Sebenarnya, semua manusia adalah pembual. Maka dari itu, percayalah pada Tuhanmu semata.
---
Hal seperti itu sangatlah tidak wajar untuk ukuran anak SMA. Lopa tidak habis pikir, kenapa takdir begitu senang terhadapnya akhir-akhir ini. Dia mengetahui suatu kenyataan dan kenyataan itu seperti lelucon. Dia paham seketika tahu bahwa orang-orang itu adalah anak SMA. Dia tidak tahu harus merespon seperti apa kali ini.
Dua nama ditulis dikertasnya, dua pemuda yang sudah dia ketahui latar belakangnya. Namun memang hanya sedikit saja, tapi Lopa yakin dia tidak akan pernah terjerumus kedalamnya.
Dunia mereka sangat gelap.
Lopa menghembuskan napas kasar. Dia meletakkan kertas itu diatas meja. Gadis itu sedang menunggu seseorang.
Seseorang...
"hai, maaf sudah membuatmu menunggu."
Sapaannya, Yuna Zeldiva. Teman satu teaternya. Gadis itu telah duduk dihadapan Lopa. Mereka berada disalah satu kafe dekat Sekolah mereka.
Lopa sedikit rikuh bergerak, Yuna sangat cantik jadi semua orang menatapnya penuh kagum.
"apa yang ingin kau bicarakan, Lop?" tanya Yuna dengan senyuman manisnya.
Lopa ikut tersenyum, "kau serius dengan perkataanmu kemarin?" tanya Lopa sangat hati-hati dengan direspon anggukan cepat oleh Yuna.
Mereka berdua saling bertatap.
"Lopa,"
"Yuna,"Mereka terkekeh rikuh disaat bersamaan.
"ada hubungan apa kamu dengan Atha?" Tanya Yuna dengan wajah datarnya.
Lopa sulit meneguk salivanya, entahlah bisa dibilang dia sedang berpikir kalau Yuna sangat baik dalam hal lelucon. Mendapati kata 'hubungan' membuat Lopa sadar satu hal...
Lopa membenci dua pemuda itu.
"tidak ada, sama sekali tidak ada." ujarnya mantap.
Sedikit seringai diwajah Yuna, satu lirik Lopa mendapati sesuatu bahwa...
"Aku mencintainya."
Kalimatnya sangat pas dengan hati dan pikiran Lopa saat ini. Gadis berambut pendek itu tertawa terkikik. Yuna yang melihatnya sedikit bingung.
"kau mencintai pemuda brengsek?"
Tidak ada jawaban, Lopa tahu itu.
"sangat disayangkan sekali." lanjutnya dengan wajah lesu.
"ada apa?" Tanya Yuna.
Wajah cantiknya kini penuh dengan kerutan didahi, dia sangat heran dengan Lopa.
"kau cantik dan cerdas, taruhlah kau seharusnya mencintai Mahessa Nevada. Orang-orang tahu dia sangat bijaksana tapi ternyata kau tidak. Itu yang membuatku merasa sangat disayangkan, maaf." ujarnya dengan tulus.
Yuna tersenyum aneh.
"kau bodoh dan tidak cantik, tapi kau diperebutkan dua pemuda yang sangat jauh untuk dijangkau, juga kau tidak sadar mereka bertaruh hanya untukmu. Itu yang membuatku harus bicara padamu karena aku iri." jelas Yuna yang membuat Lopa terkejut.
"kau salah Yuna, diperebutkan? Yuna, kenapa semudah itu kau berpikir? Hey, perebutan macam apa ini coba? Aku tidak sedang diperebutkan, aku akan mati jika lengah terhadap salah satu dari mereka. Mereka hanya mengincarku untuk dunia gelap mereka. Mereka sedang mempermainkan nyawaku." tandas Lopa yang ingin merubah pola pikir Yuna.
"tetap saja, kau diperebutkan dua pemuda yang aku incar." Tangkas Yuna tak mau kalah.
Gadis berambut panjang nan lurus itu berdiri, serta menatap Lopa benci.
"Akan aku sampaikan pesan perasaanmu kepada Mahessa, aku tahu itu. Sayangnya, dia buta terhadap kamu." ucapnya seraya berjalan menjauhi Lopa.
Mata Lopa membelalak, Yuna sangat jahat. Dibalik parasnya yang menawan itu, Yuna seperti seorang bibi tetangganya. Jahat, satu kata itu membuat Lopa sakit.
Dia duduk lesu dikursinya. Yang iya harus lakukan sekarang adalah pulang dan memikirkan semuanya.
---
AruHanjina
Semangat🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Random"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT