Prolog

78 13 0
                                    

Makasih Tuhan


Terimakasih Malam, Bintang, engkau telah mempersembahkan keindahan ini, telah hadir dalam hidupku.

"Sama-sama" Jawab malam dan bintang serempak.

Malam telah menjadikanku seorang bintang. Orbit mu yang selalu membuatku menjadi seorang yang sangat beruntung telah memilikimu. Sangat indah dipandang, melukiskan gambar yang sangat luar biasa. Ingin rasanya selalu menatap mu, memandangi mu.
Takan kubiarkan siapapun merebut bintangku, menjauhkan kita.

Tak henti-hentinya ia memandangi bintang. Sampai akhirnya bintang perlahan meredupkan cahanya.

"Bintang? Kamu kenapa? Kamu mau kemana bintang?" Berbagai pertanyaan terlontar. Melihat sang bintang hendak pergi meninggalkannya. Bukan hal yang biasa. Ini bukan bintang yang selalu ada untuknya.

Bintang sudah benar-benar tak terlihat. Tergantikan oleh awan hitam yang sangat pekat.

Awan mulai mengeluarkan tangisnya, sangat kecil. Perlahan tetesan air mulai turun sampai titik terendah. Berubah menjadi rintik hujan. Membesar menjadi gerimis. Hingga akhirnya makin menjadi-jadi air hujan turun dengan derasnya membasahiku. Dingin rasanya, tapi bara dihati makin membesar.

"Hai" sapa hujan ramah.

Ia masih diam mematung dibawah guyuran hujan. Dengan bara yang sudah berubah menjadi api yang sangat membara.

Hujan menatap heran dengan makhluk indah yang sedang berada dibawah tetesannya, tetesan yang berisi kesejukan. Tak ada maksud lain. Hujan hanya ingin menyejukkannya.

Tanpa hujan sadari, ia telah membuat makhluk itu dan bintang berjarak. Menghalangi bintang dengan awan mendungnya, melunturkan semua cahaya indah yang dihasilkan antara kedekatan bintang dan bulan.

"Sekarang malam telah berubah, bukan malam yang ku kenal, bukan malam yang selalu memberikan kebahagiaanku. Malam sekarang telah menjadi sosok yang sangat kejam dan menakutkan. Sosok yang ditampilkan setiap malam padaku telah berubah menjadi sosok yang tak ingin kulihat. Hanya satu yang ingin kulihat bintang yang selalu menjadikan orbitnya lukisan dihatiku." Makhluk indah itu meluapkan segala dendamnya, tak terima hujan datang.

"Aku membencimu hujan" teriaknya. Membuat tangisan awan makin menjadi.

"Tapi aku hanya ingin menyejukkan mu" hujan mengucapkan apa maksud dan tujuannya.

Kepergian bintang membuatnya gelap hati dan gelap mata. Bahkan otaknya memerintahkan telinga tidak lagi berfungsi. Perkataan hujan Takan terdengar olehnya. Dan Takan bisa ia cerna.

"Aku membencimu hujan" ucapnya tertatih.
"Pergi" teriaknya penuh kebencian.
"Mentari, bulan, apa kau bisa datang sekarang, mengusir hujan demiku"

"Maaf, tapi belum saatnya aku hadir" ucap mentari pasti.

Hujan perlahan memberhentikan tetesan demi tetesan yang turun. Pergi dengan perasaan yang teramat sakit. Ia sadar, ia tak dibutuhkan dan datang disaat yang tidak tepat.

Bara dihati perlahan meredam. Senang rasanya hujan telah pergi, berharap bintang masih mau menemani malamnya. Orbit bintang yang indah yang sekarang ia tunggu-tunggu. Tetapi tidak ada tanda-tanda bintang akan kembali padanya. Hujan menyisakan langit yang sangat gelap. Bintang sekarang telah pergi entah kemana. Takan kembali padanya, Takan ada lagi orbit indah yang ia harapkan. Sekarang hidupnya suram.

"Aku membencimu hujan" teriaknya penuh kebencian.

Bara dihati yang semula sudah mulai rendam sekarang telah telah membesar kembali.
Termakan amarah yang takan bisa terganti.

Hidupnya telah suram. Dan ia akan pergi sejauh mungkin. Sejuk! Kata itu yang ia ingat. Ia tau harus pergi kemana.

Kutub Utara adalah tempat tersejuk. Ya, inikah yang kau inginkan hujan?
Tempat dimana para pinguin tinggal.

Hidupnya sekarang tanpa kebahagiaan. Tanpa keindahan yang malam suguhkan. Tanpa orbit bintang ya ia inginkan.

Dingin! Hanya rasa ini yang sekarang menemaninya. Merasuk dan menerobos, menempati singgasana hati.Menggantikan rasa keceriaannya menjadi hawa kutub ini.

Ia sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan barunya. Nyaman! Ini yang sekarang ia rasakan. Nyaman dengan hawa yang selalu kutub berikan.

Ia sangat nyaman dengan kehidupannya yang sekarang ini. Dingin selalu menemaninya kemanapun ia beranjak.

Mungkin sampai kapanpun.
"Belum saatnya aku hadir" kata-kata itu yang sekarang terlintas di benaknya.
Kapan? Sekarang ia sudah tak perduli. Ia bahagia dengan hidupnya.

Mungkin ia akan berubah jika mentari betul-betul menepati perkataannya. Membawanya pada rasa yang sudah lama tak ia rasakan.

Apakah mentari akan datang membawa rasa yang telah lama hilang...?
Kalian akan mengenalnya, dan menemukannya dalam cerita ini.

L'AMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang