-----
"Mulai sekarang kita tidak perlu ketemu lagi." kata Lia tepat dihadapan Vanya yang kini mengerjap bingung.
"Tapi hasilnya belum keluar." balas Vanya bingung. Apa maksud perkataan mamanya?
"Sekarang kamu boleh pergi, perjanjian itu sudah saya batalkan, kamu boleh pergi." jelas Lia singkat dan langsung berbalik masuk kedalam Kamar Dira.
Vanya diam, masih berusaha meresapi apa yang sudah dikatakan mamanya tadi, apa sekarang dia tengah bermimpi?
"Kita pulang sekarang." ujar Ryan menarik Vanya pergi, sebenarnya sedari tadi memang Ryan mendengar pembicaraan mereka, dan sungguh dia sangat senang mendengar itu. Yah, walaupun mama Vanya tidak memberitahukan alasannya.
"Tapi Dira--"
Belum sempat Vanya melanjutkan perkataannya, Ryan langsung menoleh padanya dan mengisyaratkan agar Vanya diam saja.
Vanya menurut, tak lagi mengeluarkan sepatah kata pun hingga mereka tiba di parkiran dan masuk kedalam mobil Ryan.
"Putra.. udah ada kabar belum?" tanya Vanya ketika sudah mendudukan dirinya dengan nyaman didalam mobil, namun kembali teringat akan Putra yang kemarin sempat menghubunginya ketika masih berada dirumah Lia.
"Putra?" tanya Ryan sembari menyalakan mesin mobil.
"Kemarin dia bilang kalau ada urusan di luar kota sama keluarganya." jelas Vanya, padahal sejak semalam dia ingin mengatakannya. Akan tetapi, melihat keadaan Ryan yang terlihat sangat lelah membuatnya tidak jadi mengatakannya. Tak ingin menambah beban pikiran Ryan.
"Dari kemarin dia nggak ngasih kabar ke gue atau Deril, kok dia ngasih kabar ke lo?" tanya Ryan penasaran, sekaligus ingin tahu sejauh apa Vanya mengenal Putra.
Vanya menggelikan bahunya, dia juga tidak tahu kenapa Putra tiba-tiba saja menghubunginya kemarin, atau mungkin ada yang disembunyikan Putra?
"Putra sebenarnya udah biasa menghilang kayak gitu, apalagi waktu SMP,. Biasanya seminggu sekali pasti nggak masuk sekolah dan nggak ada kabar apapun." jelas Ryan pada Vanya yang sebenarnya tidak bertanya :).
"Tapi emang baru kali ini sih dia pergi pas masih ada kegiatan." tambah Ryan lagi.
Vanya mengangguk menanggapi, namun seketika teringat dengan barang-barangnya yang masih berada di rumah Lia-mamanya.
"Kita langsung pulang ya?" tanya Vanya memastikan dan dijawab anggukan singkat oleh Ryan.
"Hmm, kita pergi kerumah mama dulu ya, barang-barang aku masih disana." pinta Vanya sebelum mereka pergi semakin jauh.
"Dari sini tinggal belok kiri?" tanya Ryan memastikan jalan yang mereka lalui setelah Vanya menyebutkan alamatnya.
Mobil berhenti, tepat di depan rumah yang kini sudah cukup familiar Dimata Vanya.
Vanya turun dari mobil dan meminta Ryan untuk menunggunya sebentar.
Baru saja akan mengetuk pintu, ternyata pintunya sudah terbuka lebih dulu, tepatnya seseorang dari dalam sana baru saja membukanya saat hendak keluar.
"Loh Vanya?" tanya Anton bingung, menoleh kanan kiri untuk memastikan keberadaan Lia yang mungkin saja datang bersamanya.
"Saya mau ambil barang-barang saya om." Ucap Vanya sopan.
"Oh, silahkan masuk." Anton bergeser dari pintu agar Vanya bisa masuk.
"Kamu nggak akan balik kesini lagi ya?" tanya Anton ketika Vanya turun dengan Ransel di bahunya.
Vanya mengangguk ragu, memang sepertinya dia tidak akan pernah datang lagi kesini sesuai ucapan mamanya. Setelahnya Vanya langsung berpamitan pergi.
-----
Hari ini Vanya dan seluruh siswa -siswi SMA Harapan sudah kembali bersekolah seperti biasa. Hari ini Ryan berencana menemui kepala sekolah agar bisa menangani kasus yang terjadi saat kemah beberapa hari kemarin. Ryan akan menjelaskan secara rinci sesuai dengan yang dikatakan Deril padanya dan juga beberapa kesaksian anggota Osis yang lain.
"Ryan!"
Mendengar seseorang menyerukan namanya, Ryan berbalik dan melihat Satya tengah berlari mendekatinya.
"Loh Satya? dari mana aja lo?" tanya Ryan mencoba berbasa-basi selagi Satya masih menormalkan deru nafasnya karena berlari.
"Gue perlu bicara sama lo, penting." ucap Satya seraya menepuk pelan bahu Ryan agar berjalan mengikutinya.
"Soal apa?" tanya Ryan.
"Nanti juga lo tahu, sekarang ikut aja dulu." balas Satya santai.
Satya membawa Ryan ke koridor yang berada tidak jauh dari perpustakaan, namun sebelum itu harus melewati kelas X.
Saat melewati kelas X IPA 3, Ryan dapat melihat dengan jelas Vanya didalam kelasnya, sepertinya Vanya tengah mengerjakan tugas, pikir Ryan ketika melihat beberapa buku berserakan dimeja Vanya.
Sebenarnya Vanya tidak sedang mengerjakan tugas, dia hanya akan merapikan isi tasnya yang memang tidak tertata dengan rapi karena ada banyak buku yang di bawanya.
"Iya gue juga sempat nonton, keren banget" sayup-sayup Vanya bisa mendengar suara Dara yang sudah beberapa lama ini duduk bersama Lisa, di bangku jejeran depan.
Rasanya sudah lama sekali Vanya tidak bertegur sapa dengannya. Dan rasanya sudah lama sekali dirinya tidak berinteraksi lagi dengan teman-teman sekelasnya, karena Dara lah yang selama ini selalu mengajaknya mengobrol ketika dikelas.
"Jangan lupa datang ya." kata Dara dengan seraya tersenyum manis kepada salah satu teman sekelasnya setelah memberi kan sebuah--entahlah Vanya tidak terlalu memperhatikannya.
"Wih undangan acara dalam rangka apa nih?" tanya Fera, cewek yang terkenal cerewet didalam kelasnya.
"Cuma pengen aja sih." balas Dara senang.
Tuk
Vanya berbalik ketika merasakan seseorang menepuk bahunya pelan.
"Lo juga nggak diajak ya sama dia?" tanya cewek itu pada Vanya namun pandangannya masih tertuju ke arah Dara.
Vanya bingung harus merespon bagaimana, pasalnya dia tidak tahu nama cewek yang baru saja berbicara padanya itu, padahal mereka berada dalam kelas yang sama.
"Kenalin, gue Kinan." dengan canggung Vanya membalas uluran tangan Kinan, kini Vanya ingat sekarang, kalau tidak salah nama lengkap Kinan itu..
"Kinanti Putri..." gumam Vanya yang ternyata di dengar oleh Kinan.
"Nah, itu lo tahu, lain kali jangan sampai lupa nama gue ya." kata Kinan yang kemudian bergegas pergi bersama bendahara kelasnya, Vanya lupa namanya. Lagi.
Vanya tidak menyangka jika dirinya masih bisa merasakan kehidupannya lagi, rasanya beban-bebannya kini seperti tidak ada lagi, Mamanya sudah melepaskannya, walaupun Dira masih belum sembuh tapi Vanya yakin kalau secepatnya Dira akan sembuh. Masalah fotonya Yang sempat beredar saat kemarin beberapa hari kemarin juga perlahan hilang jejaknya. Hanya satu hal yang mengganjal di pikirannya sejak beberapa hari lalu, yaitu perkataan Putra saat menghubunginya waktu itu.
"Lo harus cari tahu siapa yang kirim pesan teror itu. (Cek part 43) " kata Putra yang sampai saat ini masih terngiang olehnya.
"Kenapa Putra bisa tahu soal teror pesan itu?" gumam Vanya.
Vanya membuka tasnya dan mengambil Hp nya, kemudian mengecek kembali pesan yang sempat di lupakannya. Total 20 pesan yang masuk dan semuanya tidak jelas apa isinya, Dan lebih buruknya lagi nomor yang mengirimnya pesan semuanya berbeda-beda.
----
Jangan lupa Vote dan komen, karena vote dan komen yang banyak itu = cepat update👻
Bagian teror ada di part 43
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife's Secret (COMPLETED)
Ficção Adolescente[PART MASIH LENGKAP] "Buka masker lo!" "Nggak" "Yaudah, lo tinggal diluar aja" "Nggak akan" Vanya veranya, seorang cewek yang di juluki gadis misterius disekolahnya karena Selalu mengenakan masker serta jaket bahkan ketika jam pelajaran. Ryan Keanno...