Empat Puluh Dua

3.6K 523 98
                                    

Ali membuka matanya perlahan dan merasakan matanya mengabur saat melihat sosok istrinya yang tampak bercahaya duduk disisinya sambil memegang tanganya. Ali berusaha mengeratkan genggaman itu, namun tangannya merasa lemah dan tak bertenaga sama sekali. Tangannya yang kosong ia gerakkan ke udara dan membelai pipi istrinya dengan tak percaya “Sayang” lirihnya.

Ali mengusap pipi itu yang terasa sangat nyata baginya. Ia membiarkan air matanya mengalir begitu saja “Aku nggak kuat ditinggalin sama kamu. Please kembali ke aku. Apapun yang aku lakuin, rasanya ngga ada gunanya lagi. Atau setidaknya selalu datang ke mimpiku supaya aku bisa merelakan kamu” ujarnya dengan suara bergetar.

“Aku belum sempet bahagiain kamu. Masih banyak suka duka yang ingin aku bagi sama kamu. Aku ngga siap tersenyum atau menangis sendirian karena aku terbiasa dengan adanya kamu. Aku bahkan ngga bisa ngurus anak kita sendirian, tapi kamu dengan teganya malah ninggalin aku. Sekarang gimana caranya aku hidup seperti semula sedangkan jiwaku ikut bersamamu” ujarnya lagi lalu ketika kelelahan, ia kembali menutup matanya dan tertidur.

Ero mendekati Daniel sambil memberikan minuman botol yang baru saja ia beli dari luar “Kenapa dia? Nangis lagi?” tanyanya sambil melirik Ali.

“Iya, tapi tadi sempet bangun, kayaknya itu efek samping setelah sadar” jelas Daniel diangguki oleh Ero.

“Makan dulu kak” ujar Ero pada kakaknya.

Prilly menggelengkan kepalanya “Aku masih ngga tenang, Ro. Ngelihat Ali kayak gini, bikin aku sedih banget” ujarnya.

“Iya, tapi kan kamu harus ngasih anak kamu asupan makan” ujarnya.

Prilly menatap Ero dengan sedih “Andaikan anak aku bisa aku bawa kesini” ujarnya. Ia ingin sekali meletakkan kedua anaknya didekat tubuh Ali agar pria itu mendengar betapa merdu tangisan kedua anak mereka, ya walaupun Prilly sudah merasakan tangis itu sudah cukup meributinya ketika ia tidur.

“Sana, balik lagi lah ke penginapan. Anak-anak kakak juga pasti rewel banget ditinggalin ibunya”

“Entar lagi Ro, aku punya firasat kalau Ali bakalan bangun bentar lagi karena dia udah sempet bangun tadi”

“Yaudah, kalo gitu, aku sama Daniel cari makan dulu ya. Nanti kita bawain buat kakak juga” putus Ero pada akhirnya diangguki oleh Prilly yang masih menatap suaminya.

Setelah kepergian Ero dan Daniel, Prilly mengusap pipi Ali yang masih menunjukkan bercak air mata di pipi pria itu sambil mengeratkan genggaman tangannya “Segitu buruknya mimpi kamu soal aku sampai air mata ini mengalir terus” ujarnya perih “Cepet sembuh Ali, anak-anak kamu mau lihat dan disapa papanya” lirihnya.

***

Ali membuka matanya yang terasa sangat berat dan memijat pelipisnya yang terasa sangat sakit sebab kepalanya tiba-tiba berdenyut begitu melihat penerangan yang terlalu sulit untuk diterima matanya. Ia bahkan sampai berdesis karena merasakan pusing kepalanya semakin kuat menyerang “Sshh” ia mengedarkan pandangannya melihat sekelilingnya yang terasa asing.

Matanya menatap selang impus yang mengalirkan cairan ke tangannya “Kenapa aku ada di rumah sakit?” tanyanya pada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya sampai saat ini ia membutuhkan impus sebagai penambah tenaganya, namun kepalanya justru semakin berdenyut dan ia dikejutkan dengan seseorang yang melenguh karena tak sengaja tersenggol tangannya. Belum sampai disitu, ia kembali dikejutkan dengan pintu yang tiba-tiba terbuka dan menunjukkan Daniel dengan Ero.

“Kamu udah sadar?” tanya Prilly yang membuatnya kembali menatap Prilly yang menjadi korban tangannya.

Ali meneguk ludahnya dan menatap Prilly dengan tubuh membeku. Matanya mengerjap beberapa kali sambil tangannya bergerak ke wajah wanita itu dan mengusapnya dengan tangan bergetar “Ka..ka..mu Prilly?” tanyanya dengan lirih, bahkan lidahnya saja kelu untuk berucap.

About Me & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang