Bagian 31: Hilangnya Zia

538 36 6
                                    

Lampung, 12 Juli 2020

Sebentar lagi, akan ada part... Dimana emosi kalian akan berperan banyak di situ.

Tunggu saja ya. :')

Selamat membaca, sahabat.

***

Teh hangat yang dibuat Zia saat ini sangat pas untuk diminumnya ketika hujan yang mengguyur kota Yogyakarta malam ini. Setelah mengaduk minuman itu ia membawanya ke ruang keluarga. Dua tiga hari ini ia lebih sering melamun dan sering kali cemas. Banyak hal-hal aneh yang sangat mengganggunya.

"Ini, tehnya." ujar Zia pada Rio sambil menaruh teh hangat itu di atas meja.

Rio menatap lekat mata istrinya yang begitu sendu. Sambil merangkul pundak Zia, ia berkata. "Udah berapa kali aku bilang, jangan terlalu risau dengan takdir Allah. Kamu terlalu memikirkan hal yang memang sudah menjadi takdir-Nya."

Zia membalas tatapan Rio, matanya berkaca-kaca. "Tapi Rio,"

Rio meraih pundak Zia, seolah dari perlakuannya itu meyakinkan Zia jika semua akan baik-baik saja. "Aku kan udah bilang. Kecelakaan kemarin itu, karena ketentuan Allah. Kenapa harus berpikir buruk. Toh, aku baik-baik saja kan, sayang."

"Iya Rio. Memang benar, semuanya sudah menjadi takdir Allah. Tapi semua itu juga pasti ada lantarannya. Semuanya bukan kebetulan." Zia menjeda ucapannya seraya mengambil nafas. "Dimana saat tiba-tiba ada air di tangga. Sedangkan saat itu, selain aku cuma ada Buk Isah. Saat itu juga Buk Isah bilang, kalau rumah belum ngepel. Ataupun ngerasa kalau pernah jatuhin air di tangga.

"Saat aku hampir jatuh, untung aja Buk Isah langsung ada. Masalahnya Rio," jeda Zia.

"Ada penyusup itu?" tanya Rio.

Zia mengangguk lemah. "Disaat itu pula kamu kecelakaan. Syukur-nya tidak terjadi apa-apa."

"Karena Allah sayang sama kita, Zia." ujar Rio. lagi-lagi dia berusaha meyakinkan Zia.

Sebenarnya bukan dia tidak sadar akan semua itu. Tapi yang terpenting di sini adalah kesehatan Zia yang sedang mengandung anaknya. Siapapun suami di posisi Rio, tidak akan membiarkan Zia berpikir keras apalagi sampai ada rasa trauma yang berkelanjutan di istrinya. Tanpa sepengetahuan Zia, diam-diam Rio sudah menyelidiki kasus ini sendirian dengan bantuan ketiga sahabatnya-Billy, Iqbal, dan Reza.

Zia melepaskan tangan Rio dari pundaknya. Ia meneteskan air matanya. "Aku takut terjadi sesuatu sama anak kita," rengek Zia sambil memeluk Rio.

"Hei, Zia... Zia denger aku ya. Nggak akan pernah terjadi apa-apa sama anak kita." Rio kewalahan untuk menenangkan Zia.

Zia terus terisak di pelukan Rio. Sedangkan Rio terus mengusap punggung Zia. Tidak ada yang lebih membuat dada Rio sesak-Pada Zia-kecuali saat melihat Zia menangis seperti ini. Perlu Zia tahu, jika ketakutan Rio pada keselamatan hidupnya-Zia, lebih dari ketakutan Zia terhadap dirinya sendiri.

Sempat Rio berpikir, jika selama ia menjalani rumah tangga dengan Zia, ia merasa jik masalah tidak pernah berhenti mengganggunya dengan Zia. Tapi dibalikkan lagi semuanya pada takdir Allah. Dia sebagai makhluk-Nya bisa apa? Selain menerima dan menjalaninya dengan ikhlas.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang