30. Tersirat

230 17 0
                                    

Boleh diplay videonya dari Zara Larrson - Uncover. Lagunya cocok untuk menggambarkan kisah dari Atha dan Lopa. 😊

"We are a secret, can't be exposed."

---

Disepanjang pelajaran yang didapat hari ini maka tidak satu pun ada yang mau menetap diotak milik Lopa. Dia masih memikirkan pertemuannya dengan Atha pagi tadi. Itu sangat frontal.

"Kau tahu, aku tidak mencintaimu. Aku terobsesi kepadamu karena kau sangat mirip ibuku."

"Aku jadi ingin... Lebih dari melindungimu?"

Keduanya saling berdengung ditelinga Lopa padahal kejadian itu sudah sangat jauh dari apa yang dia lakukan sekarang. Menunggu bus sekolah datang dan pergi ke rumah untuk mengistirahatkan segalanya.

"Menunggu?" Sontak Lopa terlonjak kaget.

Dia mencari dimana suara tadi berasal. Ternyata didepannya dengan senyuman manis itu. Pemuda itu duduk disamping Lopa tanpa arahan apapun. Lopa sedikit rikuh dan kikuk saat itu.

"Maaf..." Ucapannya?

Lopa menatap pemuda itu. Dengan wajah tak berekspresinya. Lopa memberikan pisau lancip nan kecilnya kepada pemuda itu.

"Tak ada manusia yang sempurna bukan? Tuhan maha pemaaf. Jadi, kupikir dimaafkan akan lebih baik." Rumit?

Pemuda itu tersenyum lalu meraih pisaunya.

"Apa aku boleh berteman denganmu?" Pernyataan?

Permintaan.

"Semua orang harus berteman dengan segala musuh yang ada." Jelas Lopa.

Lagi, pemuda itu terkekeh kecil.

"Kau menganggapku musuh?" Lopa mengangguk.

Pemuda itu mengulurkan tangannya tepat dihadapan Lopa. Tidak memaksa namun pemuda itu hanya ingin berteman. Dia tak ingin lagi menyakiti orang terutama gadis ini. Jika masih, maka akan bahaya hubungan antara dirinya dengan kembarannya.

"Asada Atlantuisa."

"Mirecleine Lovania."

Akhirnya, Lopa tersenyum setelah itu. Mereka tersenyum, maka kehidupan dimulai saat ini juga.

"Ngomong-ngomong, kembaranku tidak nakal pada saat di ruangan teater tadi, 'kan?" Penuturannya?

Lopa menjadi tegang sendiri mengingat kejadian tadi pagi membuatnya bergidik ngeri. Baru pertama kali ada pemuda seberani itu sampai bisa sedekat itu dengannya.

"Kenapa kau tahu?" Selidik Lopa.

Asada tersenyum lembut.

"Aku melihat kalian tadi pagi. Dia sangat rumit, kau tahu itu. Dia tidak mudah untuk diluluhkan, kau beruntung. Tanpa meminta pun dia datang sendiri." Penjelasan Asada sangat sensitif.

Entah darimana matahari terasa sangat dekat dengan Lopa. Rasanya sangat panas karena itu.

"Aku tahu, kalian memahaminya satu sama lain tapi tidak untuk dilisankan secara langsung. Kalian sama-sama naif." Lagi?

"Aku harus ke halte yang lain, disini sangat lama." Mengelak.

Asada terkekeh, "Kau tidak bisa lari darinya. Justru kau yang akan mengejarnya jika terus naif seperti itu."

"Aku tidak tahu."

Asada hanya diam setelah itu, mereka terdiam.

"Apa Ryujin sudah pulang?" Tanya Asada.

Terdengar helaan napas dari Lopa yang begitu jelas.

"Sudah, dia hanya butuh istirahat yang cukup. Apa Mahessa sekejam itu?"

Mereka saling menatap, sudah jelas dimata Asada. Sangat pedih dan menyakitkan jika dia harus mengingat Ryujin. Matanya menyorotkan kesedihan yang mendalam.

"Mungkin."

Lopa jadi bersalah karena sudah menanyakan hal itu.

"Sudah berapa tahun kau mengenal Ryujin?" Tanya Lopa untuk mengencerkan suasana haru tadi.

"Pada saat training lab, setelah itu kita berpisah dan malah bertemu karena The Artist. Sekitar kelas satu SMP." Penjelasan itu.

"Satu bulan lagi kelulusan sekolah, Ryujin akan pergi dari Metro. Dia..."

Tatapan Asada, berharap itu bukan akhir untuknya dapat menyatakan perasaannya terhadap Ryujin.

"Dia sudah didaftar hitamkan oleh pendiri Metro."

Senyumnya, adalah lahirnya kepedihan yang lain. Tidak ada yang membuatnya merasa bahagia lagi. Ayah dan ibunya sangat sibuk sampai dia harus sendirian di rumah.

"Dia berkhianat kepada Metro." Ujar Asada.

Lopa terkejut atas itu.

"Menurutmu begitu?"

Asada mengangguk, "itu semua karenaku."

"Bukan, itu karena dirinya sendiri." Asada terkejut atas ucapan Lopa.

Dia menyerngitkan alisnya begitu heran.

"Kau sama seperti Atha. Aku berpikir, jika berbicara antara kamu dan Atha itu mirip. Pantas saja Atha..." terputus begitu saja.

Lopa yang menunggu, hanya bisa menghela napas.

"Aku tidak akan meneror kamu lagi. Aku harus keluar dari The Artist dan meninggalkan Metro." Ungkap Asada sepertinya iya.

Lopa tersenyum.

"Kau keluar dari Metro? Karena Ryujin?" Selidik Lopa sangat berhati-hati.

Angin pada saat itu sangat bahagia sampai-sampai dua orang itu tidak lagi merasa gerah. Mereka tidak lagi ada kecanggungan seperti sebelumnya.

"Mungkin." Lesu?

"Dia selalu menyembunyikan lukanya maka dari itu aku membenci Ryujin. Aku juga benci Shu. Dia selalu berpura-pura ceria didepanku, padahal dia sebenarnya punya banyak masalah termasuk menyukaimu?" Sangat tepat dibahas.

Asada menghela napas.

"Dia begitu agresif saat pertama kali masuk di The Artist. Aku langsung paham dengannya. Dia menyukaiku tapi aku lebih memilih Ryujin." Ujar Asada sangat nyata.

"Benar, dia agresif. Sangat agresif, terhadapmu." Timpal Lopa.

Lopa menatap Asada, dari samping ini dia bisa melihat sosok Asada yang asli. Dia laki-laki yang baik dan polos.

"Semua orang mengetahui bahwa Taka masih jadi ketua The Artist. Mahessa hanya ketua sementara, iya 'kan? Sampai orang itu tertangkap, Taka kembali kepada tahtanya tapi dimana Taka?" Ungkapan Lopa membuat Asada sedikit kaget.

"Kau mengetahuinya sampai sejauh itu?" Lopa mengangguk.

"Aku bisa saja meretas seluruh Metro dan mengendalikannya tapi tidak dengan aku yang asli." Begitulah kesombongan Lopa.

Asada terkekeh.

"Aku juga tidak tahu dimana Taka tapi yang pasti hanya Mahessa yang tahu." Jawab Asada.

"Aku sudah tahu, dimana saja orang-orang yang disekap Mahessa. Kakakku sudah disekap Mahessa, dia hanya ingin menguasai Metro seluruhnya dengan membawa nama The Artist." Jelas Lopa begitu lugas.

Terlihat senyuman licik keluar dari Lopa dan Asada melihatnya.

"Kau benar-benar seperti Atha."

---

AruHanjina

Semangat🍉

[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang