-ku pikir hanya aku yang merasakannya-_Vanya - Veranya_
-----
"Ma-ma?"
"Kamu ngapain disini?" tanya Tya, mama angkat Vanya.
"Aku kangen banget sama mama." kata Vanya yang langsung memeluk Tya.
"Mama juga kangen banget sama kamu, kamu udah jarang datang ke rumah."
"Kita ke rumah yuk." ajak Mamanya namun Vanya masih bergeming di tempatnya.
"Tenang saja sayang, Ayah lagi di luar kota."
Vanya bernafas lega, setelahnya langsung berjalan beriringan bersama Tya sampai ke rumah.
"Mama tadi dari mana? Kok jalan kaki?" tanya Vanya bingung, pasalnya mamanya tidak membawa apapun.
"Dari rumah Bu Wanda, ada acara, karena dekat jadi mama jalan aja." jelas Tya.
Vanya kembali memandang pagar rumah yang menjulang di hadapannya, memejamkan mata sebentar sebelum akhirnya mengikuti mamanya masuk.
Sepi
'Apa Leya ada di kamarnya?' batin Vanya ketika tidak menemukan Leya di ruang tamu maupun di dapur.
Sebelum memutuskan untuk naik ke lantai dua dan menghampiri Leya, Vanya terlebih dahulu membantu mamanya membereskan dapur yang cukup berantakan.
"Kamu kok bisa ada di sana?" tanya Tya, ketika teringat posisi Vanya yang berada tidak jauh dari rumah.
"Itu-aku tadi ke taman dekat kompleks, berhubung ada di sekitar sini jadi aku mampir dulu."
"Aku ke atas dulu ya mah." kata Vanya sebelum mamanya sempat bertanya lagi.
Vanya kembali menghembuskan nafas pelan, kini dia berada di depan kamar Leya, dan Vanya yakin jika Leya pasti ada di dalam, mengingat bagaimana musik terdengar dari dalam sana.
Tok tok tok
Vanya menunggu hingga sang empu membuka kamar sembari mengedarkan pandangannya, tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti dulu. Ingatkan Vanya untuk melihat-lihat kamarnya sebelum pulang.
Seakan teringat, Vanya melihat jam yang terpajang di dinding dekat kamar Leya, ternyata sudah setengah jam terhitung sejak Ryan meninggalkannya di taman dan setengah jam lagi pasti Ryan datang menjemputnya.
Ceklek
Leya cukup terkejut melihat seseorang di depan kamarnya.
"Ngapain?" tanya Leya sinis.
"Mm aku boleh masuk nggak?" tanya Vanya agar mamanya tidak mendengar percakapan mereka.
Leya berlalu masuk, Vanya hanya mengikuti di belakang setelah sebelumnya menutup pintu.
"Kamu kan yang udah buat Rayya marah?" kata Vanya langsung tanpa basa-basi.
"Gue?, bukannya lo yang udah ngerebut pa.car.nya?" balas Leya penuh penekanan.
"Tapi itu semua bukan keinginan aku." balas Vanya lagi.
"Bukan kata lo?!, trus kenapa waktu itu lo setuju kalau mau di jodohin?!" kata Leya yang sepertinya mulai tak terkendali.
Menyadari situasi yang semakin memanas, Vanya memilih diam, tak ingin membalas lagi.
"Kenapa diam?"
"Setelah lo ngerebut semuanya dari gue, lihat kan sekarang lo pun udah ngerebut kebahagiaan orang lain, lo lihat Rayya sampai ngelakuin itu karena dia emang sayang banget sama pacarnya dulu, dan apa lo yakin kalau Ryan juga bahagia nikah sama lo? Dia itu cuma terpaksa!!" Leya sampai mengeluarkan semuanya, dirinya sudah tidak sanggup lagi jika harus memendamnya.
"Dan perbuatan Rayya di sekolah itu belum seberapa dengan sakit yang udah lo perbuat, dia sakit hati!" lanjut Leya yang tidak ingin membiarkan Vanya berkata sepatah kata pun sebelum dia mengeluarkan semua amarahnya.
"Tap--" Leya kembali menyela, sehingga Vanya tidak jadi melanjutkan perkataannya.
"Ingat!, gue akan buat lo lebih sakit lagi dari pada apa yang udah gue rasakan sejak insiden itu, dan gue juga akan buat orang-orang di sekitar lo buat ngelakuin hal yang sama."
Vanya mencoba menetralkan deru nafasnya, dirinya tidak boleh sampai kelepasan seperti Leya, dan mengapa semua perkataan Leya memang benar adanya?
"Jelaskan, apa saja yang udah aku rebut selama ini?, tolong jelaskan biar aku bisa tahu dan mencoba memperbaikinya." kata Vanya pelan, berusaha meredam amarah yang sempat tersulut.
"Lo udah ngerebut perhatian mama sama papa sejak datang ke rumah ini, lo itu bukan siapa-siapa, lo cuma orang asing yang di temuin di rumah sakit!"
"Karena lo mama jadi jarang punya waktu buat gue."
"Lo udah buat gue nggak punya teman lagi di sekolah, karena lo mereka semua pergi ngejauhin gue."
"Mereka takut sama orang aneh kayak lo!"
"Karena lo juga gue jarang pergi buat sekedar jalan-jalan, buat nemenin lo di rumah!"
Leya menghela nafas pelan, sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataannya.
"Jadi apa lo bisa mengembalikan semuanya? Apa lo bisa memperbaiki semua itu?" teriak Leya tepat di hadapan Vanya.
Vanya merasakan sesak di dadanya, rasanya seperti di tusuk ribuan jarum, bahkan untuk berkata pun rasanya sangat sulit. Tidak tahukah Leya kalau dirinya juga tengah merasakan sakit saat itu?, tidak tahukan Leya kalau itu semua bukan karena keinginannya?, tidak tahukah Leya kalau dirinya lah yang paling merasakan sakit?
Vanya mengusap dadanya pelan, rasa sakit itu bahkan kian terasa di relung hatinya.
'Kalau aku bisa memilih untuk tinggal di mana saja, tentu saja aku akan memilih untuk tinggal di mana mereka menginginkanku, sayangnya aku bahkan tidak punya kesempatan untuk memilih'
'Tidak tahukah Leya kalau ayahpun membenciku?'
'Di sekolah SD ku yang pertama, sebelum semuanya terjadi akupun tidak punya teman'
'Mereka bahkan takut padaku sebelum mengenalku'
'Aku.........'
"Lo tahu apa yang paling buat gue benci banget sama lo?" tanya Leya lagi.
"Karena lo, gue harus tinggal terpisah sama orangtua kandung gue sendiri!" lanjut Leya tanpa memikirkan perasaan Vanya.
"Cukup." kata Vanya pelan, kini dirinya tengah terduduk dengan air mata yang seakan tak ingin berhenti.
"Tolong berhenti." pinta Vanya pada Leya yang sepertinya masih dalam mode kesalnya.
"Aku-aku memang tidak bisa mengembalikan semuanya, tapi.. aku akan berusaha buat memperbaiki itu semua."
"Okee, gue tunggu janji lo." kata Leya yang akhirnya berlalu keluar kamar meninggalkan Vanya dengan keterpurukannya.
Tya yang kebetulan naik ke lantai dua tidak sengaja berpapasan dengan Leya di tangga.
"Leya, kamu lihat Vanya nak?" tanya Tya lembut.
Leya mengedikan bahunya acuh, "Nggak tahu."
Setelah sampai di anak tangga terakhir, Leya dapat melihat kehadiran Ryan yang tengah duduk di ruang tamu.
'Pantas saja mama mencari anak itu' batin Leya tidak suka.
Disisi lain Tya mencari Vanya ke kamarnya, namun Vanya tidak di sana.
"Vanya?" tanya Tya seraya mengetuk pelan pintu kamar Leya.
Vanya yang mendengar suara mamanya dengan segera menghapus air matanya dan berusaha untuk bersikap senormal mungkin.
"Ada apa mah?" tanya Vanya ketika membuka pintu.
Tya tampak memperhatikan keadaan Vanya, tanpa berkomentar apapun dia membawa Vanya turun untuk menemui Ryan yang datang menjemputnya.
"Ryan udah nungguin kamu dari tadi."
-----
Tbc
1000 KataJangan lupa Vote dan komen yah, dan terima kasih bagi pembaca yang sudah bertahan sampai part ini.
Semoga nggak gantung lagi 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife's Secret (COMPLETED)
Novela Juvenil[PART MASIH LENGKAP] "Buka masker lo!" "Nggak" "Yaudah, lo tinggal diluar aja" "Nggak akan" Vanya veranya, seorang cewek yang di juluki gadis misterius disekolahnya karena Selalu mengenakan masker serta jaket bahkan ketika jam pelajaran. Ryan Keanno...