Tiga

3K 413 43
                                    

Merindu. Itu kata yang sangat kuat untuk menjelaskan betapa dalamnya keinginan pria itu untuk bertemu istrinya. Setelah hampir tiga bulan tidak bertemu dan kini akhirnya ia bisa kembali meski terlalu terlambat.

Tidak tau harus bagaimana tapi perasaan itu ingin meledak karena tak lagi mampu tertahan setelah sekian lama menciptakan jarak yang memunculkan rasa khawatir, gelisah dan takut tak akan bertemu lagi.

Rafali Hernandes.

Pria itu baru saja menyelesaikan pemeriksaan dan tesnya untuk kepentingan negara selama seminggu, dan kini dengan senyum yang tak bisa ia tahan karena akan segera bertemu istrinya, ia perlahan mendekati rumah dinasnya kemudian membuka pintu secara perlahan.

"Daniel" ujarnya terkejut melihat Daniel malah menjadi orang yang tak diharapkan dalam menyambutnya. Pria itu sedang memainkan game di ponselnya, terbukti dari posisi landscape hpnya.

Ia segera mencari ke kamar maupun ke dapur dan kamar mandi akan keberadaan istrinya, sayangnya tak ada jejak atau bahkan tanda keberadaan wanita itu. Ia bahkan hanya melihat dapur yang begitu berdebu meski segala peralatan dapur tertata rapi pada tempatnya.

Tidak melihat adanya jejak air di lantai kamar mandi yang bahkan terlihat begitu kotor dan ada jaring-jaring laba-laba yang seolah menunjukkan rumah itu tak memiliki kehidupan.

Ia melihat kamar dan semua juga terlihat tertata rapi, hanya saja itu sangat berdebu ketika ia menyentuh tempat tidurnya dengan tangan kanannya. Ia segera keluar dan kembali ke ruang keluarga, lantas mendekati Daniel.

"Istriku mana?"

Daniel menoleh dan menepuk bahu Ali "Dia di Batam"

"Ngapain?"

"Nemenin Selina buat nyiapin pernikahan"

"Sejak kapan?"

"Gatau, lupa. Pokoknya udah hampir dua bulan"

"Kalo gitu ayo kita ke Batam" ujar Ali tak sabaran, langsung menarik tangan Daniel.

"Liat diri lo dulu, lo kucel banget karena jambang sama kumis lo"

"Udah, gapapa, yang penting gue ketemu istri sama calon anak gue"

Daniel berusaha menahan diri namun ia benar-benar tak bisa untuk membiarkan Ali terus bertanya, hanya saja ia juga tak siap melihat reaksi Ali nantinya.

"Dan, ayo dong. Pesen tiket dulu selagi gue siap-siap dan bercukur" ujar pria itu dengan bersemangat. Ali dengan langkah cepat kembali ke kamar untuk mencari pisau cukurnya.

Daniel menghela nafas kasar "Calon anak lo udah ngga ada"

Ali kembali mendekati Daniel dan langsung melayangkan tinjunya ke wajah pria itu "Maksud lo apa ngomong gitu?"

Daniel mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah, tidak diragukan bahwa Ali semakin kuat dan pipinya begitu sakit hingga tulang pipi dan hidungnya terasa ingin retak. Ia kembali duduk dan memegang kepalan tangan Ali "Jangan tinju muka gue, seenggaknya sampe gue nikah"

Ali mencengkram kerah baju Daniel dengan kuat "Jangan becanda. Maksud lo apa ngomong kaya barusan?"

"Istri lo keguguran"

Ali memutar matanya ke beberapa arah dengan lidah yang menjilat bibirnya dan mata berkaca-kaca, kepalan tangannya perlahan melemah dan ia terduduk di sebelah Daniel.

"Lo ngga bercanda?" tanyanya tanpa menatap Daniel, namun ia sangat berharap pria itu segera tertawa dan mengatakan bahwa ucapannya barusan adalah candaan semata. Ia sungguh tidak akan marah meski Daniel menjadikan hal itu sebagai candaan, asal itu benar-benar candaan.

"Enggak. Gue emang humoris tapi humor gue ngga sejelek itu"

"Kenapa?" tanya Ali

"Istri lo jatuh dari tangga karena seseorang nginjak gaunnya"

"SIAPA ORANG ITU? SIAPA?" tanya Ali dengan geram "Gue bakalan balas dendam sama dia"

"Erni, istri Briptu Gino"

"Gue bakal----"

"Dia udah di penjara, suaminya dipecat. Dan lo ngga punya waktu untuk balas dendam"

Ali menoleh dan menatap Daniel "Kenapa gue ngga punya waktu?"

"Karena istri lo butuh lo. Dia divonis ngga bisa hamil lagi, dan kalaupun dia ada keajaiban, kemungkinannya akan sangat kecil"

Air mata Ali perlahan menetes, meski ia sudah berusaha keras menghalaunya dengan melihat
langit-langit rumahnya namun hatinya terluka dan tak sanggup mendengar kabar itu.

Daniel menepuk bahu Ali dan meremasnya cukup kuat, berusaha memberikan kekuatan untuk pria itu "Maaf untuk kabar buruk ini, tapi ada satu lagi yang perlu lo tau"

Meski Ali tidak menanggapi ucapannya tapi ia cukup yakin kalau pria itu masih mendengarkannya dengan jelas hingga akhirnyabia kembali buka suara dan menyampaikan kabar buruk lainnya "Dan sekarang, Prilly mengalami Amnesia"

Ali memejamkan matanya erat-erat, tubuhnya secara perlahan menunduk dan tangannya mengusap lututnya berusaha menyadarkan diri untuk sanggup menerima kabar-kabar buruk itu.

"Karena terlalu banyak kabar buruk yang dia terima dari keguguran, ngga bisa hamil sampe kabar kehilangan lo, dia jadi stress dan kata dokter itu cara tubuhnya membentuk perlindungan diri dari ingatan yang ngga mau dia ingat" jwlas Daniel lagi

Ali hanya diam dan terus mempersilahkan air matanya turun karena tak bisa menghentikannya sama sekali.

"Tante Martha bilang, lo bisa ceraiin Prilly kalau lo ngga bisa nerima kekurangan dia sebagai wanita daripada lo harus pura-pura bertahan tapi pada akhirnya membuat Prilly semakin sakit. Lagipula sekarang Prilly amnesia, kata dokter kemungkinan sembuhnya butuh waktu lama"

Ali menyatukan kedua tangannya dan membiarkan kepalanya bertumpu di kedua tangan itu. Mulutnya tak bisa berkata-kata, dan melihat keterdiaman Ali, Daniel kembali bicara "Dengerin gue baik-baik. Lukanya lo sama luka Prilly, itu ngga sebanding. Lo mendengar kabar ini setelah semuanya terjadi, sedangkan Prilly bukan mendengar tapi mengalami. Dan luka terbesar dia adalah lo ngga berada disampingnya. Setelah dengar kabar lo ngga bisa di temukan, dia selalu bilang 'Apa aku ngga bisa jadi alasan untuk kamu kembali? Meski anak kita udah ngga ada'"

"Dan tanggung jawab lo akan lebih besar kalo lo nantinya mutusin tetep sama Prilly. Lo harus secara perlahan bikin dia inget sama semuanya karena yang dia lupain adalah momen bersama lo, karena ingatan dia ngga bisa di paksakan atau justru dia kehilangan semua ingatannya"

"Lo bisa putusin setelah mikirin matang-matang semua ucapan gue"

Ali menggelengkan kepalanya "Gue bisa putusin sekarang juga. Gue bahkan ngga perlu berpikir terlalu Lama karena seharusnya gue menemani Prilly meski keadaannya udah ngga sama"

"Lo bisa mulai ngedeketin dia lagi di hari pernikahan gue kalau lo bisa ngambil cuti"

"Gue bisa"

"Tolong tahan perasaan lo kalau ketemu Prilly. Anggap kalian masa pendekatan"

Ali mengangguk meski rasanya ia tak yakin bisa berpura-pura baru mengenal Prilly padahal mereka sudah hidup bersama meski masih sebentar.

Namun, bukan waktu yang mengukur kebahagian tapi moment.

⭐⭐⭐⭐

Kalau komentarnya nyenengin, pasti aku cepet update. Jadi harus komentar ya👌

2 Februari 2020

About Me & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang