Bagian 19: I Miss

532 51 4
                                    

Lampung, 18 Mei 2020

***

"Karena lukamu telah menjadi lukaku. Dan senyummu telah menjadi canduku. Maka dari itu, izinkan aku menghapuskan keraguanmu."

-Muhammad Azam Ferrario-

***

   Entah keberapa malam ini yang sudah membuat Rio menangis di sepanjang malamnya. Setiap ia sholat malam memang menangis di hadapan Allah. Tapi, tidak dengan tangisannya kali ini.

   Satu minggu sudah sang istri tidak sadarkan diri. Banyak detik jam yang sudah ia lalui tanpa adanya Zia. Pertanyaan adalah, jika Rio sudah bergantungan dengan hadirnya Zia----di setiap waktunya, lalu bagaimana bisa ia menghabiskan waktunya tanpa Zia?

   Dosa besar yang sudah ia buat, walau itu bukan sebuah kesengajaan. Air mata Zia saat melihatnya dengan wanita itu sangat jelas terngiang di benak Rio. Dia sudah membuat Zia menangis dan lebih daripada itu.

   "Ini lah alasan kenapa kakak engga mau mimpin perusahaan." ujar Rio kepada Aisyah.

   Kini dengan air mata yang senantiasa turun. Rio sedang berbicara dengan Aisyah di depan ruangan Zia.

   "Kak, mau bagaimana lagi, ini sudah terjadi. Sungguh hanya Allah yang mengetahui apa yang tersembunyi di balik peristiwa ini," ujar Aisyah yang menatap kakaknya nanar.

   Setelah kejadian itu, Aisyah langsung ke kantor dan menggantikan posisi Rio sementara. Memang Aisyah lah yang akan memimpin perusahaan itu-----setelah Rio menetap untuk mengelola pondok. Namun berhubung Aisyah belum sepenuhnya dapat dilepas, maka dari itu Rio lah yang membantu adiknya.

   Rio menatap Aisyah sendu. Ia menghembuskan nafasnya kasar.

   "Ai boleh nanya sesuatu sama kakak?" tanya Aisyah.

   Rio menghadap Aisyah. "Apa?"

   "Apa kakak kenal sama karyawan itu?"

   Fokus Rio langsung teralihkan mendengar pertanyaan Aisyah. Ia menyipitkan keduanya matanya. "Enggak." jawabnya singkat.

   "Dia perempuan Ai, kalau dia laki-laki udah kakak hajar dia..." seru Rio. Matanya menyorotkan amarah.

   Aisyah manggut-manggut. "Kakak engga curiga sama dia?" selidik Aisyah.

   "Maksud kamu?"

   "Haduh kak... Ke mana si kecerdasan kakak selama ini, bisa hilang gitu aja." seloroh Aisyah.

   Rio menanggapinya dengan kekehan kecil. Ia mengacak-acak puncak kepala Aisyah. "Iya iya, kamu yang lebih pinter. Sampai dua tahun sekolah langsung dilangkahi, dan akhirnya satu kelas sama kakak." puji Rio pada adik satu-satunya itu.

   Memang benar adanya, saat kenaikan kelas satu SD----yang seharusnya Aisyah duduk di bangku kelas dua justru----ia langsung dinaikkan di kelas empat SD. Saat itu Rio kelas tiga SD dan hendak naik kelas empat, akhirnya bisa satu kelas dengan Aisyah. Mengingat Aisyah adalah murid yang sangat cerdas. Pernah suatu hari saat itu, ia mengerjakan soal matematika kelas enam SD saat iya kelas satu.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang