🍂Twenty-three🍂

767 55 31
                                    

📚Happy Reading📚
Maaf kalau ada typo :)

Diam menjadi bahasa terbaik ketika kecewa dengan keadaan namun, berhati-hatilah karena diam bisa menjadi cara yang mudah untuk memancing sebuah amarah.
~Ferdi Alaska~

🍂🍂🍂

Tidak terasa beberapa menit berlalu hingga permainan pun dihentikan. Kemenangan diraih oleh tim kelas sebelas dengan skor 10 dan kelas sepuluh dengan skor 8. Walaupun ini hanya sekedar latihan saja, nampaknya untuk tim yang kalah tidak bisa menerima itu dengan sukarela.

Para pemain berkumpul sebentar untuk mendengarkan nasihat dari Pak Ato, sampai akhirnya mereka dibubarkan.

"Kak Aster keren," kata Zaffina sambil memberi minum ke arah Aster.

"Makasih," jawab Aster yang kemudian menerima minuman itu lalu menenggak hingga tersisa setengah.

Mereka duduk di sisi lapangan. Sesaat hening sejenak sampai akhirnya Zaffina membuka suara.

"Kak, nama kakak artinya sama gak kayak nama bunga Aster yang melambangkan cinta dan kasih sayang? Pasti ibu kakak suka banget ya sama bunga aster?"

Aster menatap Zaffina lekat "Kenapa tanya begitu?"

Zaffina terlihat gugup menjawab apalagi sekarang Aster menatap ia seperti itu.

"Emm.. Gak papa sih cuman iseng-iseng berhadiah, gak masalah kalau misalkan gak mau jawab. Hehee.." kedua tangan Zaffina melambai di depan dada, sambil tersenyum ala iklan pepsoden.

Aduh kenapa harus salting segala sih. Batin Zaffina mengumpati dirinya sendiri dalam hati.

Melihat tingkah Zaffina yang seperti itu membuat Aster mengacak rambut gadis itu gemas seraya tertawa. Aster tidak tahu saja perlakuan seperti itu dapat membuat Zaffina terpaku sambil menyentuh puncak rambutnya seperti orang bodoh.

"Dulu aku sering marah kalau ada orang yang manggil aku Aster, karena aku maunya dipanggil Al, karena nama Aster itu kayak perempuan menurutku." Aster berhenti sejenak untuk mengatur nafas yang kian sesak, menceritakan ini sama saja merobek masa lalunya kembali.

"Terus," Zaffina mendengarkan dengan seru.

"Tapi ibu aku tetep ngotot panggil nama itu, katanya dia suka kalau aku dipanggil Aster. Saat ibuku udah meninggal karena sakit aku baru ingat kalau dia ingin aku dipanggil Aster." jawaban itu membuat Zaffina bersalah, tidak seharusnya dia mengungkit kembali masa kelam yang ia yakin sudah dikubur oleh Aster dalam-dalam.

"Maaf kak aku gak maksud untuk ngungkit masa lalu kakak," tersirat nada penyesalan dari ucapan Zaffina.

"Nggak apa kali," jawab Aster sambil mengukir senyuman yang menular pada Zaffina.

Sedangkan bersebrangan dengan Zaffina, ada seseorang yang terdiam memperhatikan dari kejauhan. Semakin lama dia terdiam tidak tahu kenapa dia semakin tidak nyaman dengan perasaannya, seperti ada sesuatu yang mengganjal dari setiap tarikan nafas yang ia hirup.

🍂🍂🍂

Sebuah senyum lebar kian tak luntur dari wajah gadis berparas cantik itu. Apalagi saat seorang pria yang dari tadi ia teriaki berjalan ke arahnya sambil mengelap keringat dengan handuk kecil.
Gadis itu adalah Viona.

Viona menyerahkan botol minuman ketika pria itu sudah berada di hadapannya.

Namun senyum yang sedari tadi mengembang kini luntur demi sedikit, ketika pria yang ingin diberi sebotol air minum itu hanya berlalu tanpa menoleh sedikitpun, bagaikan manusia yang berdiri disitu hanya rumput yang bergoyang.

Crazy Girl And Good Boy (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang