Duabelas

15.6K 996 25
                                    

Sakura langsung saja bernapas lega ketika melihat putrinya yang baru saja berjalan masuk dengan memakai dress lucu berwarna pink tak lupa dua jepitan berbentuk tomat bertengker di rambut halusnya.

Untung Sarada datang di saat yang tepat kalau tidak, habislah dia malam ini.

Mengernyitkan alisnya ketika tak mendapati kakaknya. Dimana pria itu? Dan kenapa dia membiarkan Sarada masuk sendiri. Batin Sakura bingung.

Mata Sarada berbinar senang saat melihat ayah dan ibunya sedang mengawasinya dari tempat duduk mereka.

Dengan gembira ia berlari mendekat pada kedua orang tuanya, sehingga membuat Sasuke was-was. Bagaimana jika Sarada jatuh lagi seperti di kantornya.

"Jangan berlari Sarada" tegur Sasuke ketika putrinya sudah berada di hadapannya.

Sarada menunduk sambil meminta maaf. Kebiasaan yang selalu Sakura ajarakan jika gadis itu salah.

Sasuke tersenyum tipis sambil mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala putrinya. "Tak apa"

Gadis itu mendongak sambil tersenyum lebar pada ayahnya. Namun senyumnya tak bertahan lama ketika melihat memar di wajah ayahnya.

"Wajah papa kenapa? Papa sakit"

"Tidak sayang papa tidak sakit" bukan Sasuke yang menjawabnya tapi Sakura. Wanita itu tahu bahwa Sasuke tak tahu harus menjawab apa. Makanya ia menjawabnya seperti itu, supaya tak menjadi pikiran putrinya.

"Sayang dimana pamanmu?" tanya Sakura yang sedari tadi penasaran akan ketidakhadirannya Sasori.

"Paman bilang ada hal penting yang harus paman kerjakan. Makanya paman menitipkan Sarada pada bibi yang ada di depan" Sakura mengangguk mendengar penjelasan Sarada. Awas saja Sasori, setelah ini ia akan memberinya pelajaran karena dengan sengaja memasukannya dan Sarada ke dalam situasi ini.

"Cucuku.. Pandai sekali kau bicara sayang" pekikan tiba-tiba Mikoto membuat semua mata menatapnya.

"Sini sayang dengan nenek" ajak Mikoto membuat Sarada menengok pada ibunya meminta izin, Sakura tersenyum sambil mengangguk. Gadis itu kemudian berjalan mendekati neneknya dengan malu-malu.

Mikoto membawa tubuh Sarada ke atas pangkuannya lalu memberikan ciuman gemas di pipi tembemnya.

"Ohh sayang kau manis sekali. Berapa umurmu?" tanya Mikoto antusias.

"Empat tahun nek"

"Kau bisa bicara selengkap itu pada umur empat tahun sayang. Bagaimana bisa pamanmu Itachi baru bisa berbicara lengkap pada umur 6 tahun itu pun belum bisa mengucapkan huruf R" ucapan Mikoto membuat Sakura mengalihkan tatapannya dari Sarada ke Itachi. Pria itu sudah mendengus kesal karena ucapan ibunya.

"Kenapa ibu mempermalukanku di hadapan Sakura dan Sarada. Seharusnya ibu mempermalukan Sasuke"

"Ya karena Sasuke dari kecil memang sudah pandai Itachi. Jadi tidak ada hal memalukan yang harus ibu katakan"

Itachi semakin kesal berbeda dengan Sakura yang berusaha menahan tawanya agar tak lepas. Sedang Sasuke hanya mendengus lucu.

"Aku ragu, jangan-jangan aku bukan anak kalian" gumam Itachi.

"Ya kau memang bukan kakakku. Kau ditukar" Sasuke tiba-tiba menimpal ucapan ibunya. Berusaha membuat kakaknya bertambah kesal. Waktunya balas dendam tadi kakaknya dengan seringai kejam memukul wajahnya sampai babak belur. Sekarang gilirannya membuat Itachi kesal.

"Sialan kau Sasuke"

"Hn"

"Ibu coba lihat Sasuke"

"Itachi jangan merengek. Kau bukan lagi anak kecil. Dan Sasuke berhenti mengejek kakakmu" perintah dari nyonya Mikoto membuat kedua putranya terdiam. Kalau ibu mereka sudah berkata penuh penekanan berarti mereka harus menurut. Kalau tidak wajah mereka akan mendapatkan tato lima jari berwarna merah.

"Kalian mengoceh. Liat cucuku terganggu"

Kedua pria itu masih diam. Sakura berusaha menahan tawanya melihat Sasuke yang menurut seperti anak anjing. Baru kali ini rasanya melihat seorang Uchiha Sasuke yang keras kepala tak terbantahkan harus menurut pada ibunya. Ini benar-benar hiburan.

"Sakura bawa Sasuke ke kamar dan obati lukanya" ucap Fugaku setelah sekian lama memilih diam.

Sakura mengangguk lalu membantu Sasuke berdiri dan berjalan.

Pasti sekarang Fugaku merasa iba pada putranya yang terlihat lembam dimana-mana. Makanya sampai menyuruh Sakura untuk mengobatinya.

"Nenek mama dan papa kemana?" tanya Sarada bingung.

"Ke atas sayang. Kau disini saja ya dengan nenek, kakek dan paman Itachi" Sarada mengangguk tanpa banyak mengoceh.

.

.

.

Sasuke meringis pelan ketika Sakura mulai mengompres wajahnya yang membiru menggunakan es batu, "sakit Sakura. Tak bisa kah kau lembut sedikit"

Sakura menatap wajah pria itu dengan sinis, "sejak kapan kau bisa merasakan sakit"

"Kau pikir aku tak bisa merasakan sakit"

"Memang tidak" gumam Sakura asal. Dan dengan sengaja menekan bagian wajah yang membiru itu dengan kompresan.

"Aahw sakit. Sudah-sudah hentikan saja. Itu tak akan menyembuhkanku tapi akan menambah lembam di wajahku" ucap Sasuke geram.

Sakura mengangkat bahu sambil berusaha menahan tawanya yang hampir keluar ketika melihat wajah kesakitan bercampur kesal dari pria itu. Wajah tersebut hanya bisa diperlihatkan untuk orang-orang tertentu karena sangat mustahil bagi seorang Uchiha Sasuke untuk memperhatikan kelemahannya.

"Tak perlu menahan tawamu"

"Pffft hahaha hahaha" tawa wanita itu pecah seketika mendengar ucapan Sasuke yang terdengar sangat kesal. Sedang pria itu menatapnya bosan.

Namun detik berikutnya ia menatap dengan lembut wajah itu. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat tawa wanita itu.

Tawa Sakura terhenti ketika tangan Sasuke terulur memegang pipinya lalu mengelusnya lembut membuat Sakura menutup matanya, merasakan sensasi menyenangkan dari elusan tangan besar pria itu.

Pikirannya berkata untuk menepis tangan itu, tapi hatinya tak bisa. Ia merindukan kehangatan Sasuke.

Tubuhnya menegang seketika saat bibir hangat itu menempel di bibirnya. Awalnya hanya kecupan ringan tapi lama-kelamaan Sasuke mulai melumat bibir manis Sakura.

Tangannya yang tadi di pipi wanita pink itu, kini berpindah di belakang kepalanya. Menekan dengan usaha memperdalam ciuman mereka.

Sakura pun mulai ikut dalam permainan lidah itu, bahkan tanpa sadar tangannya sudah menjambak rambut pantat ayam milik Sasuke.

Sasuke menggigit bibir bawah wanita itu agar ia mendapatkan akses lebih dalam untuk mengobrak-abrik isi mulut Sakura.

Sakura yang mulai kehabisan oksigen pun menahan dada Sasuke, agar pria itu melepaskan ciumannya.

"Hmmpp" dengan sekuat tenaga ia mendorong dada pria itu sampai akhirnya Sasuke menyerah dan melepaskan ciumannya setelah terlebih dahulu memberi satu gigitan di bibir Sakura membuat wanita itu menatapnya tajam.

"Rasa bibirmu masih sama. Vanila aku suka" gumam Sasuke sambil menghapus jejak saliva di sekitar bibir wanita itu.

Sakura masih diam tapi ia sedang mengatur napasnya untuk mengisi oksigennya yang hampir habis.

"Ya dan kau masih sama. Tak ingin melepaskan ciumanmu"

Pria bermarga Uchiha itu tersenyum hangat kemudian menarik Sakura ke dalam pelukannya, "terima kasih"

Sakura mengernyitkan alisnya dalam pelukan Sasuke. Bingung atas ucapan terima kasih dari pria itu, "untuk?"

.

.

.

Bersambung.....

Vote dan komen gaess..

Fusion of Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang