Akan ada hukumannya namun waktu yang akan menjawab.
---
Telat, dihukum.
Ah seperti itu nyatanya nasib sial yang berakhir membuat dirinya malu bukan main.
Memegang sapu dan tong sampah. Bukan cuma itu, dia dihukum bersama dengan Atha.
Bodoh. Sangat. Bukannya menjauh sekarang malah satu lapangan?
Dia menepuk dahinya sembari menatap kearah dimana Atha membersihkan bagiannya. Lopa, gadis itu mengerucut dan setelahnya mendumel tidak jelas.
Ketika itu pula, lagi-lagi dia menepuk dahinya.
Payahnya, dari kemarin dia ingin sekali menaruh sticky note kedalam loker nomor 13. Justru itu, dia selalu lupa dan hari ini? Ah, selalu ada saja halangan.
Dia mencoba untuk melanjutkan acara menyapunya tetapi... tiba-tiba harus terhenti karena... Atha menatap keatas gedung C. Gedung khusus tempat pelatihan dan perpustakaan. Lopa mencoba untuk mengikuti arah tatapan Atha.
Gadis itu tersentak.
Mereka saling menatap? Tapi kenapa tatapannya tak bisa diartikan oleh Lopa. Dahinya berkerut lebih tebal, Lopa yakin ada sesuatu diantara mereka.
"Sudah selesai belum?!" sentak seseorang.
Suara kakak seniornya, namanya Algeira Kuntade. Eira, anggota THE ARTIST di BrillianArt. Lopa lupa kalau ada yang mengawasinya. Dia menghela napas, sejenak menatap gadis dengan rambut ikal dengan warna rambut yang sengaja digradasi itu.
"eh, malah menatap lagi? Kerjakan cepat!" sentaknya lagi.
Lopa diam saja lalu melanjutkan aktivitasnya.
"Tampan begitu dia sociopath, maka dari itu dia tidak punya teman. Herannya, orang seperti dia masih saja ada penggemarnya." ujar Eira yang kini duduk disembarang tempat itu. Tempatnya cukup dekat dengan tempat Lopa menyapu.
"Mungkin dia tidakk percaya kepada siapapun makanya dia begitu," tutur Lopa tanpa sebab.
Dia terhenti dengan aktivitasnya.
Kenapa juga membela manusia bejat seperti dia?
Lopa menggeleng-geleng.
"Dan, lebih parahnya ada yang membela." tandas Eira dengan mengibaskan rambutnya.
Gadis cantik itu menatap kesal kearah Atha.
"kenapa, kak? Pernah ditolak dia?" tanya Lopa tanpa sebab lagi.
Eira melotot kearah Lopa, "Mulut kamu tidak punya rem apa?!" Sulut Eira tak terima.
Lagi-lagi Lopa melanjutkan aktivitasnya dengan sedikit menjauh dari Eira.
"kamu!" Panggil Eira kepada Lopa.
Lopa menoleh dan mencoba mendekat kearah Eira tapi...
"Siapa suruh kamu mendekat? Disitu saja!" omelnya membuat Lopa menghela napas kasar.
"Ada apa, kak?" tanya Lopa senormal mungkin.
Eira menatap Atha terlebih dahulu lalu Lopa.
"Kamu tau kenapa aku tiba-tiba kesal sama dia?" ucapnya dengan dagu menunjuk kearah Atha.
Lopa juga mengikuti gerakan Eira dan disanalah pemuda itu menatap dengan tatapan datar.
"kalau saja dia bukan penyendiri, arrogan, dan menolak gadis-gadis yang suka dengannya... Aku yakin posisi Taka sebagai ketua di THE ARTIST bakal tersingkir. Kamu tahu sendiri seterkenal apa dia? Untungnya dia begitu," jelasnya dengan senyum meremehkan.
Lopa menyerngit, "tapi apa urusannya sama kakak?" tanya Lopa polos.
Eira menepuk dahinya dan berkacak pinggang.
"kalau begitu pikir saja sendiri lah!" Kesal Eira lalu meninggalkan dia dengan kebingungannya.
Kenapa sih? Tinggal bilang saja kamu naksir sama Atha. Gak perlu kali naik turun gunung kalau ngomong.
"Sudah selesai?"
Pertanyaan sosok itu membuat Lopa terlonjak. Atha sudah ada didepannya.
"Belum." jawab Lopa cuek.
Terlihat kepala Atha mengangguk.
"Okay, aku duluan." ucapnya.
Pergi.
Lopa menghela napas panjang mengingat dia sekarang sudah lelah sekali.
---
AruHanjina
Semangat 🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Random"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT