Bagian 25: Sudah Mencintai, Tidak Disadari

481 43 13
                                    

Lampung, 19 Juni 2020

***

“Aku mencintaimu jauh sebelum kamu mengungkapkan perasaan cintamu pada Ayahku. Tapi karena waktu, semua rasa itu harus berhenti sejenak. Dan kini saat semuanya sudah berubah. Aku sadar, dengan sendirinya aku jatuh cinta padamu. Untuk kedua kalinya... Muhammad Azam Ferrario.”

-Azia Azzahra Khoirunnisa-

***

   Hembusan angin malam begitu menusuk permukaan kulit pria tampan itu. Pria yang kini tengah berdiam diri di balkon kamarnya. Menatap ke depan dengan kekosongan matanya. Gemerlap cahaya lampu dari seluruh kota terlihat olehnya. Seakan itu lampion malam baginya.

   “Astagfirullah,” gumamnya ketika menyadari air matanya turun lagi.

   Ia mengerjapkan matanya sebentar. Menghembuskan nafas penuh kegusaran. Beralih ia duduk di kursi. Spontan ketika melihat ke arah kursi di sampingnya—ia langsung terdiam lagi.

   Entah ke berapa malamnya, ia selalu merasakan kesepian seperti ini. Menjalani hari tanpa semangat sedikit pun.

   Kilas bayangannya dengan Zia teringat lagi. Dimana ia menyanyikan Zia sebuah lagu. Bermesraan bersama sang kekasih hati di tempat itu. Dan kini? Semuanya hilang dalam hitungan hari.

   “Zi... Harus sampai kapan kita salah paham?” Monolognya ketika melihat kursi kosong itu.

   Kursi yang selalu ada Zia di sana.

   Rio menghela nafas panjangnya. Waktu yang semakin larut malam. Kini ia masuk ke dalam kamar.

   Di lain tempat.

   Berbeda dengan Zia yang kini tengah memaksakan dirinya untuk tidur. Tapi justru semakin ia paksa, maka semakin ia susah untuk tidur. Ya, setelah masalah hari itu. Zia langsung pergi dari rumah.

   “Is... Aku engga bisa tidur, Rio...”

   Deg!

   Zia mematung di tempat. Kenapa mulutnya lancang sekali, dengan sendirinya mengatakan hal itu.

   Memang benar kenyataannya jika dia tidak bisa tidur, maka dia akan memeluk Rio dari belakang. Masalahnya ini sangat susah bagi Zia. Matanya seperti mata panda. Karena kekurangan tidur malam. Sampai siang hari juga, ia tidak tidur.

   Perlahan cairan bening lolos begitu saja dari mata Zia. Sama persis seperti Rio. Dia tidak biasa dengan semua ini.

   Baik Zia maupun Rio. Keduanya sudah sama-sama ketergantungan dengan kehadiran masing-masing. Keduanya saling melengkapi. Tapi sayangnya karena terlalu takut merepotkan dan mengkhawatirkan. Yang berujung tidak terbuka. Maka inilah hasilnya. Lebih parah dari yang mereka perkirakan.

   Wanita manis itu menangis sesegukan tidak henti. Menyebut nama Rio terus menerus. Sampai ia terdiri dengan sendirinya.

 
****


   Pagi harinya. Rio bersiap untuk bekerja. Kini ia memasak dan menyiapkan makanannya seorang diri.

   Hanya keheningan yang menemaninya makan. Bayang-bayang wajah manis yang menyejukkan pandangannya kini tidak ada.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang