Vote yaa, bantu author^^
Soalnya ini jumlah pembaca sama votenya jauh banget perbandingannya.
Tapi author tetep bersyukur karena kalian udah mau baca cerita author^^ and..Happy Reading...
****
Tim Galaxyan nampak beristirahat sejenak, apa lagi Atea yang tidak tahan dengan cuaca panas dan tidak boleh kecapean.
"Sangat melelahkan." Atea mengusap keringat yang berjatuhan. Mukanya memerah. Fath dengan sigap menghampiri Atea.
"Capek ya?" tanya Fath. Atea mengangguk lemah, Fath mengusap rambut Atea.
"Sebentar lagi sampe kok," ujar Fath yang membuat pipi Atea memerah. Jantungnya berdegup kencang.
Queen melihat peta yang ada di tangan Nick. Queen dengan Nick sedang berdiskusi, walaupun itu susah bagi mereka.
"Sekitar satu kilo meter lagi kita sampai ya?" tanya Queen.
"Ya. Jika jarak kita dengan Frost Land sudah dekat, maka hawa dinginnya akan terasa," jelas Nick.
"Jika begitu kita harus cepat. Kasian Atea," mirisnya. Queen mengambil botol minumnya. Ia meneguknya perlahan, botol minumnya direbut. Lalu Nick meminumnya hingga habis. Queen melotot.
"Sialan!" Itu berarti mereka berciuman secara tidak langsung kan?! Pekik Queen. Queen menghentakan kakinya meninggalkan Nick.
Nick menyusulnya. Ia menatap seluruh anggota tim Galaxyan. "Tinggal satu kilo meter lagi! Kita harus semangat!" seru Nick.
"Baik kita berangkat sekarang." intruksi Nick. Atea mencoba berdiri, namun tak bisa.
"Biar aku aja yang gendong," tawar Fath lalau setelah itu Atea digendong Fath. Selalu saja seperti ini. Tidak dengan Veera, yang semenjak berangkat hanya bisa merajuk.
"Oh ya buat Veera, jangan ngambek mulu. Anggap aja kejadian tadi gak terjadi," ucapan Nick membuat semua orang bingung.
"Heh? Maksudnya gimana?" Queen tertawa sembari menepuk-nepuk punggung Nick.
"Otakmu saja yang sempit." Nick berlalu pergi. Mereka pun menyusul. Queen hanya menggerutu, ia tidak terima dirinya disebut otak sempit.
***
Inilah Frost Land..
Mereka telah sampai di Frost Land. Mereka menatap pemandangan penuh salju ini. Beberapa pohon dan air mancur nampak membeku dengan lekuk yang indah."Hm? Inti kristal itu dimana?" tanya Ardolf. Karena ia tahu daerah sini, inilah tempat sang bunda dilahirkan.
Tanpa melihat peta, Nick berucap. "Di kuil yang letaknya di dekat rawa racun biru," sahut Nick yang membuat Ardolf tersentak kaget.
"Wilayah itu berbahaya," sahut Ardolf.
"Sebaiknya kita bermalam dulu di istanaku," ucap Ardolf.
"Tapi menurutku kita istirahat di hutan saja, Veera bisa membuat rumah dengan elemenya. Rawa racun biru itu ada di pinggir hutan Forester bukan? Hutan itu tidak terlalu tertutup salju. Dan kita juga bisa mempercepat waktu jika memulainya dengan bagian barat hutan karena inti kristal itu ada di selatan. Dan posisi kita ada dibarat," jelas Atea.
"Usul Atea bisa juga, dia benar. Hutan Forester memang tidak terlalu ditutupi salju," timpal Ardolf menyetujui.
"Berarti kita berjalan sekarang." Nick memberi aba-aba.
"Fath, turunkan aku. Cuacanya sudah tidak panas kok! Tidak berbahaya juga," ujar Atea dan Fath pun menurunkan Atea.
"Terimakasih!" Atea tersenyum. Fath pun hanya mengangguk sebagai tanggapan.
****
"Kita berhenti disini, hari sudah mulai malam!" Nick mengarahkan.
"Baiklah Veera!" Lanjutnya dan Veera mengangguk saat mendengar ucapan Nick.
Matanya terpejam lalu ia membuka matanya. "Home Florest!" tiba-tiba tumbuhan didekatnya mulai mendekat dan perlahan-lahan membentuk sebuah rumah yang agak besar. Cukup ditempati oleh mereka berenam.
"Ayo masuk!" Mereka masuk menuju rumah buatan Veera itu. Rumahnya sangat nyaman, nuansanya juga sangat alami.
"Soal kasur emm aku hanya bisa membuatnya dari dedaunan. Tapi lembut kok!" seru Veera.
Mereka pun melepas ransel mereka dan segera mengambil selimut yang mereka bawa. Selimut ini bisa berbentuk jadi apa saja, dan akan kembali kebentuk semula jika pemiliknya menginginkan itu, jadi sangat mudah dibawa kemana-mana.
Teman-teman Veera sudah tertidur. Veera kini sedang mencari selimutnya yang tidak ada.
"Bagaimana ini? Sepertinya ketinggalan," gelisahnya. Ia mencoba keluar dari rumah kayu itu. Ia nampak memeluk badannya sendiri, sambil sesekali menggosok lengannya.
Tanpa ia duga ada Ardolf dibelakangnya. "Hei!" suara itu membuat Veera menoleh.
"I-iya?" jawab Veera gugup.
"Kau sedang apa disini?" tanya Ardolf.
"Aku tidak bisa tidur, aku kedinginan. Selimutku juga ketinggalan," ucap Veera sedih. Ardolf menatap Veera.
"Pakai saja selimutku, aku tahan dingin," tawar Ardolf.
"Emangnya kau tidak apa-apa Ardolf?" tanya Veera.
"Tenang, aku kuat kok," jawab Ardolf. Veera menatap Ardolf tak percaya. "Ambil saja selimutnya di ranjangku," lanjut Ardolf.
Veera mengangguk. "Terimakasih!" Setelah mengucapkan itu Veera berjalan masuk kedalam rumah buatannya.
Veera mendekati ranjang Ardolf dan mengambil selimut tebal miliknya. "Wah hangat!" Seru Veera.
Dan tanpa ia sadari ia tidur di ranjang milik Ardolf. Ardolf mendekati ranjangnya. Ia menatap Veera yang tertidur pulas di atas ranjang miliknya.
Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu tidur di ranjang milik Veera.
Tanpa mereka semua sadari Nick tengah berada di atap rumah kayu, memandang bintang yang ada di langit.
"Rencananya berjalan lancar." Nick menutup matanya. Membiarkan angin malam menerpa wajahnya dengan perlahan. Itulah kebiasannya, tidak di Academy tidak di luar Academy, ia selalu melakukan rutinitasnya.
-¤-
Salam hangat Alyssa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Of The Moon Goddes
FantasyLulus tes masuk Fancy Academy membuat Queen harus meninggalkan keluarganya dan pergi bersekolah disana dengan kedua temannya. Mempelajari berbagai sihir, hingga akhirnya dia menemukan jati dirinya yang membuat semua orang terkejut. Ya, jati diri seb...