Tiga Puluh Tujuh

3.2K 444 11
                                    

Ali sungguh menyayangkan kenapa dulu ia memutuskan menjadi polisi bukan menjadi CEO seperti kebanyakan orang dalam drama korea yang ditonton istrinya ataupun novel romantis yang dibaca wanita itu, supaya sekarang ia tidak perlu membatasi diri dengan mengingat bahwa jadwal liburnya tidak sebanyak itu. Lagipula ia harus sadar diri bukan jika ia hidup di dunia nyata dan tak memiliki apapun untuk menjadi seorang CEO.

Siang  ini, setelah semalam perayaan pernikahan Ero, ia harus segera kembali agar bulan depan ketika istrinya melahirkan, ia bisa mengajukan cuti lagi meski tidak dalam waktu lama, tapi setidaknya ia bisa mengajukan cuti untuk melihat kelahiran anak-anak dan mendampingi istrinya melahirkan.

“Apalagi yang belum? Ngga ada yang kelupaan kan?” tanya Prilly karena melihat suaminya itu hanya diam selagi ia menyusun barang-barang yang harus Ali bawa.

Ali menatap istrinya lalu melihat perut besar wanita itu dengan sayang lalu mendekati Prilly dan memeluk wanita itu dari belakang sembari tangannya mengusap perut Prilly “Aku berat banget ninggalin kalian”

Prilly mengusap pipi Ali dengan sebelah tagannya ketika Ali menyusupkan kepalanya di bahu wanita itu dan mencium leher Prilly berulang kali “Kamu kan yang bilang kalau aku lebih aman disini, ada Ibu sama Mama. Aku pasti baik-baik aja kok”

“Aku yang ngga baik-baik aja yank. Nanti disana aku tidur sama siapa? Masa sama guling doang” keluh pria itu dengan manja.

Hal itu membuat Prilly cukup gemas dengan suaminya yang manja “Cuma sebulan lebih, setelah itu kita kembali sama-sama lagi. Jangan buat aku khawatir kalo kamu ngga rela gini. Atau aku ikut kamu aja lagi?”

Ali menghela nafasnya kasar karena nyatanya ia justru semakin tak tega jika istrinya kembali ke Semarang dan ia yang akan sering meninggalkan wanita itu tanpa bantuan seseorang pun karena Ali cukup kesulitan untuk menemukan orang yang akan mengurus istrinya “Kamu disini aja, tapi jangan lupa untuk angkat telpon aku terus” pesannya.

“Kamu disana makan teratur, seenggaknya kalau ngga masak, beli makan diluar” pesan Prilly diangguki oleh Ali “Jangan lupa matiin televisi kalau udah ngantuk”

“Ngga apa-apa lah yank, dari pada rumah sepi karena ngga ada kamu”

“Habis arus, Ali. Ngirit”

“Iya-iya” angguk pria itu pasrah.

“Kamu tau kan aku selalu cinta kamu” desis pria itu diangguki oleh Prilly dengan mantap, lalu ia melepas pelukannya dan memutar tubuh Prilly sementara ia berlutut didepan wanita itu dan mencium perut istrinya “Sayang, papa mau pamit dulu. Nanti papa datang kalo kalian mau keluar dari situ. Papa harap kalian ngga ngerepotin Mama karena sekarang Papa ngga ada buat direpotin sama kalian. Nanti kalo kalian udah lahir, papa janji akan nurutin apapun kemauan kalian. Kerja sama ya sayang sama Papa buat bikin mama ngga capek”

Ali kembali menatap istrinya “Pokoknya kamu telponin aku ya kalo ada masalah apapun sama anak kamu. Minta bantuan Mama, Ibu, Bapak, Papa, Revan ataupun Ero sama Yael”

“Iya sayang” ujar Prilly dengan senyum kecil menerima semua bentuk perhatian dan kekhawatiran pria itu kepadanya. Tangannya mengusap pipi Ali dengan mesra lalu mengecup bibir pria itu “Kamu jaga hati dan mata disana. Inget disini udah ada dua anak yang siap jadi ekor kamu nanti”

Tin tin tin

Suara klakson mobil itu cukup mengganggu acara perpisahan keduanya karena kini Ali tau bahwa ia sudah harus berpisah dari istrinya meski raganya tak ikhlas. Dengan membawa ranselnya keluar, ia kemudian menghampiri Daniel dan Selina yang sedang berbincang dengan mertuanya. Ya, Daniel dan Selina memang datang ke acara pernikahan Ero meski kemarin mereka tidak berangkat bersama karena Selina yang masih belum bisa meninggalkan sekolah karena urusan tertentu, jadilah mereka hanya melihat acara resepsi saja. Dan kini keduanya akan pergi ke Dumai untuk berkunjung ke rumah orangtua Selina, jadi mereka sekalian mengantarkan Ali ke Bandara.

About Me & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang