Lisa baru saja menyandarkan tubuhnya ke sofa di ruang tengah. Tiba-tiba bagian punggungnya yang memar terasa nyeri kembali. Ia menyingkap kaosnya sedikit dan memegangi punggungnya sendiri ketika rasa nyeri itu bertambah kuat.
Tak lama kemudian Lisa mendengar pintu apartemen terbuka diikuti langkah kaki seseorang. Kennan masuk dan mendapati Lisa yang sedang mengerang kesakitan di sana. Kennan buru-buru menghampiri Lisa dengan wajah terkejut bercampur cemas. "Mano? Apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa?"
"Punggungku tiba-tiba terasa sakit." gumam Lisa sambil mengerang menahan sakit.
Kennan membangunkan Lisa dan membalikkan tubuhnya lalu menarik baju Lisa keatas hingga terbuka setengah. "Apa di sini? Dibagian yang diperban ini?" tanya Kennan sambil melihat perban yang kini warnanya lebih kusam dibanding saat ia melihatnya pertama kali kemarin malam.
Lisa mengangguk tanpa bersuara karena menahan sakit.
Kennan mulai membuka lilitan perban itu. Ia melihat luka lebam yang lebar sekali di sana. Ia juga menemukan ada beberapa serpihan kecil berwarna hitam kecoklatan seperti daun kering.
"Ini apa?" tanya Kennan sambil mengambil serpihan itu sedikit dan memperlihatkannya pada Lisa.
"Itu daun seledri. Kemarin saat Jeni mengobatiku kami sedang tidak memiliki salep untuk memar. Sebagai gantinya Jeni menggunakan daun seledri." jawab Lisa.
"Daunnya membusuk, sepertinya ini yang membuat memarmu terasa sakit kembali." ungkap Kennan.
"Jeni memang bilang bahwa perbannya harus dibuka tadi pagi."
"Kenapa kau tidak bilang padaku tadi? Aku bisa membantumu membuka perbannya."
"Aku takut merepotkanmu. Aku sudah menumpang di sini, aku juga tahu kau pasti bangun pagi-pagi tadi agar bisa memasak untukku. Jika aku memintamu membuka perbanku kau akan terlambat bekerja."
Kennan menghela napas. "Aku ke dapur sebentar."
Kennan berjalan menuju kulkas di dapur. Tak berselang lama ia kembali pada Lisa sambil membawa kain kecil yang sudah ia letakkan beberapa es batu di dalamnya.
Kennan mengompres luka memar Lisa dengan kain itu untuk meredakan rasa nyerinya. "Kau tahu? Kita sudah lama saling mengenal. Jangan bersikap seolah aku ini orang asing untukmu. Bilang padaku jika kau perlu bantuan. Tidak apa-apa jika aku terlambat bekerja jika memang keadaanmu seperti ini."
"Aku akan keluar sebentar membeli salep untukmu." Kennan menyerahkan kompres itu pada Lisa lalu berjalan pergi menuju pintu.
Lisa mencoba mengompres punggungnya sendiri. Ia menempelkan kompres itu pada luka lebamnya dan sesekali mengangkatnya ketika rasa dingin mulai menjalar. Lisa mengulanginya beberapa kali sampai Kennan kembali.
Beberapa menit kemudian Kennan datang sambil membawa sebuah plastik kecil berisi obat untuk Lisa. Ia langsung mengoleskan salep itu pada bagian punggung Lisa yang berwarna kebiruan sambil memijatnya dengan pelan.
"Apa yang kau rasakan sekarang? Sudah baikan?" tanya Kennan yang kini memijit area luar luka itu dengan lembut.
"Agak baikan." sahut Lisa yang wajahnya masih meringis merasakan nyeri pada punggungnya walaupun tidak separah tadi.
Kennan menutup kaos Lisa dan memijit punggungnya dari luar. "Lukamu cukup parah. Untunya tidak ada pembengkakan yang cukup berarti. Temanmu yang bernama Jeni itu sepertinya orang yang tahu banyak soal medis. Ia bisa menangani lukamu dengan baik. Ia tahu seledri bisa mengurangi rasa nyeri dan mempercepat penyembuhan lukanya. Ia bahkan tahu kapan perban ini harus diganti."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Warna
FanfictionMenjadi kaya? Menjadi terkenal? Bukan. Ini bukan tentang itu. Ini tentang pengorbanan untuk meraih apa yang diimpikan. Ini tentang kerja keras untuk menjadi apa yang didambakan Catatan : Semua tokoh diluar Blackpink adalah fiktif Peringkat: #153 Jis...