Sasori melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa ke dalam apartemen milik adik kesayangannya itu. Beberapa menit yang lalu ia mendapatkan telfon dari Sakura bahwa putrinya Sarada hilang dan itu membuatnya syok sehingga tanpa pikir panjang ia segera datang ke tempat ini meninggalkan rapat yang akan dimulai 1 jam lagi. Tak peduli akan beberapa perusahaan mungkin akan menghentikan kerjasama dengannya karena ketidak hadirannya di rapat itu yang terpenting ia bisa menemui Sakura serta mencari tahu keberadaan keponakan kecilnya itu.
"Sakura..." Sasori membuka pintu kamar adiknya yang tak terkunci dengan kasar. Mendapati Sakura yang tengah duduk meringkuk di sudut ruangan dengan keadaan yang kacau bukan hanya Sakura tapi juga apartemennya sangat berantakan.
Sakura mendongak ketika mendengar suara seseorang memanggilnya, ia beranjak dari duduknya lalu berlari menghamburkan pelukannya pada Sasori. "hiks nii-san Sarada hilang"
Sasori membalas pelukan adik kesayangannya itu lalu mengelus kepalanya dengan lembut. Ia merasa terluka ketika melihat Sakura seperti ini. Setelah kedua orang tua mereka meninggal Sasori berjanji akan menjaga dan menyayangi adik satu-satunya itu dengan sepenuh hati. Pikirannya kembali melayang ke beberapa tahun lalu, dimana Sakura yang melarikan diri karena dirinya hamil, saat itu Sasori sangat syok dan mengarahkan seluruh anak buahnya untuk mencari keberadaan adiknya itu. Dan benar saja adiknya melarikan diri ke rumah pamannya. Dan tanpa banyak kata ia menyeret wanita itu untuk pulang ke rumah. Sakura yang takut akan dimarah oleh kakaknya berusaha untuk menyiapkan hati, tapi ternyata tidak kakaknya malah memperlakukannya dengan lembut dan menyuruhnya menjaga kandungannya itu dengan baik.
Sasori yang penasaran siapa ayah dari bayi itu pun bertanya, dengan berat hati Sakura menceritakan semuanya serta dengan alasan mengapa Sakura melarikan diri. Sasori tak terima atas apa yang pria itu lakukan pada adiknya. Hanya ingin merasakan enaknya saja, setelah tahu bahwa Sakura hamil pria itu dengan enak menyuruhnya menggugurkan kandungannya karena tak ingin cita-citanya menjadi pengusaha sukses tidak tercapai. Sakura pun yang tak ingin melakukan hal keji itu memilih lari dan menjauh dari pria itu. Dan berakhirlah ia dengan kakaknya ini.
Setelah mendengar semua penjelasan Sakura, Sasori tentu saja tak menerima jika adiknya diperlakukan seperti itu. Ia berencana akan memukul pria itu sampai babak belur tapi Sakura melarangnya dengan alasan itu hanya akan menambah besar masalah. Sasori yang tak ingin membuat adiknya semakin sedih pun menuruti keinginan Sakura. Dan menjaga Sakura hingga ia melahirkan. Setelah beberapa bulan Sakura melahirkan Sarada, gadis itu meminta kakaknya untuk memperkerjakannya di perusahan keluarganya terserah di bagian apa saja asal ia bisa bekerja dan tak merepotkan kakaknya. Sasori sempat menolak ya karena Sarada masih beberapa bulan dan perusahaan itu milik mereka jadi Sakura tak perlu bekerja, tapi dasar adiknya yang keras kepala. Akhirnya ia menyetujui keinginan Sakura dan menempatkan adiknya itu di bagian pengelola keuangan, berhubungan juga wanita itu mengambil kuliah dengan jurusan Akuntansi. Dan baru sebulan bekerja wanita pink itu sudah mampu mengotrol keuangan perusahaan dengan baik membuat Sasori merasa sangat bangga dengan adiknya itu.
Lamunan pria berambut merah itu buyar ketika mendengar isakan yang keluar dari mulut Sakura, ia menuntun adiknya untuk duduk di tepi ranjang. Menangkup kedua pipi Sakura dengan lembut.
"Aku akan mencari Sarada, kau tenang saja Saku"
"Hiks aku bodoh nii-san bagaimana bisa aku lalai menjaga putriku sendiri. Aku bukan orangtua yang baik"
"Tenanglah Saku aku yakin Sarada baik-baik saja"
"Baik-baik saja bagaimana. Sudah tiga hari Sarada hilang dan tak ada satupun kabar baik yang mengatakan bahwa mereka telah menemukan putriku" ucap Sakura dengan keputusasaan.
"Aku tahu perasaanmu. Tapi kau juga harus memperhatikan dirimu sendiri. Lihat kantung matamu sudah sama persis seperti panda dan tubuhnya hanya menyisahkan tulang saja" Sakura melebarkan matanya mendengar ucapan yang seperti hinaan itu dari mulut kakaknya. Dengan tenaga yang masih tersisa ia menjambak rambut merah Sasori membuat pria itu meringis sakit.
"Maaf Saku. Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat saja"
"Kau menyebalkan nii-san"
"Ya sama-sama. Baiklah kalau begitu kau harus makan. Apartemenmu nanti aku yang urus"
Sakura mengernyitkan alisnya ketika merasa ada yang aneh, "nii-san bukannya kau ada rapat penting hari ini?"
"Iya aku tak menghadirinya, aku lebih mengkhawatirkan dirimu" bukannya terima kasih atau tangisan haru yang akan Sakura berikan padanya melainkan pukulan di dadanya sehingga membuat pria itu kembali meringis. Sakura benar-benar jelmaan monster pukulannya begitu menyakitkan.
"Sakit Saku..."
"Kau gila nii-san itu adalah rapat penting yang harus kau hadiri, dan apa-apaan alasan mengkhawatirkanku cepat hadiri rapat itu"
Sasori menggaruk kepalanya yang tak gatal, Sakura seperti copyan ibunya jika sedang kesal akan menjadi menyebalkan seperti ini.
"Kau mengusirku Saku?"
"Iya. Apa kau keberatan?" pria itu kembali dibuat bingung dengan sikap adiknya yang berubah-rubah, tadi dia menangis sekarang marah-marah tak jelas.
"Hmm baiklah Saku aku akan menghadiri rapat itu. Tapi ingat kau harus makan dan rapikan apartemenmu yang berantakan ini"
"Siap"
Sasori menatap wajah adiknya itu sejenak, lalu menghembuskan nafasnya pasrah. Ia tak akan menang jika harus berdebat dengan Sakura. Dengan berat hati ia meninggalkan adiknya itu sendiri di apartemen dan ia akan menghadiri rapat penting yang diadakan di perusahaan seorang pengusaha terkenal tersebut.
.
.
.
Kaki kecil gadis itu melangkah dengan pelan menuju meja makan, yang sudah ada Sasuke serta makanan di meja tersebut. Sudah tiga hari gadis kecil itu bersamanya, dan tentu saja Sasuke selalu mengatakan pada Sarada bahwa jangan takut jika bersamanya dia adalah orang baik. Sarada yang memang merasa nyaman dari awal dengan pria itu pun mengikuti ucapannya, bahkan ia tak akan merasa ragu untuk memeluk pria yang sudah dianggap ayahnya sendiri itu. Sasuke pun senang dengan tingkah gadis itu padanya, ia pada awalnya merasa sedikit heran. Sejak kapan dirinya menyukai anak kecil. Dan kenapa dengan waktu yang baru beberapa hari ia menjadi sayang pada Sarada seperti gadis itu mempunyai hubungan darah dengannya.
Lamunan pria Uchiha itu buyar ketika terdengar suara Sarada memanggilnya, ia menoleh sambil tersenyum hangat. Senyum itu sangat jarang ia perlihatkan pada siapapun hanya orang-orang tertentu.
"Hn"
"Paman aku tak bisa naik di kursi ini" Sasuke terkekeh melihat wajah sebal gadis itu karena tak bisa naik di kursi. Ia juga sempat lupa bahwasanya selama beberapa hari ini ia yang akan menggendong Sarada dan menaruhnya di atas kursi.
Ia pun mengangkat tubuh Sarada yang sedikit berisi itu lalu mendudukannya, sebelum kembali ke tempat duduknya Sasuke memberikan kecupan singkat di pipi gembul gadis itu.
"Kenapa paman sangat suka mencium pipiku sama seperti mama saja"
"Karena pipimu menggemaskan"
"Dan alasan yang sama seperti mama" lanjut Sarada.
Sasuke tak mengeluarkan suaranya lagi, ia memilih menyodorkan sepiring nasi goreng ekstra tomat ke hadapan Sarada dengan segelas susu. Sarada yang mengerti pun memulai makan makanannya. Dans soal nasis goreng ekstra tomat, ia telah memberitahu Sasuke bahwa ia adalah maniak tomat. Sasuke sedikit tertegun dengan pernyataan gadis itu, bagaimana bisa mereka menyukai makanan yang sama.
"Kau ingin ikut paman ke kantor?"
Sarada menghentikan acara makannya sejenak sambil menatap Sasuke dengan mata berbinar, ia mengangguk antusias. Sebenarnya ia sedikit bosan dengan tinggal di tempat penitipan anak. Walaupun disana banyak teman-teman seumuran dengannya tapi ia tak terlalu suka, ia ingin dekat dengan Sasuke.
"Iya paman aku mau"
"Kalau begitu habiskan makananmu"
Gadis itu kembali melanjutkan acara makannya yang tertunda dan segera menghabiskan makanannya.
.
.
.
Bersambung...
Vote dan komen....
..
.
Selamat tahun baru gaess🎉🎇
KAMU SEDANG MEMBACA
Fusion of Destiny (End)
FanfictionSasuke baru saja akan masuk ke dalam mobilnya namun tertunda ketika ia tak sengaja melihat seorang gadis kecil tengah duduk meringkuk di depan mobilnya sambil menangis. Seolah gadis itu memiliki magnet yang mampu membuatnya mendekat dan merasa penas...