Permainan. Semua orang suka dengan permainan. Tetapi, terlebih banyaknya orang pintar membuat permainan. Menurutmu, permainan apa yang orang pintar sukai?
---
Kemarin dia dihukum. Sekarang, dia disuruh menyanyi satu lagu penuh karena mengobrol terus dengan Shu. Sialnya, teman sebangkunya itu tidak kena getahnya juga.
Cause you’ll be safe in these arms of mine
Just call my name on the edge of the night
And I’ll run to you, I’ll run to you
Even if it’s gonna break me, love
I run to youTepukan tangan riuh ditujukan untuk Lopa. Dia tersenyum kikuk lalu menuju tempat duduknya.
Huft.
Dia gugup sekali karena hari ini kelas XI 1 seni umum digabung dengan XI 2 seni umum. Kelas dimana Atha menetap.
Saat duduk, sejenak tanpa sengaja mata Lopa terhenti dimanik mata yang sangat tajam itu. Atha, cowok itu menatapnya dalam. Segera Lopa melengos.
"Kita satu kelas sama seni umum 2. Ahay, pemandangan sebelah kanan lebih bagus deh... uuh jadi pengen pindah aja dibangku kamu deh." bisik Shu kegirangan.
"Pikiran kamu cogan mulu." kesal Lopa dan mengerucutkan bibirnya.
Shu terkekeh geli.
Yah, begitu kalau hari kamis. Kelas digabung dengan XI 2 seni umum. Yang katanya, bibit unggul No.1 ada disana. Para siswa laki-laki dengan tinggi rata-rata 180cm dan paras ganteng-ganteng.
Udah seperti mau jadi idol aja mereka semua...
Lagi, tatapan Lopa kembali saling mengunci dengan Atha.
Aduh, itu laki-laki satu lama-lama horror juga ya...
Akhirnya, Lopa menatap kedepan tanpa menggubris ocehan tidak berguna dari mulut Shu.
---
Pelajaran berakhir.
Dengan cepat-cepat Lopa memasukan semua barang-barangnya kedalam tas lalu buku-buku tebal akan dimasukan kedalam lokernya.
Ah ya, dia sampai lupa. Lopa harus menemukan loker nomor 13. Dia harus mengirim sticky note yang sudah ia sediakan. Ada empat dan didalamnya berisi keluh kesah dirinya.
Kudu! Habis ini, semua sticky noteku ketangan si pemilik loker 13. Mungkin dari dia, aku bisa aman. Stalker itu terus meneror hidupku akhir-akhir ini...
Lopa berlari tanpa memedulikan Shu yang berteriak kencang entah karena apa. Dia berlari kencang menuju gebung E dekat dengan kantin. Disanalah kantor guru dan loker-loker itu berada.
Dengan kelelahan yang tersisa. Lopa sudah ada disana. Mencari nomor 13.
10,11,12...
"lah, kok gak ada 13 sih?" Gumamnya.
Entah kenapa? Bulu kuduknya terasa berdiri semua. Keringat dingin bercucuran. Hawa ditempat ini jadi horor. Dengan kegelisahannya, Lopa menoleh kekanan dan kekiri.
Bodoh! Gak ada apa-apa elah...
Dia terus mencari dengan fokusnya yang sudah kemana-mana itu.
"Dimana sih?"
"Plis, cepetan ih!"
"Argh! Udah sore!"
"pusing..."Begitulah isi ocehan dramatis dari mulut Lopa. Gadis itu mengalah sebentar, dia menghempaskan punggungnya ke loker.
Helaan napas begitu panjang menghiasi rasa lelahnya.
"13... yang aku tau itu angka sial,"
Putus asa, itu yang dirasakan Lopa saat ini.
Kling!
Ponselnya berbunyi.
"bagus! Mungkin dari si pemilik." ungkapnya girang.
Dia merogoh-rogoh saku roknya. Lalu, dia membuka ponselnya.
13. Paling ujung dengan banyak coretannya. Cepat! ini sudah mau malam.
Iya! Benar! Harus cepat. Buru-buru Lopa berlari keujung dimana loker 13 itu berada.
Sampai disana. Ah, ini dia!
Dengan segera ia memasukan sticky note itu. Setelahnya, dia berlari keluar dan...
Sudah malam.
Dia menepuk dahi. Baterai ponselnya lemah, dan aargh! Sudah mati ponselnya.
Bagaimana ini?
---
AruHanjina
Semangat 🍉
KAMU SEDANG MEMBACA
[METRO I] HE'S PSYCHOPATH?
De Todo"Kalian akan mati..." - Athanase Atlantuise Cerita ini mengandung banyak kesadisan. Dimohon pengertian, terima kasih. CERITA SUDAH TAMAT