Bagian 18: Kecelakaan

568 62 20
                                    

Lampung, 16 Mei 2020

***

   Malam harinya Rio pulang ke rumah. Setelah menyelesaikan semua tugasnya di kantor rasanya benar-benar lelah. Apalagi pekerjaan yang tengah ia lakuni itu tidak sesuai dengan hatinya. Ia yang ingin mengurusi pondok pesantren. Dan kini, sembari menunggu pembangunan itu, ia diberi amanah oleh Ibunya untuk memimpin perusahaan sementara waktu.

   Entah kenapa dua hari ini Rio merasa ada yang hilang dari dirinya. Yang biasanya ia selalu menggoda Zia dan sukses membuat sang istri tertawa bahagia, namun kini itu tidak ada.

   Malam ini juga adalah kali pertamanya Rio pulang bekerja tanpa disambut Zia. Tumben? Pikirnya ketika masuk ke dalam kamar. Ia melihat Zia yang sudah tertidur pulas di ranjang.

   Hanya dapat menghela nafas panjang. Melihat Zia yang senantiasa memakai jilbab. Rasanya Rio memang benar, jika Zia belum bisa mencintainya.

   Alhasil Rio memutuskan untuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Namun, ia tersenyum dengan sendirinya ketika melihat ada kertas di depan cermin kamar mandi.

   'Jangan lupa makan malam. Semua udah aku siapin di bawah. Maaf udah tidur duluan, aku cape.'

   Seulas senyum tercetak di bibir Rio saat membaca itu. Meski Zia belum bisa mencintai dia sebagaimana mestinya. Tapi Zia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang istri.

****

   Setelah menghantarkan kepergian sang suami. Zia kembali masuk ke dalam rumah.

   Sarapan tadi adalah sarapan yang paling sunyi. Batin Zia tatkala mengingat makannya dengan Rio hanya ada kesunyian selepas itu.

   Mendengar suara bel. Zia memberhentikan langkah kakinya yang baru saja mengunci pintu. Dengan langkah berat Zia membuka pintu itu.

   "Iya, tunggu..." jawabnya sambil membuka pintu.

   Zia menoleh ke kanan ke kiri. Siapa? Pikirnya ketika melihat tidak ada orang di sana. Karena sibuk melihat sekitar; dan tidak menengok ke bawah. Alhasil Zia tersandung.

   "Allahuakbar...," pekik Zia. Fokusnya langsung teralihkan-----melihat satu bingkisan berukuran sedang------tepat di sampingnya.

   Tanpa berpikir panjang. Zia langsung mengambil bingkisan itu dan membukanya langsung. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat isi bingkisan tersebut.

   "Astagfirullah haladzim... Ya Allah...," Zia tersentak dan langsung melempar bingkisan itu ke sembarang arah.

   Tubuhnya menegang seketika. Rasanya ingin sekali cepat masuk rumah, tapi seluruh tubuhnya kaku begitu saja.

   Air mata Zia sudah menganak sungai. Bibirnya benar-benar bergetar hebat. Hatinya hanya bisa melangitkan doa pada Allah.

    "Astagfirullah haladzim... Zia kamu kenapa?!" teriak Aisyah yang baru datang.

   Melihat Zia yang terduduk lemas di lantai dengan tangisan yang tak bersuara membuat Aisyah terkejut bukan main. Ia langsung membantu Zia bangun.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang