Benci itu seperti tinta hitam. Yang jika menetes setitik saja ditempat bersih dan terawang maka akan sangat terlihat dan menyebar luas dengan cepat.
---
Rambutnya sudah ia potong setelah pulang dari rumah sakit.
Pendek.
Itu rambut Lopa sekarang, dia duduk selonjor diranjangnya dan menatap sinis ponselnya.
Hey, kamu tidak masuk.
What the hell are you doing with white boy there? In the hospital? Both of you, doing a date? Ahahaha... IJK :v
Kamu lihat foto kamu diblog sekolah, menyebar luas.
Kamu berdua berpacaran? Fotonya bukan sekali saat di RS, dilapangan sekolah, saat akan naik bus.. Ya ampun, itu kamu dengan Atha dari kapan? Kenapa AKU TIDAK TAHU LOP?! KENAPA?!
Yah diread chatnya? Sadisnya!Tenang, Lop. Kamu harus tenang. Shu, dia tidak tahu apa-apa. Lopa harus mengendalikan dirinya sendiri. Setelah kejadian malam itu menimpa dirinya. Lopa mengalami Panic Attack dan membuatnya harus menunggu di rumah untuk tenang selama jangka waktu dua minggu. Dia diberi waktu untuk bisa mengendalikan dirinya sendiri karena trauma yang sangat mendalam.
"Tidur sajalah," ucapnya pada diri sendiri.
---
Esoknya, silatan cahaya matahari menyeruak hingga kemata Lopa dan membuat gadis itu membuka matanya perlahan.
"Syukurlah, sudah bangun. Itu, ada nak Atha nungguin kamu dibawah."
Kalimat itu keluar dari sosok yang sangat Lopa dambakan. Lopa menatap datar bundanya.
Beliau tersenyum dengan lembut.
"ayo, mandi dulu baru setelah itu kita sarapan bareng Atha." ucap bundanya tanpa beban.
Lopa menurut saja namun hatinya? Siapa yang tahu suara ledakan beserta petir dan badai bergemuruh didalam sana.
Atha
Pemuda itu sangat licik ternyata. Dia masih saja mempunyai cara untuk membuat bundanya terpikat.
Tidak butuh waktu lama. Lopa sudah terlihat rapih dengan seragam dan tas berwarna pastel itu. Dia turun dengan berbagai macam pikiran buruk mengenai tamu yang pagi ini membuat kacau awal harinya.
Sampai disana, bisa dilihat sosok yang jika berdiri menjulang tinggi harus meluruh karena duduk dan mengobrol? Dengan bundanya?
HEBAT SEKALI KAU, ATHA!
Tangan Lopa mengepal keras dan berjalan dengan tatapan menusuk kearah Atha.
"Eh, sayang? Ayo, kesini! Atha udah nungguin kamu lumayan lama. Ayo, kita sarapan pagi!" tutur bundanya begitu riang.
Rasanya ingin menangis, apa maksudnya semua ini? Kenapa Lopa harus mengalami ini semua? Kenapa Tuhan memberikan takdir yang seperti ini kepada Lopa?
Dia menumpahkan pantatnya lemah dan melakukan apapun dengan tanpa alasan yang mendalam.
Pasrah.
---
AruHanjina
Semangat🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
Acak"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT