Dua Puluh Satu

3.5K 464 61
                                    

Prilly hanya menatap jalanan dengan sendu sejak ia berangkat dengan bus dari Bandara Pekanbaru. Ia menatap ponselnya dengan tatapan kosong karena tak kunjung ada balasan dari pesannya yang berisi kata pamit untuk pulang kampung kepada suaminya.

Ia berusaha memaklumi namun rasanya ia tak tenang karena pesan itu sudah ia kirimkan lima jam lalu, tepat sebelum keberangkatannya.

Ketika sampai di simpang rumahnya, ia turun dan berjalan kaki untuk menuju rumahnya. Sebelum memasuki kediaman keluarganya itu, ia menatap sejenak sambil menghela nafas kasar untuk melegakan perasaannya yang terasa berat.

"Ibu, Bapak"

"Kok ibu denger suara Prilly ya pak" ujar Martha kepada suaminya. Martin mengangguk "Bapak juga"

"Tuh kak Prilly" ujar Ero sambil menunjuk Prilly yang berdiri didepan pintu.

Martha langsung beridiri dan menghampiri Prilly "Kenapa pulang, Pril?"

Prilly yang sejak tadi berusaha tegar akhirnya menghampiri ibunya dan memeluk wanita lewat setengah baya itu dengan erat sambil berurai air mata "Ibuuuuuu"

Mendengar tangis anak perempuannya yang sudah dewasa itu, Martin ikut berdiri dan mengusap bahu putrinya "Hussh, udah besar kok masih cengeng" ujarnya.

Martha berusaha melepas pelukan Prilly lalu melihat ke belakang wanita itu "Mana suami kamu?"

"Sibuk bu"

"Terus kamu pulang udah izin?"

"Udah bu"

"Yaudah, ayo duduk" Prilly duduk di samping Ero yang sedang menatapnya dengan curiga.

"Kalo kamu gerah, mandi sana. Jangan lama-lama, udah malem"

"Iya bu" ujar Prilly mengangguk lalu meninggalkan mereka diruang keluarga. Ero kemudian menatap langkah kakaknya yang ke kamar lalu berdiri "Aku ke kamar kak Prilly bentar ya Pak, Bu" pamitnya.

Saat Prilly ingin menutup pintu kamarnya, ia justru tersentak kaget karena Ero tiba-tiba muncul dan meletakkan tangannya di tepi pintu hingga akhirnya pintu tertahan lalu ia masuk ke kamar kakaknya.

"Kakak ngga izin sama Ali" ujarnya memberi pernyataan bukan lagi pertanyaan.

"Udah. Gausah sok tau" ketus Prilly sambil menghindari adiknya.

"Yaelah, aku kenal kakak lagi" ujarnya lalu mencari sebuah nomor dan menyambungkan dengan panggilan video.

"Ih, aku udah izin tapi Ali belum jawab"

"Dia lagi dinas dan kakak pergi kesini?" duganya. Hanya itu alasan paling tepat yang muncul di kepala Ero supaya kakaknya bisa meninggalkan pria itu sendiri.

"Iya" akunya dengan lemah lalu duduk.

"Bukannya kalian udah baikan?"

"Udahlah Ro, aku mau mandi"

"Aku bukan nanya sama kakak. Aku nanya sama Ali" ujarnya membuat Prilly menatap adiknya lalu membulatkan mata.

"Li, udah dengerkan suara siapa yang barusan ngomel?"

Ali yang baru saja selesai dengan penyelidikannya, bahkan belum sempat mandi, terpaksa mengangkat panggilan video dari Ero meski sebenarnya ia bingung mengapa pria itu membuat panggilan video. Selama berteman dengan Ero, ia bahkan jarang bertelponan dengan pria itu, dan kini ia dikejutkan dengan panggilan videonya.

"Suara siapa?" tanyanya yang masih lelah dan sedang mengambil minum untuk melegakan hausnya. Hari ini ia benar-benar sibuk, emh sepertinya lebih tepat menyebutnya menyibukkan diri hingga tak sempat membuka ponselnya kecuali karena panggilan Ero ini.

About Me & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang