29.

246 17 0
                                    

"Balas dendamnya belum padam."

---

Setelah pertemuannya kemarin dengan Asada. Atha berangkat sekolah seperti biasanya. Dia berjalan masuk diarea sekolahnya. Semua siswa kini menatapnya. Dia masih tetap santai seperti biasanya.

Saat itu juga, matanya mendapati gadis berambut pendek yang ingin ia temui.

"Hei."

Sangat lucu hingga semua siswi yang mendengarnya terkekeh. Itu bukan sapaan manis untuk perempuan tapi pernyataan.

"Mirecleine?" Sapanya lembut.

Gadis pendek itu berbalik. Awalnya Atha sangat ingin terlonjak namun tak bisa karena wajah suram milik gadis itu.

"Sepertinya aku salah waktu. Baiklah, aku duluan." Ungkap Atha begitu santai tapi sebenarnya kikuk.

Atha berjalan dengan tangan yang menggaruk leher lalu melewati gadis itu.

"Aku ingin tahu semuanya." Pernyataan itu?

Atha berhenti tepat dihadapan gadis itu.

"Kau pasti tahu siapa pemilik pisau ini, 'kan?" Tuntut Lopa.

Atha menatap kearah pisau lancip nan kecil itu. Dia sangat tahu, itu milik Asada saat menghabisi ketua kelasnya gadis ini.

Jangan-jangan...

Atha tersenyum licik.

"Sedang merencanakan sesuatu?" Tanya Atha sedikit berbasa-basi.

Lopa, gadis itu memandangi kesekitarnya. Masih ada banyak orang dan memang tempat selalu ramai.

"Kau pengguna itu, 'kan? Aku tahu seri kode keduamu."

Hampir saja keluar dari tempatnya sang jantung milik Atha. Dia bungkam setelah gadis itu mengatakannya begitu enteng.

Atha menahan gadis itu lalu menyeret Lopa ketempat yang jauh dari keramaian.

Ya, disini dia membawa gadis itu. Atha menghempaskan gadis itu untuk duduk dibarisan penonton. Tempatnya adalah ruangan teater.

"Darimana kau tahu?" Selidik Atha.

Pemuda itu benar-benar terkejut saat mendengar pernyataan gadis itu.

Atha yang berdiri menunggu jawaban dari Lopa.

"Aku peretas." Singkat.

Atha tertawa terbahak-bahak lalu dia naik ke panggung sandiwara teater ini. Dia mengambil kursi kecil dan duduk menghadap Lopa yang juga duduk tepat paling depan.

"Aku sangat kasihan kepadamu." Ujarnya begitu santai.

Pemuda itu memegang ponselnya dan melihat-lihat entah apa itu.

"Kenapa?"

"Bagaimana rasanya dikhianati teman sendiri?" Tanya Atha begitu menusuk.

Lopa mengarahkan kepalanya ke lain hal yang ada didalam ruangan itu. Dia menatap piano besar pojok kanan dari panggungnya.

"Untuk membuat melodi yang indah tentu saja ada banyak hal yang sudah dirangkai sedemikian rupa didalam piano itu, iya 'kan?" Kini Lopa yang mengambil alih suasana.

Pemuda itu menatap piano besar yang mana Lopa tatap tadi.

"Kau pembuat piano itu?" Pertanyaannya?

Lopa melempar tasnya kearah pemuda itu dan justru Atha sangat cekatan. Dia terkekeh melihat Lopa yang kesal.

"Aku tahu semuanya." Tegas Lopa.

Mereka terdiam sejenak sebelum Atha berdehem kecil.

"Sudah sampai mana?" Tanya Atha.

"Segalanya dari awal pembentukan Metro, ayahmu dan ayahku, ibuku dan ayahmu, ibumu dengan keluarganya, kau dengan keluarga besar Hanszive, kau dengan Asada, Ryujin dengan Asada, Ryujin dengan Mahessa, kau dengan The Artist, Shu dengan Asada, Shu dengan The Artist, aku dengan peneror, aku dengan kamu-"

"Kita? Apa kau butuh keadilan?" potong Atha.

Pipi Lopa memanas namun seketika ia hilangkan itu semua.

"Aku tidak hilang ingatan. Aku ingat semuanya." Sontak Atha bergejolak. Dia salah kira untuk hal ini.

"Jadi, dimana kakakmu?" Lagi?

"Terima kasih sudah mau melindungiku dari amukan The Artist dengan segala teror yang mereka berikan kepadaku." Salah pembicaraan?

Atha tersenyum miring.

"Aku jadi ingin... Lebih dari melindungimu?" Pernyataannya?

Lopa tersenyum.

"Aku butuh keadilan." Lain hal lagi?

"Kau berpura-pura mencintai Mahessa?" Lopa mengangguk.

"Hidupmu dan ibumu dalam bahaya." Ujar Atha.

"Ya, aku tahu itu. Maka dari itu, aku ingin bekerja sama denganmu." Pernyataannya?

Atha beranjak lalu mendekat kearah Lopa. Lopa yang sedikit was-was ikut berdiri. Mereka berdua saling berhadapan.

"Sejak kapan kau menjadi peretas?" Tanya Atha yang sambil menyentuh rambut Lopa dengan lembut.

Wajah mereka sangat dekat.

"Sebelum kau datang ke Metro."

Atha tersenyum dan hembusan napasnya begitu jelas serta begitu menggelitik untuk Lopa. Entahlah, suasana apa yang sekarang ini berjalan. Kedua tangan Atha merangkul pinggang Lopa dengan lembut dan mendekatkan tubuh gadis itu kepadanya.

"Kau tahu, aku tidak mencintaimu. Aku terobsesi kepadamu karena kau sangat mirip ibuku." Penjelasannya?

Napas mereka saling bertabrakan. Lopa sangat berhati-hati dengan pemuda ini. Dia tahu siapa sebenarnya pemuda ini? Pewaris tunggal Hanszive yang sangat kejam. Degupan milik Lopa sangat kencang dan tidak karuan.

Pemuda itu mencoba menatap manik Lopa namun Lopa sangat kekeuh.

"Sangat mirip." Ujar Atha lalu melepas Lopa.

Lopa menghembuskan napas panjang setelah itu.

"Ayo, masuk kelas." Ajak Atha yang sudah menenteng tasnya kembali.

Dan, pemuda itu juga melemparkan tas Lopa kepadanya. Lopa berlari kecil untuk keluar dari tempat ini. Dia tak mungkin menyusul Atha, semua orang akan berpikir negatif kepadanya.

---

AruHanjina

Semangat🍉

[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang