Sasuke yang asik menyetir menolehkan kepalanya pada Sarada yang hanya diam, tidak biasanya gadis itu diam. Biasanya ia akan mengoceh tentang segala hal dan bertanya sesuatu. Tapi kenapa hari ini terlihat murung.
Ia mengulurkan tangannya hingga sampai ke kepala gadis itu, lalu mengelus lembut kepalanya. Sarada menoleh dengan wajah yang terlihat sedih membuat Sasuke bertanya-tanya.
"Kau kenapa?"
"Aku merindukan mama paman"
Sasuke terdiam mendengar ucapan yang keluar dari bibir gadis itu. Sudah tiga hari Sarada tidak bertemu dengan orangtuanya pasti ia sangat merindukan keluarganya, tapi apa yang harus dilakukannya hari ini ada rapat penting, tak mungkin ia tak menghadirinya.
"Setelah rapat selesai paman akan mencari orangtuamu ya"
"Benarkah paman?" Sasuke hanya menggangguk sebagai jawaban, sedang wajah gadis itu sudah berbinar-binar bahagia. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan ibunya, ia tak sabar.
.
.
.
Sakura melangkahkan kakinya dengan kesal di perusahaan besar tersebut. Tadi Sasori menyuruhnya untuk merapikan apartemennya, tapi baru saja beberapa menit ia membereskan ruang tamu, kakaknya menelfon dan menyuruhnya untuk mengambil dokumen penting yang ada di ruang kerjanya dan menyuruhnya membawa ke perusahaan Uchiha Group. Sakura sempat membantah apa guna sekretaris pria itu jika pada akhirnya ia yang akan disuruh mengambil dokumen dan membawa ke perusahaan yang pemiliknya tentu saja sangat Sakura hindari beberapa tahun ini. Ia tahu kakaknya mengetahui itu tapi kenapa dengan entengnya menyuruh Sakura.
Dan disinilah Sakura di lobi perusahaan Uchiha Group tempat dimana akan diadakan rapat penting itu, bahkan beberapa pengusaha besar dari luar negeri juga menghadiri rapat ini.
"Selamat pagi ada yang bisa saya bantu" tanya wanita menor berambut hitam itu kepada Sakura.
Sakura terseyum manis, "Boleh ku tahu dimana ruang rapat penting itu berada?"
"Memangnya anda ada urusan apa. Disana tidak diperbolehkan sembarang orang untuk masuk" Sakura hampir saja memasukan dokumen itu ke dalam mulut wanita yang sepertinya lebih tua darinya. Enak saja mulutnya bicara, tentu saja Sakura kesini ada urusan dan ia akan segera menyelesaikan urusannya lalu meniggalkan perusahaan ini sebelum bertemu dengan si pemilik perusahaan.
"Aku kesini karena ada urusan penting, dan cepat beritahu dimana ruangan itu berada" ucap Sakura kesal. Sudah kesal karena putrinya belum ditemukaan dan ditambah lagi dengan wanita menor yang tak memberitahunya dimana ruangan itu berada.
"Aku tak akan..."
"Ahh sudahlah aku tahu kau tak akan memberitahukan kepadaku, maka dari itu sebagai gantinya kau harus mengantarkan dokumen ini pada Akasuna Sasori. Ingat kau harus memberikan ini padanya. Dan permisi aku pergi dulu" ujar Sakura asal sambil berjalan keluar. Ia tak ingin berdebat dengan wanita itu dan tak ingin berlama-lama di perusahaan tersebut. Soal dokumen penting itu, ia yakin wanita menor itu akan memberikannya pada Sasori kalau tidak ia akan memberikan pelajaran pada wanita itu.
.
.
.
Sakura berjalan mendekati mobilnya yang terparkir indah. Mobil yang didapat karena kerja kerasnya, ia tak ingin menyusahkan kakaknya dengan meminta ini itu. Ia lebih memilih bekerja di perusahaan keluarganya dan membiyayai kehidupannya dan Sarada dengan hasil keringatnya sendiri.
Ia menghentikan langkahnya ketika matanya tak sengaja melihat sesuatu. Melebarkan matanya saat melihat seseorang yang sangat dihindarinya baru saja turun dari mobil. Dengan cepat ia masuk ke dalam mobilnya takut jika berlama-lama di luar seseorang itu bisa melihatnya.
Menyalakan mesin mobilnya. Siap-siap meluncur meninggalkan parkiran perusahaan tersebut tapi lagi-lagi niatnya terhenti ketika ponselnya berdering. Sakura berdecak kesal, kenapa keluar dari tempat itu banyak sekali halangan. Seolah-olah ada sesuatu saja, pikirnya heran.
"Halo?" ucap Sakura yang baru saja mengangkat telfon dari kakaknya itu.
"Saku. Kenapa kau menyuruh orang lain mengantar dokumen tersebut" terdengar dari suara sepertinya kakaknya tidak terimah ia menyuruh wanita itu. Tapi mau bagaimana lagi, wanita itu menghambat waktunya.
"Memangnya kenapa nii-san, lagipula dokumennya sudah ada padamu kan?"
"Iya tapi aku menyuruh kau yang mengantarnya bukan orang lain"
"Apa bedanya aku dengan orang lain?"
Sasori mengerutkan alisnya kesal. Oke adiknya benar-benar tak bisa dibantah jika menurutnya dia itu benar, tapi masalahnya ada alasan mengapa ia menyuruh Sakura yang mengantar dokumen itu.
"Karena kau adikku bodoh dan rekan kerjaku ingin mengenalmu"
"Ah sudahlah nii-san aku ingin pulang katakan pada mereka aku tak ingin berkenalan dengan bapak-bapak berkepala plontos itu. Ingat nii-san aku masih muda umurku masih 25 tahun" ujar Sakura yang mulai kesal dengan kakaknya. Ia mematikan telfon dari kakaknya secara sepihak tak ingin lagi mendengar ocehan menyebalkan Sasori.
Sakura melepas ponselnya sembarang. Tak sengaja telinganya mendengar suara tawa anak kecil. Ia semakin mengerutkan alisnya ketika merasa bahwa suara itu sangat familiar. Seperti tawa putrinya tapi tidak mungkin gadis kecil itu berada disini. Apa karena terlalu merindukan Sarada sampai ia berhalusinasi seperti ini. Tapi. Sudahlah, pikirnya.
Ia pun menjalankan mobilnya keluar dari parkiran tersebut. Sambil memijit kepalanya yang terasa berdenyut. Ia terus berpikir mengenai keadaan putrinya. Apakah gadis itu baik-baik saja atau malah sebaliknya. Bisa-bisa ia mati jika sampai putrinya tidak ketemu. Demi apapun ia sangat menyayangi gadis kecil itu lebih dari dirinya. Tanpanya mengkin Sakura tak akan berjuang sekeras ini.
Ingatan tentang gadis kecil itu terus mengalir di kepalnya seperti air. Demi apapun dan siapapun kembalikan putrinya.
Sakura menghentikan mobilnya begitu saja. Ia belum keluar dari parkiran perusahaan tersebut. Ia seperti tak ada daya sekarang ini. Air mata menggenang di pelupuk matanya dan tak sampai hitung detik sudah mengalir. Kembali menangis ketika mengingat putrinya. Apa yang harus dilakukannya. Sampai sekarang ini belum ada kabar mengenai putrinya.
"Hiks kau dimana sayang. Mama merindukanmu.." Sakura menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sesak sekali dadanya. Seperti ribuan jarum menghantam dadanya dengan perlahan.
"Hiks kenapa aku begitu bodoh"
"Aku hiks kalau saja ahh kenapa denganku saat itu. Hiks kenapa aku bodoh" ia mulai menyalahkan dirinya kembali sambil menampar-nampar wajahnya.
Terdengar ketukan di kaca mobil membuat Sakura mengangkat kepalanya dan buru-buru menghapus air matanya. Sedikit merapikan rambutnya yang berantakan ia menurunkan kaca jendelanya. Tersenyum pada pria paruh baya itu.
"Ada apa paman?"
"Maaf nona mobilmu bisa menghalang mobil-mobil yang akan masuk atau keluar"
"Ohh iya paman. Aku akan segera pergi kok" ucap Sakura ramah dengan senyum manisnya. Ia akan menjalankan mobilnya tapi lagi-lagi terhalang ketika matanya tak sengaja melihat anak kecil yang berada di pelukan seseorang. Tunggu ia seperti mengenal gadis itu. Melebarkan matanya ketika sesuatu terlintas di otaknya. Dengan segera ia turun dari mobilnya. Dan menyerahkan kunci mobil ke pria tadi.
"Paman tolong parkirkan mobilku aku ada urusan sebentar" gumam Sakura asal kemudian berlari ke arah orang yang sedang memeluk anak kecil. Mereka akan masuk ke lobi perusahaan.
"Heyy tunggu..." teriak Sakura.
.
.
.
Bersambung......
Vote dan comment
KAMU SEDANG MEMBACA
Fusion of Destiny (End)
FanfictionSasuke baru saja akan masuk ke dalam mobilnya namun tertunda ketika ia tak sengaja melihat seorang gadis kecil tengah duduk meringkuk di depan mobilnya sambil menangis. Seolah gadis itu memiliki magnet yang mampu membuatnya mendekat dan merasa penas...