Playlist : Ellie Goulding - Hate Me"Kita tak bisa menarik kesimpulan sebegitu mudahnya hanya karena satu kesalahan saja bukan?"
---
Resya.
Gadis itu berlarian kecil karena waktu yang Mahessa berikan hampir sampai. Dia tak mungkin terlambat bukan? Satu kesalahan kecilnya dahulu membuatnya rapuh hingga sekarang.
Hidup didalam kesendiriannya adalah sebuah nasib yang begitu naas ketika tahu bahwa sosok itulah yang kini memerintahkan dirinya.
Napasnya tersengal, kakinya seolah sudah sangat lelah hingga bisa terjadi kalau ia jatuh tanpa sebab benda disekitarnya melainkan jatuh karena ketidakseimbangan dirinya. Namun, sesuatu membuat dirinya terjatuh... Benar, ia tak seimbang setelah melihat sosok yang dipenuhi darah menatapnya.
Mereka saling menatap tetapi Resya dengan cepat berlari melanjutkan perjalanannya. Ia sudah sampai sebentar lagi, ia tak boleh ingkar lagi.
"Sejak kapan gadis sepertimu ingin melakukan kesalahan yang sama?"
Suara itu, Resya langsung menegang. Sekujur tubuhnya bersitegang seketika. Matanya memandang lurus, ia yakin Mahessa sudah ditempat ini jauh sebelum dirinya kesini.
"Kau ingin kau sendiri adalah kesendirian terakhir itu?"
Resya menggeleng cepat, "tidak, maaf aku terlambat."
Tiba saja setelah mengucapkan itu, Resya dilempari sebuah kertas-kertas yang Resya mengerti bahwa itu bentuk fisik dari dokumen-dokumen yang disebarkan oleh seorang peretas dibawah perintah Athanase Atlantuisa.
"Dia mencoba membunuh semua Nevada dengan ini. Kau tahu kan apa sebabnya?! JAWAB BODOH!" Apa ia sedang dibentak?
Resya menunduk, dia tak paham. Dia selalu melakukan perintah dan melakukannya dengan sebisa mungkin benar dan baik.
"Kau tahu kan? Dia ingin menghancurkan Metro, itu artinya dia juga ingin menghancurkan Nevada! Kau tahu apa salahmu?"
Resya menggeleng, lalu setiba mungkin Mahessa sudah mencekik lehernya sangat kencang membuat dirinya tak bisa berbicara apapun.
"Salahmu itu, tak menyimpan dokumennya baik-baik. Kau sudah tahu kan kalau pengamanan Metro bulan-bulan ini sedang diteror karena dua musuh tak terlihat tapi sekarang satu sudah menunjukan taringnya sendiri. Kusuruh kau yang menyimpan karena orang yang sudah membuat data itu tewas dua bulan lalu! Salahmu disitu, kau lemah pengamanan!" Sangat keras suara pemuda itu.
Sekeras lemparannya, Mahessa melempar tubuh gadis kecil itu hingga jauh dari dirinya. Resya meringis ketika ia jatuh ditanah yang banyak kerikilnya. Rasa sakit itu kembali ia rasakan ketika Mahessa menginjak kepalanya.
"Tidak akan kuakhiri kau sekarang karena tempat persembunyianmu bersama dengan keturunan Premoirs juga anak sialan dari Vigas itu sudah kulemparkan bom. Jadi, dua musuh itu sudah menunjukkan taringnya masing-masing tanpa harus kukejar sampai manapun." Ucapannya itu, Resya terdiam.
Tiba-tiba semua yang berbunyi didunia ini tak lagi masuk kedalam telinga Resya. Semua yang bergerak didunia ini, seperti terhenti begitu saja. Kenapa? Yang berdekatan dengan Resya harus pergi sebegitu cepatnya. Seperti baru bertemu kemarin, rasanya Resya lah yang harus merasakan rasa sakit itu sendirian. Tidak dengan orang lain, dia muak melihat orang lain yang kesakitan karena dirinya.
"Bodoh!" Umpat Mahessa dengan kaki menendang tubuh Resya dua kali sangat keras.
Resya mengaduh namun itu hanyalah pengantar bodoh yang tak berlaku untuk seorang Mahessa. Tinggalah dia sendirian dengan rasa sakit lebamnya. Dia mencoba berdiri namun masih gagal karena ia sempoyongan berat.
"Tolong..."
Suara itu? Dia pasti tidak salah dengan perkiraannya kalau itu berasal dari jalan terowongan tadi. Sosok berdarah yang menatapnya penuh... Harapan?
Resya sudah terbangun walau penglihatannya sudah tak sejernih awal dia ketempat ini. Dia butuh waktu untuk bisa seimbang seperti sebelumnya. Dia berjalan, terseok-seok menuju berasalnya suara lemah itu.
Resya berjalan... Terus hingga, sosok berdarah itu tak lagi berdaya.
"Hey..." sahutnya ikut melemah.
Drrt.
Ponselnya bergetar, ia rogoh sakunya hingga benda itu memunculkan sebuah nama.
"..."
"Aku, ini..."
Resya terisak, dia menangis sejadi-jadinya bukan karena merasa tersesat. Ia bersalah, ia bersalah, sangat bersalah.
"Kupikir kalian tak selamat."
"..."
"Aku... Aku tak tahu ini dimana?"
Begitulah Resya, dia masih terisak dengan langkah yang juga semakin melambat saat dirinya pun hampir dekat dengan orang berdarah itu.
"Aku disini, coba telusuri saja..."
"..."
Sambungannya terputus, dia membelalakkan matanya. Orang itu berdarah itu... Dia kembali memegangnya.
"Ryu...jin?"
Dia membekap mulutnya sendiri, dia juga meneteskan air matanya lagi. Dia berusaha mengusap darah yang berada diwajah Ryujin untuk memastikan itu benar Ryujin.
"Apa ini ulah Mahessa?"
Dia tidak tahu, tapi yang pasti tadi Mahessa juga berada disekitar sini. Kalau bukan dia, mana mungkin orang lain.
Dia menelepon seseorang. Dia mengatakan untuk menelusuri tempatnya memakai emailnya saja.
Email Resya sudah diketahui oleh Iasaka dan Migas. Mereka berdua selamat atas peledakkan bom yang Mahessa rencanakan itu.
Semua ini? Resya tidak tahu harus mengatakan hal seperti apa lagi. Dia sangat tidak yakin dengan kehidupan setelah ini. Hingga kesendirian yang Resya rasakan adalah sesuatu yang harusnya Resya terima. Dia harus bersyukur, karena sampai detik ini dia hanya melakukan dua kesalahan besar. Resya harus bersyukur karena dirinya sudah mewanti sendiri namun inilah takdir, sedikit kesalahan yang kita lakukan tidak menentukan hasil yang sempurna, iya kan?
---
AruHanjina
Semangat🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Random"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT