vanya berniat pergi namun langsung di tahan oleh Ryan.

"Tenang aja ya, makan kayak biasa aja." ujar Ryan berusaha menghilangkan kegelisahan yang dirasaka Vanya.

Vanya mengangguk pelan, anggap saja kali ini dia makan seperti saat pergi cafe's permata. Oke Rileks...

"Kamu pindah duduk sini aja biar nyaman." Ryan berdiri, memindahkan salah satu kursi untuk Vanya agar bisa makan dengan nyaman, dengan posisi itu Vanya tidak akan terlihat mencolok dari sebelumnya.

Sepertinya memang ada sesuatu diantara mereka. Batin Kinan.

Tak lama kemudian, makanan mereka akhirnya datang juga, Kinan dan Dara memesan Bakso sedangkan Ryan, Vanya, Deril dan Putra dengan kompak memesan nasi goreng.

Dara yang suka makan pedas, langsung mengisi baksonya dengan saos sambal yang cukup banyak. Karena itu juga Dara menjadi orang pertama yang menghabiskan segelas es jeruknya hingga tandas. Padahal, baksonya masih tersisa setengah.

"Biar gue pesenin lagi." Vanya cukup terkejut melihat kepedulian Ryan pada Dara.

"Makasih ya." ucap Dara senang. Hal inilah yang membuatnya sangat bersemangat untuk bekerja sama dengan Ryan, selain mendapat perhatian dari Ryan, Dara juga bisa punya banyak waktu untuk terus dekat dengannya karena biar bagaimanapun, perasaannya terhadap Ryan masih tetap ada dan akan selalu ada.

Vanya kembali merasakan perasaan itu lagi.
Ada apa sebenarnya dengan dirinya?

-----

"Rencana yang waktu itu sempat kita lakukan, kita batalin aja." ucap Ryan pada Dara, Deril dan Putra yang saat ini mereka semua tengah berada di tempat biasa, rumah Deril.

Sepulang sekolah tadi Vanya izin padanya untuk pergi bersama Rena, dan Ryan pun langsung percaya hal itu.

Tidak, Vanya tidak benar-benar pergi bersama Rena, mereka berencana pergi setelah ujian selesai, hari ini Vanya akan bertemu Leya.

"Loh kenapa?" tanya Dara.

"Iya Yan, berhubung udah lo jalanin kenapa nggak di lanjutin aja?" tanya Deril ikut bingung.

"Gue nggak mau lagi lihat Vanya terus-terusan kayak orang bingung, Vanya...udah mulai terbuka sama gue." jelas Ryan.

Putra bangkit dari duduknya, berpamitan terlebih dahulu untuk pulang, dirinya sungguh mengantuk sejak bel pulang sekolah berbunyi. Lagi pula, Putra sudah tahu apa yang ingin dikatakan Ryan.

"Yaudah kalau itu mau lo." Deril menggedikan bahunya, pertanda tidak masalah dengan hal apapun terkait keputusan Ryan. Lain halnya dengan Dara yang masih terdiam, merenung.

"Makasih ya Dar udah bantuin gue sejauh ini."

Dara menoleh, tersadar akan dirinya yang sempat melamun, sepertinya memang Dara harus melupakan semua perasaannya.

"Sama-sama, gue juga senang bisa bantu lo." balas Dara tersenyum.

"Oh iya Yan, program OSIS udah selesai semua ya?" tanya Deril mengingat sebentar lagi ujian semester, dan masa kepengurusan mereka pun akan segera berakhir.

"Udah semua, kita tinggal nyiapin acara perpisahan aja buat kelas XII."

"Bagus deh kalau gitu."

"Kapan-kapan kita main basket lagi yuk!" ucap Deril lagi tak kehabisan topik pembicaraan, baru saja mereka membahas soal Osis, kini berganti lagi dengan basket.

"Lo bisa main basket juga?" tanya Dara meremehkan kemampuan Deril, Dara sama sekali tidak pernah melihat Deril memainkan bola orange yang satu itu.

------

Jangan lupa tinggalkan jejak, banyak jejak=cepat update..

Jangan lupa follow juga ya^^
Sekalian mampir di cerita aku yang baru wkwkwk..

My Wife's Secret (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang