Sepuluh

16K 1K 26
                                    

Kedua pria itu duduk sambil berhadapan di sofa ruang tamu. Mereka berdua masih berada di apartemen Sakura, sedang Sakura sedang berada di kamar. Ini pembicaraan para pria, Sakura tak boleh ikut campur. Itu kata Sasori ketika Sakura merengek ingin bergabung.

Sasori memperhatikan wajah Sasuke yang terlihat mengenaskan. Memang sudah diobati Sakura tapi tetap saja lembam dimana-mana. Hingga membuatnya meringis. Bagaimana Sasuke bisa sesantai itu ketika wajahnya terlihat terluka parah.

"Jika kau ingin memukulku lagi, aku tak akan tinggal diam. Cukup tadi aku diam" ucap Sasuke tiba-tiba. Nadanya terdengar sinis.

"Cih sombong sekali kau Uchiha"

"Hn"

Sasori memutar bola matanya bosan, "jadi apa kali kau serius dengan adikku?"

"Dari dulu aku serius dengannya"

"Aku bertanya sekarang ini bukan dulu. Kalau sekarang kau tak serius lebih baik jauh-jauh dari Sakura aku sudah mendapatkan calon untuknya"

Wajah Sasuke yang tadi datar, kini menatapnya tak suka. Apa-apaan ucapan itu.

"Kau tak boleh seperti itu. Itu hak Sakura untuk memilih siapa yang akan menikahinya"

"Yah tepat sekali, berarti terserah dia juga ingin menikah dengan siapa tanpa ada paksaan"

"Dia akan menikah denganku dan berhenti menjodoh-jodohkannya" ucap Sasuke yang sudah mulai kesal.

Sasori menyeringai kejam, senang sekali rasanya mengerjai adik teman dekatnya itu. Ada rasa tersendiri ketika melihat wajah adik Itachi yang sedang kesal itu.

"Omong kosong"

Sasuke memicingkan matanya pada pria yang menatapnya dengan remeh, "persiapkan dirimu sebagai wali besok malam aku akan memperkenalkan Sakura dan Sarada kepada keluargaku" ujar Sasuke santai. Lalu ia beranjak dari tempat itu. Memilih untuk pergi dari apartemen Sakura. Rasanya ia tak bisa berlama-lama dengan kepala merah itu. Emosinya akan meledek seketika jika terus duduk dengan Sasori.

.

.

.

"Paman" gumam Sarada ketika membuka matanya. Yang pertama dilihatnya adalah wajah pamannya.

"Halo kesayangan paman. Kau sudah bangun, paman membawakanmu banyak mainan" ucap Sasori sambil membawa Sarada ke dalam gendongannya. Lalu berjalan ke ruang tamu untuk menunjukan mainan yang dibawahnya untuk Sarada.

"Aku lebih suka paman membawa tomat bukan mainan"

Sasori memasang wajah sedih, "jadi Sarada tak mau menerima mainan yang paman belikan?"

"Bukan begitu paman.."

"Baiklah ayo buka dulu mainannya"

Sarada terdiam sambil menatap beberapa kantong yang berisi mainannya. Seakan baru teringat  sesuatu ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Papa dan mama dimana paman?"

"Papamu sudah pulang dan mamamu sedang memasak"

Wajah gadis itu murung seketika ketika mendengar ucapan Sasori. Kenapa ayahnya pergi tanpa berpamitan dulu dengannya.

"Tak perlu sedih Sarada. Besok malam kita akan pergi ke rumah keluarga papamu" ujar Sasori berusaha membujuk keponakan kesayangannya itu. Dan benar saja wajah gadis itu langsung berseri-seri bahagia. Ia melompat dari pangkuan Sasori lalu berlari kegirangan ke arah dapur.

Sasori hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah lucu Sarada.

"Mamaaaa" teriak Sarada.

Fusion of Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang