Duaenam

8.3K 805 24
                                    

Sarada menatap bingung ibunya yang datang dengan langkah terburu-buru tanpa membawa donat pesanannya. Wajah ibunya pun terlihat memerah entah karena apa.

"Mama kenapa?"

"Kita pulang sayang" bukannya menjawab pertanyaan putrinya. Sakura malah membawa Sarada gendongannya. Tak lupa ia menaruh beberapa lembar uang. Makanan yang dipesan oleh mereka sudah terhidang jadi tak mungkin ia tak membayarnya.

"Tapi makanannya belum dimakan maa"

"Sudah sayang kita bisa makan di rumah"

Sakura langsung berjalan cepat keluar dari caffe tersebut. Lalu langsung menghentikan taksi yang lewat. Bersyukur ia tak perlu lagi menunggu taksi, jika iya mungkin Sasuke akan menemukan mereka.

Tapi sepertinya pria itu memang sudah mendapati mereka. Lihat saja ia sedang berlari mendekat diikuti wanita yang tadi ditabraknya. Tanpa menunggu Sasuke ia buru-buru masuk ke dalam taksi.

"Paman tolong dipercepat" pria paruh baya itu mengangguk lalu melajukan mobilnya dari tempat itu.

Sakura langsung bernapas lega. Untung saja Sasuke tak sempat mendekatinya kalau iya bisa-bisa putrinya akan bertanya kenapa ia menghindar dari pria itu.

"Mama kenapa?" Lama Sakura terdiam hingga pertanyaan putrinya membuatnya menoleh menatap wajah Sarada yang terlihat kebingungan.

"Hmm" gumam Sakura tak jelas sambil menaikkan kedua alisnya. "Tidak kenapa-napa"

"Tadi Sarada mendengar suara papa"

"Aah mungkin Sarada salah dengar" Sakura berucap pada putrinya lalu membawa gadis itu ke dalam pelukan hangatnya agar tak melihat raut wajahnya yang sedih.

"Karena papa sedang mengurus suatu masalah" Sakura tersenyum kecut mendengar ucapannya sendiri. Ya mengurus masalah selingkuhannya, batinnya.

Ia memeluk Sarada sambil mengelus-elus punggung gadis itu. Pikirannya sedang kacau sekarang ini, entah apa yang harus dilakukannya sekarang. Ia tak boleh salah mengambil keputusan mengingat hubungan pernikahan mereka baru beberapa hari tapi Sasuke sudah berani bermain api di belakangnya.

Terlalu larut dalam pikirannya sampai tak menyadari bahwa air matanya menetes begitu saja. Ia buru-buru menghapusnya sambil tersenyum. Ia pikir setelah menikah dengan Sasuke masalah tak akan serumit ini, namun tidak. Masalah malah semakin besar. Hingga membuatnya bingung harus berbuat apa lagi. Tak cukup kah apa yang dialaminya dulu.

"Apa salahku?" Gumamnya dalam hati.

Taksi berhenti di tempat tujuan, Sakura segera turun bersama putrinya. Tak lupa memberikan bayaran kepada pria itu.

Lalu ia berjalan masuk ke dalam gerbang rumah mereka. Ya rumahnya dan Sasuke. Ia bingung kenapa memilih pulang ke rumah itu bukannya ke apartemennya. Padahal jika ia kesini pasti akan bertemu dengan Sasuke.

"Ma ayo masuk" ucap Sarada sambil menari tangan ibunya. Membuat Sakura lagi-lagi tersadar dari lamunannya. Kemudian berjalan masuk.

Dan mungkin pria itu sedang menunggu kedatangan mereka hingga mendapati Sasuke yang sedang duduk gelisah di sofa ruang tamu. Putrinya langsung saja berlari pada pria itu dan memeluknya erat, seolah mereka tak bertemu seminggu.

"Papaaa" gumam Sarada dalam pelukan pria itu. Sedang Sasuke memberikan kecupan singkat di kedua pipi putrinya.

"Kau sudah makan?" Tanya Sasuke.

Sarada menggeleng pelan, "belum paa"

Sasuke menarik napasnya sambil menoleh pada Sakura yang berjalan lurus tak menyapanya. Ia tahu alasan mengapa putrinya belum makan. Pasti tentang tadi.

Ia pun membawa Sarada ke dapur untuk memberinya makan. Walaupun ingin sekali menemui istrinya tapi ia harus mengurus putrinya terlebih dahulu.

.

.

.

Sasuke berjalan keluar dari kamar putrinya setelah selesai menidurkan gadis itu. Sarada tak banyak berbicara kali ini, ia langsung tidur. Mungkin saja kelelahan karena tadi sempat berjalan keluar dengan ibunya tanpa diberi makan atau memang tak tidur siang. Sasuke tak tahu itu. Yang jelas ia bersyukur putrinya tak merengek dan cepat tidur.

Ia pun berjalan ke kamar untuk menemui Sakura yang sedari tadi tak nampak setelah pulang dari caffe. Wanita itu juga pasti belum makan sama seperti Sarada.

Ia membuka pintu lalu melangkah pelan mendekat pada istrinya yang sedang duduk sambil menyandar di sandaran ranjang. Entah Sakura menyadari keberadaannya atau tidak. Tapi menurutnya wanita itu sadar hanya saja dia berlagak seolah dirinya tak ada.

"Sakura"

Sakura tak bersuara maupun menatapnya. Wanita itu sibuk dengan lamunannya sendiri.

Sasuke berjalan mendekat dan baru sadar ternyata istrinya sedang menangis dalam lamunannya. Ia mendengus tak suka. Ya tak suka jika wanita itu bersedih.

"Hey" Sasuke menarik kepala pink itu dari sandaran ranjang. "Dengarkan aku"

Sakura menoleh pada suaminya dengan gerakan pelan. Ia sudah menyadari keberadaannya hanya saja ia memilih diam dengan pikirannya sendiri.

Wanita pink itu menggeleng pelan saat satu isakan lolos dari bibir mungilnya, "hiks berapa lama Sasuke-kun?"

"Astaga sayang dengarkan aku. Aku--"

"Kau lupa jika kau sudah mempunyai anak. Hiks atau memang wanita itu lebih dulu dariku" pertanyaan yang ditahannya akhirnya keluar dari mulutnya saat tak mampu lagi menahan beban berat itu di dadanya. Ia lemah sekali memang jika ada hal yang berhubungan dengan Sasuke, salah sedikit saja ia akan menangis. Lihat lah sekarang.

"Hiks kau tak memikirkan perasaanku, hanya karena kau tahu bahwa aku selama ini tegar hiks ka-kau memperlakukanku sesukamu" air matanya keluar deras seolah menjelaskan bahwa hatinya juga benar-benar hancur. Rasanya baru saja memberikan hatinya pada pria itu namun Sasuke lagi-lagi melukainya. Seolah ia bisa melewati masalah ini dengan lapang dada.

Ia menepuk dadanya pelan, "kau tahu ini sakit sekali"

Sasuke diam tak mengatakan sepatah kata pun. Tapi matanya tak lepas dari wajah wanita pink itu yang terlihat hancur. Sakura hanya salah paham. Ini tak seperti yang ada di pikirannya.

Ia menangkup wajah Sakura lembut sambil menuntun agar melihatnya, "lihat aku"

"Hiks a-apa?" Tanya Sakura. Nada kesal terdengar jelas dikata tanyanya.

"Dengarkan aku"

"Apalagi? Cerita tentang selingkuhanmu. Hiks tentang berapa banyak kau tidur dengannya atau tentang gaya apa yang kalian lakukan. Sudah tak perlu hiks" Sakura menghapus air matanya kasar lalu beranjak dari situ.

Namun belum sampai ia melangkah, suaminya lebih dulu menariknya hingga terduduk bersandar di ranjang. Sasuke menatapnya tajam, "dengar aku tak pernah tidur dengan wanita lain selain dirimu Sakura. Dan gaya. Apa maksdumu?"

Seolah baru sadar dengan ucapan istrinya Sasuke menyeringai, "oh aku tahu kau mungkin ingin banyak gaya denganku kan"

"Hiks kau gila. Aku sedang marah padamu" wajah Sakura yang menangis sekarang terlihat lucu menurut Sasuke. Bagaimana tidak, wajahnya yang kesal bercampur dengan rasa malu karena ucapannya barusan menjadi satu.

Sasuke memegang kedua bahu Sakura. Matanya menatap dalam mata itu, "aku tak pernah berselingkuh. Dan kau salah paham"

"Salah paham bagaimana aku yang melihatnya sendiri dengan mata kepalaku bukan mendengar cerita  dari orang lain. Tak perlu mengelak"

.

.

.

Bersambung...

(REVISI 24-03-21)

Fusion of Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang