Empatsatu

8.3K 672 54
                                    

Langkah tergesa-gesa pria Uchiha itu membelah panjangnya koridor yang dilewati. Dalam hati terus mengucapkan nama istri tercintanya. Merasa kali ini perjalanannya menuju ruang bersalin seperti berlari mengejar bus yang telah lebih dulu pergi. Mengumpat kenapa ruang bersalin terasa sangat jauh sekali.

Langkah seribunya terhenti tiba-tiba saat melihat keluarganya tengah duduk gelisah di depan ruang bersalin tersebut. Pandangannya terhenti pada ibunya yang tengah menangis, sontak hatinya langsung was-was. Apa keadaan istrinya tidak baik-baik saja.

Mendekat pada Mikoto, ia memandang dengan tatapan sedih bercampur bingung. "Ibu kenapa? Bagaimana keadaan Sakura? Kenapa ibu sampai menangis?"

Disaat keadaan menyangkut keluarga kecilnya seperti ini, ia akan menjadi sangat panik. Apalagi ini Sakura, istrinya.

Mikoto membalas tatapan putra bungsunya, dengan secepat kilat tangan wanita paruh baya itu menjewer telinga Sasuke, membuat empunya meringis sakit. "Sakit ibu"

"Kau sudah gila? Bagaimana bisa kau membiarkan menantuku yang sedang hamil besar sendirian di rumah"

"Maaf bu, Sakura memaksa ku untuk tetap ke kantor"

"Dan kau tetap pergi?" Mikoto semakin memutar telinga pria itu. Sasuke semakin meringis namun berusaha menahannya, ibunya akan menjadi wanita kejam kalau menyangkut orang yang disayanginya.

"Iya bu kalau tidak Sakura akan mogok makan"

Mikoto melepaskan jewerannya pada telinga yang telah memerah itu. Sasuke langsung saja mengelus telinganya yang terasa panas, sedang Itachi yang melihatnya melayangkan ejekannya.

"Ck kalian sama-sama keras kepala" gumam Mikoto, "sudah masuk sana"

Pria itu mengangguk pelan lalu masuk ke dalam ruangan tersebut. Di dalamnya ia langsung melihat dua perawat tengah menyiapkan peralatan melahirkan, namun saat merasakan kehadirannya sontak ia menjadi pusat perhatian. Wajah mereka merona seketika, terkecuali istrinya yang tengah meliriknya malas karena lagi-lagi menjadi pusat perhatian.

"Maaf tuan anda siapa?" Tanya salah satu perawat dengan sopan, nada bicaranya terdengar gugup.

"Suamiku" jawab Sakura tiba-tiba. Mereka segera menunduk dan memberikan jalan untuk Sasuke.

Pria itu melangkah pada istrinya yang tengah terbaring sambil sesekali meringis di ranjang rumah sakit tersebut. Menduduki dirinya di sisi ranjang. "Bagaimana?"

"Ahh sepertinya dia bercita-cita menjadi pemain bola. Ohh astaga tuhan tendangannya tak main-main Sasuke-kun..." ucap Sakura sambil mengelus perut buncitnya.

Wajah panik Sasuke seketika nampak melihat istrinya yang ternyata tengah menahan sakit. Ia lalu memalingkan kepalanya menatap beberapa perawat masih sibuk sendiri, "kenapa kalian terlihat santai? Istriku akan melahirkan"

"Sasu--"

"Maaf tuan memang belum saatnya" jelas perawat itu sambil menunduk dalam. Takut melihat tatapan tajam Sasuke, yang seolah bisa membakar mereka hidup-hidup.

Sasuke berdecih pelan lalu kembali menatap istrinya yang tengah mengeluh karena tendangan bayi di dalam perutnya. Saat akan melahirkan Sarada, putrinya tak menendang sekuat ini.

Tangan Sasuke terulur mengelus perut istrinya, dan benar saja ia merasakan tendangan bayi tersebut cukup kuat. Segera saja ia mengelus perut Sakura sambil sesekali mengecupnya.

"Sasuu aku tak tahan" rengek Sakura. Matanya terpejam erat saat rasa sakit itu semakin bertambah.

"Cherry ja-jangan berkata seperti itu..." ia berbalik lagi dengan wajah paniknya. Rasanya baru kali ini ia memperlihatkan kepanikannya pada orang lain. Dan itu karena istrinya, ini merupakan hal pertama baginya. Menemani Sakura melahirkan, dan ia sungguh tak sanggup melihat wajah tersiksa istrinya. "Kenapa kalian masih diam disitu, cepat bantu istriku" bentaknya pada perawat-perawat tersebut.

Fusion of Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang