Bagian 23: Jangan Tampar Aku!!!

432 45 12
                                    

Lampung, 11 Juni 2020

***

"Tamparan tanganmu lebih baik daripada tamparan ucapan dan sikapmu."

-Azia Azzahra Khoirunnisa-

***

   Sudah satu minggu ini Rio benar-benar mendiamkan Zia. Mungkin hanya satu patah dua patah kata saja yang ia berikan pada Zia. Itu pun yang penting-penting saja.

   Sikap dingin Rio yang kesekian kali ini. Lebih menyakitkan dari yang pernah Rio lakukan sebelumnya. Membuat Zia tersiksa. Sudah berusaha bertanya apa salahnya, namun Rio tidak menjawabnya. Justru sempat Rio menjawab. "Kamu engga salah apa-apa. Dan engga pernah salah."

   Jawaban itulah yang membuat Zia semakin sakit. Zia merasa Rio menjadi sosok yang egois. Entah kenapa Zia ingin sekali pergi dari rumah itu rasanya. Setidaknya ia tidak ingin bertemu Rio sampai semua baik-baik saja.

   Belum lagi sudah beberapa hari ini Rio selalu pulang larut malam. Zia menunggunya di kursi ruang tamu, sampai tertidur pulas. Yang ada saat Rio pulang, Rio mengacuhkan Zia.

   “Ini baju untuk kamu. Udah aku siapin.”

   “Maksud kamu apa?” tanya Rio ketus.

   Zia memberi setelan baju untuk Rio.

   “Besok kan hari pernikahan mereka.” jawab Zia.

   Memang benar adanya. Besok adalah hari bersejarah untuk sahabat mereka. Ketiga pasangan itu akan melangsungkan akad secara bersamaan di tempat yang sama. Persahabatan yang luar biasa.

   “Aku engga bisa datang besok.” ucap Zia seraya berjalan menjauhi Rio.

   “Egois banget kamu.” Rio tertawa hambar. “Katanya sahabat. Sahabat macam apa, di hari pernikahan sahabatnya engga dateng.” seloroh Rio.

   Ya Tuhan... Sebenarnya bukan itu maksud Zia. Itu hanyalah alasan Zia saja. Tidak mungkin dia tidak datang. Tapi masalahnya Zia berharap agar Rio membujuknya.

   Akan tetapi apa dikata lagi. Saat ini dia hanya dapat diam dan memilih untuk pergi dari kamar.

   “Maaf Zia,” lirih Rio ketika melihat Zia keluar dari kamar.

****

   Pagi hari yang cerah. Kicauan burung yang menari-nari di atas balkon kamar Zia seakan menjadi saksi yang melihat kesedihannya. Zia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia sudah siap memakai pakaian syar'i dan beberapa polesan make up yang sangat tipis di wajahnya.

   “Kuat Zia. Harus kuat... Mungkin memang kamu ada salah, yang belum kamu sadari.” monolog Zia di depan cermin.

   Ia tersenyum getir. Sikap Rio benar-benar kelewatan. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus bersabar.

   “Biar waktu yang menjawabnya.” lirihnya lagi.

    Setelah selesai dengan monolognya itu. Ia langsung keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Baru setengah tangga dituruninya. Zia sudah dikejutkan dengan suara
k

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang