Dualima

9.3K 803 34
                                    

Bunyi bell terdengar saat ketiga anggota keluarga Uchiha itu sedang asik menonton tv. Sakura menatap sejenak pada suami dan anaknya yang sedang berpelukan sambil tiduran di karpet tebal. Ia lalu beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Membuka pintu tersebut. Dan nampaklah orang yang memasang senyum padanya.

"Nii-san" gumamnya sedikit terkejut melihat Sasori yang berdiri manis di hadapannya. Ngomong-ngomong ia sudah beberapa hari tak bertemu kakaknya, terakhir saat hari pernikahannya.

"Ohh Saki aku merindukanmu" pria berwajah bayi itu buru-buru memeluk adiknya erat sambil mencium puncuk kepala pink itu.

"Kenapa kau jadi jarang menemuiku? Ingat kau masih bekerja di perusahaanku sayang. Beberapa hari lagi cutimu akan berakhir" Sakura melepaskan pelukan pria itu sambil menatapnya kesal. Ia memanyunkan bibirnya tanda tak terima dengan ucapan kakaknya.

"Dia tak akan lagi bekerja di perusahaanmu" ucapan tajam nan menusuk itu masuk ke pendengaran mereka berdua saat Sasuke mendekat sambil membawa putrinya dalam gendongannya.

"Apa-apaan kau" gumam Sasori tak terima. Pasalnya Sakura merupakan pegawai yang sangat berkompeten di bidangnya, jadi ia bisa rugi jika adiknya berhenti begitu saja.

"Dia akan menjadi ibu rumah tangga"

Sasori terdiam mendengar ucapan Sasuke, benar juga. Jika Sakura tetap bekerja lalu siapa yang akan mengurus suami dan anaknya. Dengan tidak rela pun ia mengangguk sambil mendengus. "Ya sudah kalau begitu"

"Halo sayang apa kabarmu?" Tanya Sasori ketika melihat keponakannya yang sedari tadi asik memakan tomat.

"Baik paman" jawab Sarada. Gadis kecil itu merentangkan tangan kepada pamannya. Sasori yang merasa sedikit heran pun tetap membawa keponakan kesayangnnya ke pelukannya. Tumben sekali Sarada meminta peluk padanya.

"Waw kau bertambah berat" Sasori mencium gemas pipi berisi Sarada, namun yang dicium cuek-cuek saja. Ia lebih memilih sibuk dengan buah berwarna merah yang berada di tangannya itu.

"Nii-san ayo masuk" ajak Sakura sambil berjalan masuk. "Kau sudah makan?"

Sasori mengangguk pelan, "sudah"

Sasori menduduki tubuhnya di sofa tersebut diikuti adik iparnya. Sedang Sakura ke dapur membuatkan sesuatu untuk mereka. Dan Sarada, jangan tanya gadis kecil itu kembali menonton tv yang menayangkan kartun kesukaannya.

"Kapan kau kembali ke kantormu?" Tanya Sasori basa-basi.

Sasuke mengalihkan tatapannya dari putrinya ke Sasori yang bertanya, "senin depan mungkin"

"Kau gila hari kamis ada rapat di kantormu" ucap Sasori tak terima.

Sasuke mengedipkan bahunya, "terserah. Aku bisa menundanya kapan pun yang ku mau"

"Kau gila" gumam Sasori sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Bisa-bisa ia ikutan gila jika berbicara dengan pria itu. Entah mantra apa yang diberikan Sasuke, hingga adiknya bisa nyaman di dekat pria itu. Beda dengannya yang akan naik darah jika dekat dengan Sasuke.

"Ya dan adikmu mencintai pria gila ini"

"Ck sialan"

"Hey-hey ada apa ini?" Tanya Sakura yang baru saja datang dengan napan berisi dua gelas kopi. Ia tahu kakaknya menyukai kopi sama seperti suaminya. Hanya saja beda, kakaknya suka kopi manis suaminya pun kebalikan dari kakaknya. Mungkin itu juga bisa menjadi alasan mengapa mereka berdua tak pernah akur.

"Tanya pada suami triplekmu"

"Astaga kalian berdua kapan bisa akur" Sakura hanya bisa geleng-geleng kepala menghadapi tingkah kedua mahluk berbeda surai itu.

.

.

.

Sakura melangkah dengan pelan sambil memegang tangan mungil putrinya. Takut jika gadis itu hilang lagi seperti dulu.

Mereka sedang mencari tempat makan malam yang menyiapkan menu lezat kesukaannya. Dan tentu saja dengan izin suaminya. Tadi sebelum pergi pria itu berkata bahwa ia ada urusan mendadak dan tak bisa ikut makan malam bersama mereka jadi ia pun tetap mengizinkan Sakura dan Sarada makan di luar tapi pulang tak boleh sampai lewat jam sembilan malam.

Pandangan wanita pink itu jatuh pada caffe sederhana yang sepertinya baru di tempat itu. Setelah menimang-nimang dengan pemikirannya. Ia pun berjalan masuk bersama putrinya. Memilih tempat di sudut caffe, karena memperlihatkan langsung jalanan tokyo yang ramai melalui dinding kaca caffe tersebut.

"Kau mau makan apa sayang?" Tanya Sakura lembut pada putrinya yang asik bermain boneka we bears di tangannya.

"Terserah ma.." jawab Sarada.

Sakura mengelus kepala putrinya dengan sayang lalu memanggil pelayan dan memesan makanan mereka berdua.

Ia kembali memperhatikan putrinya yang terlihat ceria dengan boneka pemberian kakaknya itu. Ia tahu memang gadis kecil itu sangat menyukai film kartun tiga beruang berbeda warna itu makanya sekarang terlihat menikmati permainannya.

Baru saja mengingat sesuatu, Sakura segera mengambil ponselnya yang berada di dalam tas selempangnya. Ia lupa menghubungi suaminya dan menanyakan kabar pria itu. Sudah hampir empat jam Sasuke pergi dan ia belum menelfon sampai detik ini. Tadi ia sempat merasa aneh dengan tingkah berbeda suaminya saat ditelfon oleh seseorang makanya ia menahan Sasuke untuk pergi, tapi saat pria itu menjelaskan bahwa ada masalah serius. Ia pun mengizinkannya. Tapi sampai sekarang Sasuke belum menelfon apakah pria itu masih mengurus masalahnya atau memang dia lupa.

Sakura segera menggeleng guna menepiskan pemikiran yang buruk tentang suaminya. Ponselnya pun kembali ditaruh dalam tas. Mungkin saja Sasuke masih menyelesaikan masalahnya makanya ia tak menelfon.

"Maa" merasa dipanggil Sakura menatap wajah putrinya. "Ya"

"Aku ingin donat"

"Disini tidak jual donat sayang"

"Di depan ada. Sarada lihat kok" Sakura menghela napasnya lalu mengangguk pada putrinya.

"Ya sudah kalau begitu mama akan membelikan donat untukmu. Tapi kau jangan kemana-mana ingat perkataan mama oke?"

Sarada mengangguk patut, "iya maa"

Sakura beranjak dari duduknya sambil berjalan keluar caffe. Sambil sesekali melihat putrinya apakah masih di tempat atau tidak. Ia takut kejadian hilangnya Sarada kembali terjadi. Begini-begini ia harus waspada karena kejadian itu pernah terjadi.

Namun langkahnya terhenti karena menabrak seseorang hingga membuat orang itu terjatuh begitu juga dirinya. Ia mengutuk dirinya yang berjalan sambil sesekali melihat ke belakang, begini jadinya kan.

"Aaww Sasuke-kun" Sakura melebarkan matanya saat telinga menangkap suara orang yang ditabraknya tadi memanggil nama Sasuke. Ia tak salah dengar kan atau itu Sasuke yang lain bukan suaminya?

Sakura segera mendongak melihat siapa yang dikhawatirkannya tengah mengkhawatirkan orang lain. Ia melebarkan matanya melihat Sasuke yang menolong wanita itu. Ini benar-benar gila.

"Kau tak apa-apa?" Tanya Sasuke sambil membantu wanita tersebut. Ia sama sekali belum menyadari keberadaan istrinya.

"Kau jalan tak meli---" ucapan yang akan mengomeli itu terhenti ketika melihat siapa yang baru saja bangkit sambil menatapnya tajam.

"Jadi ini masalah yang harus kau selesaikan. Selingkuhanmu hee?" Sakura berujar dengan nada datar. Tatapannya menatap tajam suaminya yang terlihat kaget.

"Cherry"

"Kau benar-benar" teriakan Sakura tertahan saat dirasa ia menjadi pusat perhatian. Apalagi dengan matanya yang sudah meneteskan air matanya. Oh aku lemah sekali, batinnya kesal.

Ia menghapus air matanya kasar, "lanjutkan mengurusi masalahmu" lalu berbalik ke arah caffe untuk mengambil putrinya dan membawanya pergi dari situ.

.

.

.

Bersambung

(REVISI 24-03-21)

Fusion of Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang