"Mati pun tidak ada yang akan tahu bahwa satu detik kemudian, jiwamu sudah diakhirat setelahnya."
---
Setelah kemarin mengunjuni rumah Tuan Milliun. Satu bukti yang mereka bisa ambil dari beliau adalah pisau kecil yang seperti Asada pakai untuk menyiksa ketua kelas mereka. Disini, diatap gedung tua jauh dari sekolah mereka berdua menggenggam pisau itu sambil memperhatikan detilnya.
Ketika sang lancip dibagian bawah, Lopa yang tidak tahu mengapa bisa sang lancip jatuh kebawah dan gagangnya mengeluarkan kunci kecil. Kunci kecil itu terpangku cantik ditelapak tangan Ryujin.
Mereka berdua menatap satu sama lain.
Lopa mengayunkan keatas dan kebawah gagang pisau itu tetapi tidak lagi ditemukan barang.
"Kunci apa ya?" Tanya Ryujin yang entah harus dijawab apa oleh Lopa.
"Aku tidak tahu... Ryujin?" sesaat itu panggilan Lopa membuat Ryujin mengerutkan dahinya.
"Kenapa?" Tanya Ryujin.
"Kita sebenarnya cari apa?" kini malah Lopa bertanya balik.
Ryujin menatap lurus dan itu tepat ke sekolah mereka berdua. Tampak begitu mewah dan seperti banyak gemerlap disana.
"Siapa dibalik dari THE ARTIST." Bukan pertanyaan, itu sebuah pernyataan.
Lopa menunduk seraya menghirup udara sedikit tak segar disini lalu menatap Ryujin kembali.
"Ryu, boleh aku memutar kilas balik sampai kita berdiri disini?" Mohon Lopa yang membuat Ryujin terduduk dipinggiran atap gedung tanpa batas ini. Disusul Lopa, menatap matahari terbenam.
Dua setengah tahun lalu...
Ketiga gadis yang begitu kebingungan memilih sekolah menengah atas. Shu, Ryujin dan Lopa. Persahabatan yang begitu indah bukan?
Mereka bertiga didepan sekolah Brillian Art. Lihatlah? Begitu megah sesuai ekspektasi mereka bertiga.
"Ayo, kita harus masuk dan interview. Juga-"
Bruk! Dia adalah Lopa setelah belum selesai mengatakan kalimatnya. Dia tersungkur dan ditertawakan oleh anak-anak yang lain yang lewat ditempat itu.
Shu yang malu tapi tetap membantu dan Ryujin yang seperti kakak juga membantu Lopa. Lopa yang sedikit terangkat lalu pandangannya menemukan mata coklat begitu bening milik seseorang...
"Maaf, kau pasti sakit."
Sebanyak bisik-bisik yang diutarakan orang-orang. Lopa penasaran dengan mata coklat itu hingga tak sadar dia sudah di UKS sekolah ini. Dia masih memandangi mata coklat itu tanpa menggubris dua sahabatnya.
Sejak saat itu mereka saling mengenal hingga saat mata coklat dan dirinya naik kelas. Hubungan mereka sangat dekat namun semua orang menganggap Lopa adalah hal tergila yang mampu membuat mata coklat idaman sekolah luluh. Dan, hingga pada saat mata coklat menjadi ketua dari THE ARTIST karena kebijaksanaannya. Mata coklat secara tidak langsung mengklaim Lopa adalah gadisnya sehari sebelum berakhir jatuh dan remuk oleh mata coklat itu.
Mahessa Nevada yang menghina gadisnya sendiri diruangan THE ARTIST serta Zuki Rukito yang ada disana dan Athanase yang bukan anggota THE ARTIST.
Tetapi herannya, beberapa bulan kemudian dia menjadi dekat "secara tidak sengaja" dengan Atha. Dari situlah, teror terus mengancam Lopa dan seperti sekarang...
"Aku ingin hidup normal, Ryu." Ungkap Lopa begitu lirih disambut gelapnya dunia tanpa matahari.
Ryujin tersenyum, sangat tak kentara tapi senyumnya sangat tulus.
"Tenang saja, ada saatnya nanti."
"Hey! Aku mencari-cari kalian berdua ternyata membolos sekolah dan disini?! Tempat tongkrongan macam apa ini!" Teriakan itu... Ryujin memasang wajah tak suka tapi bercanda itu.
Lopa tersenyum sendu dan Shu yang memeluk mereka berdua yang hampir terjatuh.
"Ayo kita rayakan!" Ucap Shu sangat bersemangat.
"Rayakan?" Tanya Lopa polos.
Shu tertawa keras, "malam ini kita bertiga reuni, okay?!" ungkapnya sangat jelas ditelinga kedua sahabatnya.
"Jangan makan daging!" ketus Ryujin.
"aku tidak suka tempat yang ada anggota THE ARTIST-nya." protes Lopa.
Shu mengerucutkan bibirnya.
"Banyak omong, Let's go!" ajak Shu begitu bersemangat.
---
AruHanjina
Semangat🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Random"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT