Bagian 30: Kembalinya Teror Misterius

475 45 2
                                    

Lampung, 09 Juli 2020

***

   Kini kehamilan Zia sudah masuk tiga bulan. Seiring bertambahnya usia kandungannya, sang suami semakin berhati-hati dalam menjaganya. Terlebihnya lagi, Zia semakin hari semakin sensitif bawaanya. Maunya aneh-aneh saja. Tapi di balik semua itu, justru Rio senang dengan Zia.

   Seperti pada saat sekarang, Zia tengah membangunkan Rio. Masalahnya ia bukan membangunkan Rio pada waktu subuh, melainkan kini masih jam dua belas malam. Berulang kali ia membangunkan Rio, tapi sepertinya tidak mempan.

   “Rio! Ih, bangun nggak?!” Zia mengguncangkan tubuh Rio sambil menaikkan suaranya. “Ya Allah, Rio... Kamu kok ngelebih-lebihin Kebo si!” ejek Zia pada orang yang pria yang tengah tertidur pulas itu.

   Tak terasa air mata Zia menetes dengan sendirinya. Ya, inilah Zia sekarang. Sedikit-sedikit dia sangat mudah menangis, entah dalam hal apapun itu. Untung saja memiliki suami seperti Rio, yang selalu siap memanjakannya.

   “Ih, jahat!” rengek Zia sambil melempar Rio dengan bantal.

   Ketika Zia hendak turun dari ranjang. Tangannya langsung ditahan oleh Rio. Refleks Zia menoleh, tapi kenapa mata Rio terpejam kuat?

   Sial! Rio mempermainkan Zia, rupanya.

   Dengan sewot Zia berbicara. “Ih, kamu enggak tidur ternyata,” ujarnya lagi.

   Dengan kedua mata yang masih setia terpejam. Rio menunjukkan senyuman paling manisnya untuk Zia. Perlahan ia menarik tubuh Zia, supaya mendekat padanya. Sampai kini tubuh Zia bertumpu pada dada bidang Rio.

   “Mau apa sih, Zia? Hm....” bisik Rio di depan wajah Zia.

   Terpaan hangat nafas Rio menerjang wajah Zia. Belum lagi suara Rio benar-benar serak saat ini. Mau tidak mau Zia menjauhkan dirinya dari Rio. Ia tahu betul seperti apa suaminya saat ini.

   “Aku mau pecel lele.” ucap Zia dengan mantap.

   Masih dengan mata yang menutup, Rio berbicara. “Ini udah malam Zia. Mana ada yang jual pecel lele.”

   Zia mencubit perut Rio. “Sekarang aku maunya pecel lele Rio!” seru Zia. “tapi, ikan lelenya diganti sama ikan mas. Tapi, aku enggak mau ada kepalanya. Aku mau ikannya aja, tanpa kepalanya.”

   Blak...

   Rio membuka matanya cepat. Dengan melotot ia bangun dari tidurnya, menatap Zia tak percaya. “Mana adaa, Zia???” tanyanya. “Meski memang ada. Ini udah larut malem.”

   Dengan wajah seperti anak kecil–yang menggemaskan–Zia menganggukkan kepalanya. “Ada dong.” jawabnya tanpa ragu.

   Rio menggaruk kepalanya bingung. “Permintaan kamu kali ini mustahil Zia...,” ucap Rio.

   Mendengar itu, Zia mencebikkan bibir bawahnya. Memasang wajah melasnya. Matanya berkaca-kaca. “Ini bukan mau aku. Ini mau ANAK KITA.” ucap Zia dengan suara bergetar dan sengaja meneriakkan dua kata terakhir itu, lantas ia menangis sejadi-jadinya.

   “Ee.. E, an. Anu, aduh... Zia jangan nangis dong.” ucap Rio kepanikan.

   Mampus Rio!!! Mampus kau!!!

Azia Ferrario 2 ✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang