Playlist : One Ok Rock - We Are
Boleh disetel yang punya lagunya atau kalau tidak, boleh disetel video diatas.
"Kamu? Kamu masih enggan menerima hidup dan dirimu sendiri? Lihatlah keluar dan ketuk hatimu sendiri. Bagaimana? Apa sudah siap untuk tetap hidup sebagai dirimu dan menerimanya dengan lapang dada? Ruang dan waktu sudah diberikan khusus untukmu, masing-masing darimu diseluruh alam semesta ini. DIA selalu ada untukmu, ingatlah sang penghidup yang satu ini. Mari kita sesuaikan hidup kita masing-masing. Karena sebelum akhir dari hidup kita, sekiranya kita sudah menerima KITA SENDIRI."
---
Hidup. Kalau boleh dibahas sekarang, antara Lopa dan Atha memiliki makna hidup yang berbeda. Pun dengan Asada dan Ryujin. Semua memang memiliki rencana hidup, tapi siapa yang tahu mereka akan dipertemukan seperti sekarang? Jadi, itu hidup. Sebagaimana yang sudah mereka rencanakan, sebagaimana mereka sampai disini dan memakan hasil dari alam sekitar dengan ala kadarnya. It is a alive, kemarin mereka berada di Metro dan sekarang? Mereka tidak tahu kalau mungkin dihati kecil mereka, mereka ingin tetap didalam sana walaupun penuh dendam. Rumah. Disana rumah mereka, disana tangis pertama mereka buncah kecuali Athanase Atlantuisa.
Mereka duduk melingkari api unggun yang dibuat oleh Asada dan Atha.
"Bagaimana dengan kegiatan peretasanmu?" Oh, untuk Lopa?
Lopa terpengarah, dia mengangguk.
"Tinggal tunggu tanggal mainnya." Jawabnya penuh dengan kepercayaan.
Ryujin tersenyum, "kalian ternyata cukup dekat ya?" Hah?
Asada tersedak saat ia meminum air putih. Atha berdehem saat itu juga lalu Lopa yang terhenti. Gadis itu langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Jealous?"
Ryujin terkekeh kecil saat mendengar kata itu. Dia langsung menatap Asada yang menatap Atha kesal. Yang mengatakan itu memang Lopa sendiri tapi entah kenapa Ryujin ingin mengiyakannya.
Ryujin menatap Asada lembut.
"Dimana temanmu, satu lagi itu?" Sekarang giliran Atha.
Ryujin lalu menatap Atha dengan pahit.
"Dia mengkhianatiku, kurasa Lopa yang terbaik diantara kami bertiga. Dia sederhana walaupun dulu pernah terikat rumor bahwa Lopa itu depresi karena terlalu banyak meretas jaringan darimanapun yang dia mau. Satu bulan yang lalu, aku sadar bahwa teman itu ada."
Hening seketika.
Lopa tertawa keras, "kau terlalu melow. Shu itu masih membutuhkan kamu, dia tak akan membutuhkanku karena dia pikir untuk apa menyelesaikan masalah dengan orang depresi?" Sedikit sakit.
"Dia sekarang tak membutuhkanku karena yang ingin dia gapai, ingin menggapaiku."
Asada beranjak dari duduknya, lalu berjalan kearah keluar. Dia tak kuasa menahan rasa ingin... Ingin sekali membahasnya lebih dalam, arti dirinya untuk Ryujin.
Atha berdehem, "aku masuk kemobil dulu," tapi dengan cekatan Lopa menarik lengan Atha begitu saja. Mereka bertatapan, "aku ingin bicara denganmu nanti." Atha hanya bisa mengangguk paham.
"Kupikir, bahaslah itu dengan Asada." Ryujin menggeleng lemah. Ditatapnya sosok itu yang terlihat bagian belakang tubuhnya.
"Aku terlalu rendahan, Lopa." Sedikit lirih namun mengena dihati Lopa.
Dia tahu, dia paham, dia sangat mengerti keadaan Ryujin sekarang. Hanya satu kata, yang sering disebut orang sebagai kata yang sakral. Hancur. Ryujin sangat hancur apalagi dia selalu dihancurkan oleh Mahessa dan keluarganya sendiri. Mana ada keluarga yang malah mendukung Mahessa untuk memperlakukan gadis seperti Ryujin hancur? Hanya karena sidang dimana Ryujin harus hengkang dari Metro, mereka- keluarganya sungguh biadab.
Cukup lama Lopa tak bisa berkata. Untuk pertama kalinya, seorang Lopa yang menggenggam tangan Ryujin lalu bertatapan.
"Ryu, boleh aku bertanya?" Ryujin mengangguk.
"Kau masih bisa melihat mata Asada?" Ryujin mengangguk.
Lopa tersenyum, "bagaimana? Kau bisa melihat dirimu dimatanya kan?"
Kenapa? Seolah pertanyaan itu sangat bodoh tapi sungguh Ryujin meneteskan air matanya. Iya, dia masih bisa melihat tampak dirinya dimata Asada setiap kali mereka bertatapan.
"Yang selalu menghancurkanmu itu Mahessa bukan Asada. Jadi, kenapa kau seolah ingin meninggalkannya? Dia bahkan masih menaruh dirimu walaupun hanya saat kau dengannya bertatapan, dimatanya." Serius, apakah dia Lopa?
"Walaupun saat menatapku, dimata Asada juga ada aku. Tapi, denganmu adalah pengecualian itu. Matanya menunjukan cinta, dia mencintaimu. Dia siap dengan apapun yang terjadi." Lanjut Lopa yang dihadiahi pelukan erat dari Ryujin.
Ryujin menangis.
"Aku, aku sudah tak bisa lagi menjadi perempuan sempurna. Aku tidak bisa bersama Asada, aku tidak bisa... Rahimku sudah diangkat. Aku rendahan, aku sudah tidak bisa lagi disebut perempuan. Aku tak lagi memiliki kata itu untukku karena aku tidak lengkap." Kalimatnya terputus-putus.
Lopa meneteskan air matanya. Gadis yang malang, kalau saja... Kalau saja dia bisa melakukan apapun. Dia akan melakukan hal gila sekalipun. Lopa bisa merasakan sakit itu. Bundanya juga mengalami hal yang sama setelah melahirkan dirinya.
"Bunda bersyukur, kalaupun sudah terangkat seperti ini. Bunda bahagia karena telah melahirkanmu dengan Migas."
Mungkin, tak semua wanita tahu bahwa tidak apa jika bagian dari dirinya terambil. Namun sungguh, lambat laun kau akan merasakan kehilangan dan itu menyakitkan.
Tanpa dua gadis itu ketahui, Asada yang masih bisa mendengar ikut meneteskan air matanya. Wanita semahal itu, wanita seberharga itu. Dia paham, ibunya juga wanita. Dia sangat paham, Asada paham. Dia bahkan sangat paham, tangisan ibunya saat selalu menceritakan bagaimana sakitnya jika ayah dulu pernah berbagi bersama ibunya Atha.
Dan, perlu kalian tahu... Atha, Atha tersenyum pedih sambil menatap foto ibunya. Meninggal dengan tidak wajar, membuatnya paham bahwa wanita seberharga itu untuk laki-laki.
"Aku... Aku pasti akan membuat mereka sadar bahwa ibu adalah ibu seperti yang lain."
---
AruHanjina
Semangat🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Random"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT