Bagian 4: Inilah Jawaban Sesungguhnya

701 55 9
                                    

Lampung, 31 Desember 2019

***

"Dengan kembalinya masa lalu yang buruk, maka akan tercipta masalah yang baru."

-Azia Azzahra Khoirunnisa-

***

   Matahari kian meninggi. Seakan kini tak malu untuk menampakkan sinarnya. Udara segar dari banyaknya bunga di depan indekos mampu membuat hari Zia semakin bersemangat.

   Kini ia baru pulang dari kampus. Ketika kaki hendak melangkah masuk ke dalam kamar. Sudah ada suara yang mampu menghentikan pergerakannya.

   "Zia...,"

   Zia menoleh. "Umi,"

   Ya. Itu adalah Ferra. Ini ia tengah berjalan ke arah Zia. Senyum yang merekah tak hilang sedikit pun.

   "Ada apa mi," tanya Zia ketika Ferra sudah di depan matanya.

   "Nanti, ikut Umi lagi yuk, kita ke panti."

   Dengan cepat senyum Zia mengembang. "Boleh mi, ide bagus." ucap Zia antusias. "Ya udah, sekarang Zia ganti baju dulu ya mi," lanjut Zia seraya membuka pintunya.

   Ferra pun tersenyum hangat. Tak lama dari itu, Zia pun keluar dengan pakaian rumahnya.

   Ferra menatap Zia dari atas sampai bawah. Ia tersenyum hangat pada Zia. Namun kali ini, senyumnya penuh dengan arti.

  "Kenapa mi, liatin Zia segitunya?" tanya Zia jujur dengan senyuman ciri khasnya.

   "Kamu sangat cantik nak, kapan siap melindungi kecantikan kamu?"

   Deg.

   Seperti biasa. Ferra selalu menyindir Zia soal jilbab. Zia yang sudah cukup mengerti ke arah mana  ucapan itu hanya dapat tersenyum kikuk.

   Ini bukan untuk pertama kalinya ia mendapat sindiran dari ustadzah itu. Beruntungnya, Zia tidak pernah mengambil hati atas sindiran itu. Toh, Zia menganggap itu sebagai tanda kasih sayang dari seorang ibu, yang diperankan oleh Ferra.

   Sebaliknya, Ferra pun tidak pernah lelah mengingatkan Zia dengan cara seperti itu. Bahkan, tak jarang pula ia menceramahi Zia. Namun, keduanya seolah saling memahami. Meski yang satu belum siap dan yang satu tidak lelah, mereka tetap menghargai waktu. Karena waktulah yang berperan penting untuk hati yang yakin.

   "Doakan saja secepatnya ya mi, belum siap kalau sekarang...," Zia menyengir seperti biasa.

   Ferra mengangkat bahunya acuh. Namun tetap itu sebagai respon yang tak lepas dari gurauan. Bagaimana pun Ferra hanya mengingatkan bukan merubah. Yang hanya dapat merubah adalah Allah Swt..

   Sesampainya mereka berdua di Pondok. Ferra menyuruh Zia duduk di bangku taman------yang kali itu suasana tengah sepi.

   Ferra masuk ke dalam Pondok. Menuju dapur tepatnya. Ia memanggil seseorang.

   Di lain tempat. Zia tengah duduk manis di bangku taman dengan terus sibuk memainkan ponselnya.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang