Bagian 5: Kotak Merah Yang Terlupakan

650 45 4
                                    

Lampung,  09 Januari 2020

✨✨✨

   Berkat usaha dan penjelasan Ferra ke Zia tentang ibunya------ yang sebenarnya, hari itu Zia tak kuasa menahan segalanya. Sesak, sedih, kecewa, dan semua rasa bercampur jadi satu saat itu.

   Setelah penjelasan itu Zia langsung menemui sang bunda.

Flashback on

   "Ibumu pergi karena ia memiliki kanker rahim... Dan, diam-diam pergi agar jika benar memang dia harus pergi untuk selama-lamanya, kamu sudah membencinya. Ia sengaja ke Yogyakarta untuk melakukan pengobatan. Entah itu terapi ataupun operasi.... Ketahuilah, selama ini bundamu sudah berjuang seorang diri melawan penyakit ganasnya itu. "

   Hah??

   Tubuh Zia lurus seketika.

   Ia menangis sejadi-jadinya. Ferra yang sudah mengerti keadaan itu pun, langsung mendekati Zia dan memeluknya.

  "Zi-zia emang anak durhaka umi... Hiks.. Hiks.... Zia, Zia... Zia udah salah mi," isak tangis Zia terus menyayat hati Ferra yang juga merasakan itu.

   "Nak, istigfar sayang, Zia harus kuat... Dan----" belum sempat melanjutkan ucapannya, Zia sudah memotongnya dngan cepat.

   "Zia mau ketemu bunda umi... Zia sekarang harus ketemu umi," Zia berucap dengan terbata-bata.

   "Iya sayang, ayo kita sekarang temui bundamu... Tapi, sebelumnya hapus dulu air mata Zia," Ferra membantu Zia yang kini tengah menghapus air matanya. Namun, nihil. Tetap saja cairan bening itu terus lolos dari kata indahnya.

   Dengan tertatih, Ferra menuntun langkah Zia ke dalam Pondok. Menemui sang bunda lebih tepatnya.

   Sesaat, sampai di depan kamar Anis. Zia duduk di depan kamar Anis. Kursi kayu yang cukup panjang. Dan Zia tertunduk membiarkan air matanya terus bekerja dengan semestinya.

   Ferra masuk ke dalam. Memanggil sang sahabat. Ya, sahabat mana yang tidak senang dengan kebahagian sahabatnya sendiri.

   Tak berselang lama dari itu, dengan langkah yang gemetar, Anis berjalan mendekati  putrinya yang kini tengah menundukkan pandangan.

   "Nisa,"

   Deg!

   Satu detik

   Dua detik

   Tiga detik..... Dan, hap!

   Kedua pemilik mata itu, saling bertemu. Mata yang  memiliki kesamaan itu------sama-sama berwarna hitam pekat--------kini saling menatap sendu.

   "Bunda,"

   Srakkkk....

   Tanpa menunggu apapun, Zia langsung berhambur ke dalam pelukan ibunya.

          Ya Allah.... Apakah perpisahan hamba dengan Bunda selama ini sangat lama? sampai-sampai hamba lupa bagaimana pelukan hangat bunda. Dan, berakhir pada detik ini... Pelukan itu kembali teringat, dan itu sangat hangat. Batin Zia menjerit meronta.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang