EPILOG

365 38 33
                                    

Lampung, 16 September 2020

Hai...

Udah lama enggak update.

Udah lama enggak ngetik nama yang paling sering muncul di cerita ini....

"Zia dan Rio"

Ternyata perjuangan cerita mereka sudah hampir selesia ya. 😊

Udah banyak air mata pembaca yang keluar dan emosi yang dimainkan di cerita ini.

Jadi, kali ini, aku akan memberikan kejutan untuk pembaca agar tetap mengenang mereka berdua...

"Azia dan Rio".

Mari menyelam dengan kisah mereka.....

UNTUK YANG TERAKHIR KALINYA!

***

   Gemercik angin di luar sana sukses menambah kedamaian bagi kedua insan Tuhan yang tengah bermesraan di dalam kamar mereka. Udara dingin pada malam hari ini semakin menjadi-jadi rasanya. Ini adalah kesekian dan kesekian kalinya hujan pada malam hari setelah Alvin dan Zia memilih berdamai pada takdir.

   Menyangkut Alvin, kini pria itu sudah bekerja di perusahaan Ayahnya. Di samping itu, Alvin juga melanjutkan pendidikannya di UGM. Pelan-pelan hidup Alvin kembali tertata rapi. Bahkan sangat jauh dari masa lalunya dulu.

   Memang benar kata orang, seiring berjalannya waktu. Di dalam kehidupan ini pasti akan banyak perubahan. Sama seperti kehidupan Zia. Setelah banyak pergelokan dan skandal dalam hidupnya, kini ia bisa bernafas dengan lega. Kembali merasakan kedamaian yang tidak mungkin semua orang merasakan itu.

   Menjalani kehidupan dengan yang sebenar-benarnya hidup. Bukan hidup di dalam banyaknya sandiwara yang diciptakan. Itulah nikmat yang memang harus dicari dan dijalani oleh manusia. Termasuk Zia dan Rio.

   Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Kini tiba saatnya kandungan Zia kesembilan bulan. Rio semakin antusias dengan kedatangan jagoan kecilnya. Untung saja ia pintar membagi waktunya untuk bekerja dan menjaga Zia di rumah. Walau ada asisten rumah tangga yang di rumah menjaga Zia, tetap saja Rio merasa kurang. Wajar bukan? Jadi jangan katakan ia berlebihan.

   “Di luar sana dingin ya,” ujar Zia sambil mengelus pelan rambut Rio.

  Di atas ranjang, kini posisinya Rio berbaring beralaskan paha Zia. Lain dengan tangan Zia yang mengelus rambutnya, tangan Rio pun mengelus lembut perut buncit istrinya.

   Tersenyum lembut. Rio membalikkan pelan wajahnya menghadap ke arah perut sang istri. “Sayang Abi dingin ya,” ujarnya sambil diakhiri dengan tawa kecil.

   Zia tertawa menunjukkan deretan gigi putihnya. “Abinya si, enggak peka jadi orang,” kata Zia.

   Karena tidak mau berlama-lama membuat Zia menahan sakit. Rio memilih untuk bangun dari posisi tidurnya dan kini ia dengan posisi duduknya, menatap Zia lekat. Membuat Zia berhenti tertawa.

   “Ken...kenapa?” Zia jadi salah tingkah dibuat Rio.

   Kurang lebih sudah satu tahun menikah, tapi jika ditatap seperti oleh Rio, Zia akan tetap merasa canggung dan salah tingkah tentunya.

   Menarik sudut bibirnya pelan, Rio mengelus rambut panjang Zia. Tak lupa dengan menyelipkan anak rambutnya di telinga. Alih-alih mata Zia menutup saat dirasa wajah Rio semakin dekat dengan wajahnya.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang