Bagian 7: Hijrah yang Sesungguhnya

600 48 7
                                    

Lampung, 28 Januari 2020

***

"Seandainya semua kejadian buruk itu tidak pernah terjadi. Mungkin, aku tidak pernah merasakan pahitnya hidup tanpa iman."

-Azia Azzahra Khoirunnisa-

***

   Semenjak kejadian hari itu. Hari di mana rahasia yang terpendam di keluarga Zia sudah terbongkar dengan berjalannya waktu. Kini kehidupan Zia sudah benar-benar kembali pada awal kehidupannya.

   Awal kehidupan di mana ia memang terlahir dari keluarga yang mengerti agama. Awal kehidupan di mana memang kesehariannya di penuhi dengan aturan-aturan agama. Dan, awal di mana ia benar-benar menjalankan kewajiban----- yang memang seharusnya tidak pernah ia langgar------ memakai jilbab dan menutup auratnya secara sempurna.

   Ya, semenjak hari itu keluarga Zia sudah kembali utuh. Kedua orangtuanya kembali berkumpul dan mereka memilih tinggal di apartemen untuk sementara waktu.

   Kenapa sementara waktu?
Ya itu adalah alasan Khoiri, untuk memastikan putrinya benar-benar telah bertaubat dan berhijrah yang sesungguhnya.

   Ia tidak mau putrinya tersesat terlalu jauh. Ia ingin putrinya benar-benar menjadi wanita muslimah yang sejatinya, bukan hanya sekedarnya.

   Kini adalah hari keenam Zia pergi ke Kampus dengan memakai jilbabnya. Memang benar kata dari kebanyakan mereka yang baru memulai hijrahnya; untuk pertama kali memulai awal yang mulia akan selalu ada rintangan yang datang. Baik dari cacian, hinaan, dan tak jarang dibully habis-habisan dari orang sekitar.

   Ya, di hari pertama Zia memakai jilbab ke Kampus, banyak kaum adam yang memuji kecantikannya yang jauh bertambah. Sedangkan kaum hawa menggunjingnya dengan mengecap Zia tengah pencitraan.

   "Mau makan apa?" tanya Zia pada Tia.

   Ya, Tia adalah satu-satunya teman dekat Zia selama ia baru masuk di semester satu Kampus ini.

   Mereka berdua dekat, namun tidak ada istilah sahabat dari keduanya. Entah kenapa Zia tidak begitu bersemangat jika harus mengatasnamakan hubungan mereka sebagai sahabat. Alasannya sederhana, karena Zia merasa belum ada yang bisa menggantikan posisi ketiga sahabatnya di SMA.

   "Nasi goreng aja Zi, es tehnya satu ya." jawab Tia.

   Zia tersenyum simpul. "Oke, gue pesen dulu ya." ucap Zia.

   Tia memang belum menggunakan jilbab sebagaimana Zia kini Zia memakai. Namun, setidaknya Tia selalu berpakaian rapi dan tertutup. Tidak seperti kebanyakannya wanita di Kampus mereka.

   Setelah dua porsi nasi goreng dibawa oleh ibu kantin terlebih dahulu ke meja Zia dan Tia. Kini tinggal dua gelas es teh yang Zia bawa ke meja mereka. Namun karena ia tengah berjalan menunduk tiba-tiba......

   Brukkk...

   "Astagfirullah,"

   "Astagfirullah, maaf... Maaf,"

   Zia mendongakkan kepalanya, melihat siapa orang yang sudah ia tabrak. "Aisyah....," lirih Zia.

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang