Dua Puluh Empat

3.5K 459 34
                                    

"Ali"

"Apaan?"

"Ini cocok ngga sih?" Prilly berdiri didepan Ali sambil memamerkan gaun creamnya yang menunjukkan bahunya yang terbuka.

"Cocok"

"Masa sih? Perasaan aku keliatan gendut pake ini"

"Bagus kok"

"Bagus darimananya? Kamu sengaja kan bilang iya biar aku ngga nanya-nanya lagi"

"Sayang, kita mau ke nikahan orang bukan nikahan sendiri. Kamu ngga harus jadi bintangnya kan"

"Oh, jadi karena bukan nikahan kita, aku ngga harus cantik gitu?" judes Prilly sambil melipat tangannya didepan dada.

"Cantik, kamu cantik bangetttt malahan"

"Ihh kamu bohong. Ngapain coba bilang bangetnya sampe kek gitu? Kayak ngga ikhlas"

Ali mengusap dadanya sambil menghela nafas kasar kemudian tersenyum paksa kepada Prilly "Udah keliatan ikhlas belum?"

Prilly berdecak kesal melihat senyuman Ali kemudian kembali ke kamar dan memeriksa gaun-gaun dalam lemarinya. Ranjang yang tadinya hanya terisi bantal dan selimut, kini sudah dipenuhi dengan bajunya yang keluar.

"Lagian masih jam 4 sayang. Kamu kok sibuk banget sih?"

"Kamu tuh harusnya bersyukur aku sibuk sekarang"

"Apa yang mau disyukurin coba?" ujar Ali bingung sambil menatap wanita itu yang bolak balik membuka baju lalu memakai yang berbeda atau bahkan yang sudah dicobanya.

"Syukur karena aku repot sekarang, jadi nanti kita ngga terlambat kalo aku udah pilih baju"

"Paling nanti pas mau berangkat kamu nanya lagi anting mana yang cocok, gelang mana, kalung mana, sepatu mana yang cocok. Banyaklah pokoknya"

"Masih syukur aku ngga nanya laki-laki mana yang cocok untuk dibawa kondangan" jawab Prilly semakin judes.

Ali menganga mendengar ucapan istrinya lalu terkekeh sinis "Kamu pikir ada yang mau sama kamu"

"Lah kamu"

"Takdir"

"Eleh. Diluar sana juga ada banyak yang mau aku gandeng"

"Siapa? Yael? Louis? Miko?"

"Ih kok jadi bahas mereka sih"

"Jadi mau bahas siapa? Cuma mereka orang khilaf yang mau sama kamu, selain aku"

"Apaan sih. Udah mendingan kamu cuci piring, nyapu atau apa kek"

"Enak aja. Kerjaan kamu tuh sebagai istri"

"Oh jadi kamu gitu, bikin kerjaan berdasarkan perbedaan gender?"

"Yank, kok gitu sih. Kemarin kamu sendiri yang bilang kalau kerjaan rumah itu kerjaan kamu, tugas aku dikantor"

"Iya, tapi kan kamu bilang sendiri kemaren 'gapapa, kalau aku sempat kan ngga masalah bantuin istri' sekarang kamu mau pura-pura lupa kayak Mahen?"

"Astaga" Ali mengusap dadanya kemudian mematikan ponselnya dan berjalan mendekati wastafel "Seharusnya kamu bersyukur punya suami kayak aku. Diluar sana, dimana coba ada suami penyayang, penyabar dan rajin kayak aku?"

"Iya. Aku bersyukur banget malahan. Sering-sering ya"

Ali hanya memutar bola matanya dengan malas dan tetep melanjutkan aktivitasnya mencuci piring. Ia melirik ke pintu dapur saat istrinya masuk dan perlahan mendekatinya lalu memeluk pria itu.

About Me & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang