"Jika ingin mengenal orang dengan tulus, sebut saja namanya dengan lembut."
---
Sekarang, Asada lagi-lagi menunggu Atha untuk melanjutkan dongengnya. Dia berada di SMPnya. Sengaja dia kesini untuk membawa suasana baru. Dia bosan di rumah, pasti ibunya akan mengganggu dongeng Atha.
"Aku cemburu saat Lopa duduk denganmu kemarin di halte." Asada terlonjak.
Dia yang sedang berteduh dibawah pohon ini terkejut melihat Atha yang sudah dibalik batang pohon itu.
"Kalau kau menyukainya, bilang saja." Timpal Asada kesal.
Saudaranya itu seperti hantu yang tiba-tiba saja datang tanpa permisi.
"Sudah kubilang... Dia hanyalah mirip seperti ibuku." Mengelak.
Asada yang tak terima melotot kearah Atha.
"Mirip seperti ibuku? Padahal di kamarmu banyak sekali foto-foto Lopa bahkan saat orang lain tidak melihatnya tapi kau bisa melihatnya. Entah darimana bisa kamu mendapatkan itu, menjijikan." Jelasnya.
Atha tertawa keras.
"Bagaimana rasanya melakukan itu?" Apa?
Asada linglung, dia sedikit ambigu dengan pertanyaan Atha. Dia menyerngitkan alisnya sampai terlihat jelas.
"Kau dengan Ryujin, apa sudah pernah?" Frontal.
Asada tersenyim licik, "aku tidak berani menyentuhnya. Dia sangat berharga."
Atha berakting berlebihan. Dia menajamkan telinganya bahwa Asada adalah laki-laki sejati.
"Apa kau pernah?" Umpan balik.
Atha seperti berpikir.
"Bagaimana ya? Aku sangat jauh dari perempuan. Sekalinya dekat semakin lama perempuan itu menyebalkan, lebih seringnya aku ingin menyiksa mereka. Mereka menjijikan pada saat manja, tidak seperti ibu." Sangat rumit menjelaskannya.
Asada memutar bola matanya malas.
"Bilang saja kau tidak pernah melakukannya. Aku tahu kalau kau itu sangat berbeda dari banyaknya laki-laki didunia ini. Yang kau anggap perempuan hanyalah ibumu dan Lopa." Tutur Asada sedikit memberikan kenyataan.
Atha juga ikut duduk disamping Asada. Menatap pemandangan kota Metro yang begitu megah dengan segala keapikan dan kearifan teknologi yang membalutnya menjadi sebuah metropolitan tanpa batas akhir. Tidak ada yang seperti Metro untuk saat ini, bisa diakui sangatlah besar pengaruh Metro. Teknologi juga dengan sumber daya manusianya dan pasti kesenian sebagai paku bumi Metro. Banyak sekali negara lain yang bekerja sama dalam proyek seni, seperti entah itu bentuk group band ataupun solois yang dibawah label entertainment.
"Dipikir lagi, entah apa yang dirasakan Mahessa saat dia memainkan banyak perempuan untuk kesenangannya saja dan dijadikan boneka mainannya? Laki-laki kebanyakan berpikir pendek dan memilih keinginannya harus dipenuhi." Ujar Asada sedikit membenarkan yang sudah ia katakan bahwa ia tak pernah sekalipun menyentuh Ryujin.
Atha bergumam.
"Dia tipikal laki-laki yang tak bisa menahan hasratnya atau bisa jadi dia terlalu obsesif untuk terus melakukan itu." Timpal Atha yang juga membenarkan perilakunya terhadap perempuan.
"Ibuku disakiti ayah karena telah menemukanmu juga kau anaknya dari rahim yang berbeda. Ibu sempat depresi melawan semua kesakitan itu, semua orang seakan ingin mengolok ibu sekaligus membunuhnya kedalam itu. Aku tidak mau menyakiti perempuan setelah itu, aku bisa melihat tangis darahnya ketika disakiti. Kau tahu kan, setelah mengetahuimu ibuku sangat sadar bahwa dia tak mungkin kasar terhadapmu. Bagaimana pun dia juga seorang ibu apalagi ibumu meninggal dengan tidak wajar. Disini ayah juga tidak salah, dia tidak tahu akan seperti itu. Untuk profesor Vigas, dia juga tidak tahu harus seperti apa." Sedikit serius namun itulah kenyataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Casuale"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT